Pimpinan KPK Minta Novel Dipindah ke Tempat yang Banyak "Paus-nya"
Berita

Pimpinan KPK Minta Novel Dipindah ke Tempat yang Banyak "Paus-nya"

Pengacara menolak pemindahtugasan Novel Baswedan.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Novel Baswedan di kantor KPK, Jumat (4/12). Foto: RES
Novel Baswedan di kantor KPK, Jumat (4/12). Foto: RES
Pasca penarikan perkara Novel Baswedan dari Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu, penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini dikabarkan akan dipindahtugaskan ke lembaga lain di luar KPK. Entah semacam "barter" atau "perintah", isu pemindahan Novel tersebut bergulir setelah pembicaraan pimpinan KPK dengan Jaksa Agung.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang membenarkan adanya wacana pemindahtugasan Novel ke tempat lain. "Dia  memiliki keahlian, karakter, dan integritas yang sangat dibutuhkan di banyak tempat. Pada bagian lain, dia juga memerlukan pengembangan personalnya," katanya, Jum'at (5/2).

Namun, Saut mengaku, pimpinan KPK membebaskan Novel untuk memilih tempat pengabdian mantan anggota Polri itu selanjutnya. Menurutnya, pimpinan KPK lebih kepada mendorong alternatif pilihan Novel, dari pada menentukan kemana Novel akan dipindahtugaskan. "Kalau saya pribadi minta yang banyak 'paus-nya'," ujarnya.

"Paus" yang dimaksud adalah ikan besar atau bigfish. Istilah tempat banyak "paus" yang disebut Saut merujuk pada tempat-tempat yang sangat besar potensi korupsinya. Sayang, Saut tidak menyebutkan tempat-tempat dengan potensi korupsi besar mana saja yang menjadi alternatif pemindahtugasan Novel. "Kita tunggu lah," imbuhnya.

Sementara, pengacara Novel, Julius Ibrani menolak keras pemindahtugasan Novel. Ia tidak mengetahui, siapa sebenarnya yang mempunyai inisiatif untuk memindahtugaskan Novel ke tempat lain di luar KPK. Ia juga mempertanyakan mengapa isu itu dihembuskan bertepatan setelah Kejaksaan menarik kasus Novel dari pengadilan.

Hingga saat ini, pengacara Novel terus memperjuangkan penghentian kasus Novel. Sebab, kasus tersebut penuh dengan rekayasa dan merupakan upaya untuk mengkriminalisasi Novel. Bahkan, Ombudsman pun telah menyatakan sejumlah pelanggaran administrasi yang dilakukan pihak Kepolisian dalam penanganan kasus Novel.

Sampai akhirnya, pada Jum'at pekan lalu, Kejaksaan melimpahkan perkara Novel ke PN Bengkulu. Atas pelimpahan itu, pimpinan KPK berkomitmen untuk mengupayakan agar kasus Novel tidak sampai ke pengadilan. Pimpinan KPK langsung berkomunikasi dengan Jaksa Agung untuk membicarakan kelanjutan perkara Novel.

Selang beberapa hari, Kejaksaan menarik kembali perkara Novel dari PN Bengkulu dengan mendasarkan pada Pasal 144 ayat (1) KUHAP. Pasal tersebut memberikan kewenangan kepada penuntut umum untuk mengubah surat dakwaan yang telah dilimpahkan ke pengadilan dengan tujuan menyempurnakan atau tidak melanjutkan penuntutan.

Julius mengatakan pihaknya belum mendapatkan tembusan apapun terkait tujuan Kejaksaan menarik perkara Novel dari pengadilan. Ia juga belum mengetahui apakah penarikan perkara yang dilakukan Kejaksaan itu bertujuan untuk menyempurnakan surat dakwaan atau tidak melanjutkan penuntutan.

Ia melihat rencana pemindahtugasan Novel bukan sebagai "barter". "Kalau barter kan posisinya sama dan sejajar. Ini upaya pengusiran atau menyingkirkan bushindo yang memberantas korupsi dengan tegas. Kalau ini terjadi, maka bushindo lain di KPK akan terusir semua dan KPK diisi oleh tangan-tangan koruptor," tuturnya.

Ungkapan Novel sebagai bushindo ini pertama kali ke luar dari mulut Saut. Pimpinan KPK jilid IV ini menyatakan ada rencana untuk mengirimkan para bushindo KPK yang rela mati ke banyak tempat untuk membersihkan negeri ini. Bushindo sendiri berasal dari nilai-nilai moral samurai yang menekankan beberapa unsur, antara lain mempertahankan kehormatan sampai mati.

Samurai di masa feodalisme Jepang memegang teguh bushindo atau kode etik kesatria. Bushindo memiliki tujuh kebajikan, yaitu kesungguhan, keberanian, kebajikan, penghargaan, kejujuran, kehormatan, dan kesetiaan. Samurai-samurai ini rela mempartaruhkan nyawa demi, bahkan jika gagal mereka akan melakukan harakiri.

Kasus Novel ini mulai disidik ketika terjadi perseteruan antara KPK dan Polri saat KPK menyidik kasus korupsi Kakorlantas Mabes Polri Djoko Susilo. Menyikapi perseteruan tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Polisi menghentikan kasus Novel. Pasca penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka, Polisi kembali melanjutkan kasus Novel.

Novel diduga melakukan penganiayaan berat terhadap pelaku pencurian sarang burung walet di Bengkulu pada 2004, sewaktu menjabat Kasat Reskrim Polres Bengkulu. Novel didakwa dengan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat dan Pasal 422 KUHP tentang menggunakan sarana atau paksaan, baik untuk memeras pengakuan atau mendapatkan keterangan.
Tags:

Berita Terkait