Tangani Perkara Teroris, Advokat akan Dilindungi Negara
Berita

Tangani Perkara Teroris, Advokat akan Dilindungi Negara

Masuk dalam Pasal 33 draf Rancangan Perppu Terorisme.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Aparat kepolisian saat menggelar latihan penanganan tindak pidana terorisme. Foto: RES
Aparat kepolisian saat menggelar latihan penanganan tindak pidana terorisme. Foto: RES
Pemerintah tengah menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Rancangan Perppu ini rencananya akan merevisi UU No.15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang.

Dalam draf Rancangan Perppu Terorisme pertanggal 25 Januari 2016 yang diperoleh hukumonline, ketentuan perlindungan bagi advokat tersebut diatur dalam Pasal 33. Selain advokat, juga terdapat profesi lain yang turut dilindungi oleh negara terkait perkara tindak pidana terorisme.
Pasal 33 Rancangan Perppu Terorisme pertanggal 25 Januari 2016
Penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, pelapor, ahli, saksi dan pidana terorisme wajib diberi perlindungan oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa dan atau hartanya, baik sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.








Pasal tersebut mengubah Pasal 33 dalam UU No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU. Dalam Pasal 33 UU No. 15 Tahun 2003 sudah disebutkan sejumlah profesi yang dilindungi oleh negara.
Pasal 33 UU No. 15 Tahun 2003
Saksi, penyidik, penuntut umum, dan hakim yang memeriksa beserta keluarganya dalam perkara tindak pidana terorisme wajib diberi perlindungan oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, baik sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara.







Sejumlah perlindungan yang diberikan kepada saksi, penyidik, penuntut umum dan hakim beserta keluarganya itu berupa perlindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik dan mental, kerahasiaan identitas saksi, dan pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di pengadilan tanpa bertatap muka dengan tersangka.

Tindak lanjut dari Pasal 33 UU No. 15 Tahun 2003 itu tertuang dalam PP No. 24 Tahun 2003 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim Dalam Perkara Tindak Pidana Terorisme. Perlindungan dilakukan oleh aparat Kepolisian kepada saksi, penyidik, penuntut umum dan hakim termasuk keluarga inti mereka.

Sebelumnya, Mahendradatta, advokat yang kerap disebut sebagai pengacara teroris menyebutkan, menjadi kuasa hukum terduga teroris bukanlah hal yang mudah. Salah satu masalahnya terdapat pada stigma yang terbentuk di masyarakat mengenai terorisme begitu kuat.

“Dulu sebenarnya stigma tidak telalu berat, tapi berikutnya ada penyebaran stigma. Sekarang terorisme sedang dicoba dibunuh dengan stigmatisasi,” tuturnya kepada hukumonline akhir Januari lalu.

Atas dasar itu, lanjut pria yang tergabung dalam perkumpulan advokat bernama Tim Pengacara Muslim (TPM) ini, melawan stigma tersebut yang akhirnya menjadi tantangan terbesar advokat dalam menegakkan hukum bagi para terduga teroris. Mahendradatta berujar advokat harus lebih berupaya menyajikan fakta-fakta hukum kepada masyarakat di saat yang lainnya memojokkan terduga dengan opini-opini buruk tentang kejahatan terorisme yang akhirnya terlanjur melekat juga pada diri pelaku terorisme.

Lebih jauh, Mahendradatta mengatakan, karena stigma, hukum terkesan dikesampingkan dalam tindak pidana satu ini. Lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) ini menggambarkannya dengan memberi contoh proses hukum dalam tindak pidana korupsi. Menurutnya, kepada para terduga teroris, seakan-akan hukum tak lagi berlaku.

Tags:

Berita Terkait