Ini Kata Eks Pimpinan KPK Soal Draf Revisi UU KPK
Berita

Ini Kata Eks Pimpinan KPK Soal Draf Revisi UU KPK

Cenderung politis ketimbang akademis. Sekalipun tetap dipaksakan revisi, mestinya menunggu RUU KUHAP selesai dibahas.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Mantan Wakil Ketua KPK Jilid III, Adnan Pandu Praja. Foto: SGP
Mantan Wakil Ketua KPK Jilid III, Adnan Pandu Praja. Foto: SGP
Keteguhan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak usulan revisi UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK mendapat dukungan dari berbagai mantan pimpinan KPK. Selain alasan pelemahan kewenangan KPK, draf RUU KPK cenderung bermuatan politis ketimbang akademik. Hal ini disampaikan mantan Wakil Ketua KPK Jilid III, Adnan Pandu Praja, dalam sebuah diskusi di Gedung MPR, Senin (15/2).

“Amat disayangkan kalau banyak pihak yang ingin merevisi UU ini. Kalau kita baca UU, draf itu namanya draf akademis. Menurut saya, yang ada draf politis tanpa akademis,” ujarnya.

KPK sebagai lembaga yang pernah dipimpinnya bersama empat komisioner lainnya, tak akan membantah bila revisi dilakukan lantaran lembaga antirasuah itu tidak perform dalam pemberantasan korupsi. Faktanya, berbagai tindakan pencegahan dan penindakan berjalan sesuai kewenangan dan kewajibannya KPK.

Menjadi hal wajar penolakan Revisi UU KPK dilakukan lembaga itu, ketika ada kekhawatiran pelemahan dalam pemberantasan korupsi. Ia berpendapat adanya kekhawatiran dalam melemahkan KPK di dalam muatan sejumlah pasal RUU KPK menjadikan alasan penolakan.

“KPK sebagai pengguna UU, kalau ada pertanyaan sejauh mana KPK menjalankan mandat tersebut, lihat hasil audit BPK. Dalam penindakan kami relatif tidak ada masalah, juga dalam penyadapan. Bahkan agak kronis, KPK jadi lembaga membanggakan di forum internasional oleh presiden,” kata mantan Sekretaris Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) itu.

Ketua Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, partai tempatnya bernaung konsisten menolak rencana merevisi UU KPK. Berdasarkan aspirasi dari masyarakat di bawah, dukungan agar UU KPK tidak dilakukan revisi. Menurutnya, dalam rangka menuju masyarakat yang terus berkembang perlu mendengarkan masukan dari banyak pakar hukum.

Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaedi Mahesa menambahkan, masih banyak angka kemiskinan akibat kejahatan korupsi mengharuskan pemberantasan korupsi mesti bergerak masif. UU KPK yang ada saat ini justru masih efektif untuk digunakan KPK. Makanya, partai besutan Prabowo Subianto di DPR kekeuh menolak parlemen dan pemerintah yang berencana merevisi UU KPK.

Dikatakan Desmon, sekalipun revisi tetap dipaksakan mestinya DPR dan pemerintah menunggu Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) rampung. Sayangnya, pembahasan RUU KUHAP urung dilakukan lantaran tidak masuk dalam Prolegnas prioritas 2016.

“Sebelum kami menolak, kami berpikir kenapa setiap pejabat yang diangkat dan disumpah disadap saja. Ini bukan HAM, ini konsekuensi pejabat negara,” ujarnya.

Terpisah, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyoroti soal sikap pemerintah yang kerap ‘malu-malu kucing’. Menurutnya, Presiden Joko Widodo tak perlu mengambil keuntungan dari isu RUU KPK. Semestinya Jokowi menjelaskan masalah pemberantasan korupsi. Pasalnya, presiden diberikan amanat oleh rakyat untuk melakukan pemberantasan korupsi.

“Jadi tugas pemberantasan korupsi tugas presiden Indonesia. Jadi presiden Indonesia yang mempunyai proposal itu,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait