Hakim Agama Berbagi Pengalaman Mediasi Perceraian
Berita

Hakim Agama Berbagi Pengalaman Mediasi Perceraian

Perkara perceraian umumnya sulit didamaikan melalui proses mediasi karena kebanyakan para pihaknya membawa luka hati yang cukup lama.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Mohammad Noor. Foto: ASH
Mohammad Noor. Foto: ASH
Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi sebagai pengganti Perma No. 1 Tahun 208 memungkinkan hakim di pengadilan negeri atau pengadilan agama menjadi mediator bagi para pihak yang bersengketa. Untuk uji coba praktek mediasi, telah ditunjuk 9 pengadilan negeri dan 9 pengadilan agama dan telah dijalankan.

Hasilnya, sepanjang 2015 tingkat keberhasilan bermediasi di pengadilan agama lebih tinggi dibanding pengadilan negeri. Misalnya, keberhasilan perkara mediasi tertinggi di pengadilan negeri diduduki Pengadilan Negeri (PN) Depok sebesar 25 persen. Tertinggi, di Pengadilan Agama Jakarta Utara sebesar 70 persen, didominasi mediasi perkara perceraian atau bisa disebut ‘sengketa hati’.

Salah satu Anggota Kelompok Kerja (Pokja) Mediasi MA, Mohammad Noor mengatakan perkara mediasi di pengadilan agama biasanya menyangkut sengketa perceraian, kebendaan (warisan, harta bersama), ekonomi syariah terkait sengketa bank syariah dengan nasabahnya. Namun, mediasi perkara perceraian biasanya lebih banyak daripada mediasi perkara lain.

Dia menjelaskan penyelesaian mediasi perkara perceraian memang unik karena suami dan istri, hatinya tengah emosional secara psikologis. Langkah pertama yang dilakukan mediator menjadikan mediasi sebagai ruang refleksi untuk membangun sugesti mereka agar mau berkomunikasi dengan baik.

“Ketika sudah mau berkomunikasi baru kita dengar masalahnya apa? ada nggak solusi yang terpikirkan untuk menyelesaikan masalahnya?” ujar Mohammad Noor saat acara konperensi Asia Pacific Mediation Forum ke-7 di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Jum’at (12/2).

Dia menerangkan target mediasi perceraian biasanya diarahkan untuk merukunkan kembali kedua belah pihak (suami dan istri) dan mendorong perceraian dengan cara yang baik. Sebab, faktanya bisa saja perceraian tidak bisa didamaikan, tetapi akibat hukum perceraian bisa dimediasikan. Seperti, kesepakatan pengasuhan anak (hadlonah), nafkah istri dan anak, harta bersama.

Apabila sugesti itu sudah terbangun, tinggal disepakati deal-deal diantara mereka. Misalnya, si istri merasa tidak nyaman harus disepakati tindakan suami agar istrinya nyaman, sehingga mereka bisa kembali rukun. “Kalaupun tetap harus bercerai, tentunya dengan cara yang baik sesuai surat Al-Baqarah : 229,” kata Hakim Pengadilan Agama Cilegon ini.

Dijelaskan Noor, ada beberapa cara proses mediasi perkara perceraian. Pertama, biasanya hakim agama yang langsung memediasi para pihak yang hendak bercerai. Cara kedua, jika diperlukan hakim agama bisa memanggil perwakilan dari keluarga pihak istri dan suami atau disebut hakam. Ketiga, mediasi seperti diatur Perma No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. “Itu instrumen mediasi yang diatur UU Perkawinan, UU Peradilan Agama, dan Perma Mediasi,” kata dia.

Menggugah hati
Wakil Ketua Pengadilan Agama Bekasi Siti Zurbaniyah mengatakan peran mediator perkara perceraian lebih menggugah hati mereka menyangkut kepentingan anak. Sebab, pasangan suami-istri akan cepat sekali kembali pada posisi hati mereka ketika mengingat kepentingan anak-anaknya. Meskipun mereka tetap memutuskan bercerai ada konsekuensi terkait pengasuhan anak yang belum dewasa dan harta bersama yang perlu dimediasikan.

“Ketika mereka broken married tentunya anak-anak jadi korban. Kita kasih contoh akibat perceraian, anak jadi korban narkoba, kenakalan remaja, pergaulan bebas. Mereka bisa berpikir ulang untuk bercerai dan bisa membuang egoisme orang tuanya demi kepentingan anak, sehingga bisa rukun kembali,” kata Siti Zurbaniyahdi tempat yang sama.

Wakil Ketua Pengadilan Agama Depok Andi Akram mengungkapkan perkara perceraian umumnya sulit didamaikan melalui proses mediasi dengan beragam persoalan, seperti faktor selingkuh dan ekonomi. Sebab, umumnya para pihak perkara perceraian masuk pengadilan membawa luka hati yang cukup lama.

“Segala problem keluarga tidak muncul seketika, tetapi dua tiga tahun hubungannya sudah bermasalah atau ‘berkarat’. Ibarat penyakit sudah kronis, sehingga sulit ‘disembuhkan’ (didamaikan),” kata Andi Akram.

Lain halnya, lanjutnya, kalau problem hubungan keluarga baru muncul, umumnya lebih mudah didamaikan melalui proses mediasi. “Misalnya mereka baru satu dua tahun menikah, lalu ada masalah keluarga, ketika dimediasikan biasanya mudah didamaikan. Termasuk, akibat perceraiannya menyangkut sengketa harta bersama dan hak pengasuhan anak itu digugat lagi, juga mudah dimediasi.”

“Tetapi, gugatan perceraian dimungkinkan sekaligus menggugat harta bersama dan pengasuhan anak agar proses peradilan cepat dan biaya ringan tercapai. Ada juga gugatan hak asuh anak dan harta bersama dipisah ketika mereka sepakat dengan putusan perceraian. Ini agar mudah menempuh upaya hukum,” imbuhnya.
Tags:

Berita Terkait