Tuntutan Gubernur Sumut Lebih Berat dari Sang Istri
Utama

Tuntutan Gubernur Sumut Lebih Berat dari Sang Istri

Hanya terpaut setengah tahun. Status justice collaborator Gatot dan Evy dipertimbangkan sebagai hal meringankan.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Gatot dan Evy di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Gatot dan Evy di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Tuntutan Gubernur Sumatera Utara (Sumut) nonaktif Gatot Pujo Nugroho lebih berat setengah tahun dari sang istri, Evy Susanti. Gatot dituntut dengan pidana penjara 4,5 tahun, sedangkan Evy dituntut 4 tahun penjara, serta denda Rp200 juta. "Apabila tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan lima bulan," kata penuntut umum KPK, Irene Putrie di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/2).

Irene menyatakan Gatot dan Evy terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kesatu alternatif pertama, Pasal 6 ayat (1) huruf a jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, dan dakwaan kedua alternatif kedua, Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Namun, sebelum menjatuhkan tuntutan, Irene terlebih dahulu mempertimbangkan hal-hal memberatkan dan meringankan. Dua hal meringankan adalah kedua terdakwa mengakui terus terang perbuatannya dan mengungkap pelaku lain, sehingga mendapat penetapan sebagai pelaku yang bekerja sama (justice collaborator) berdasarkan surat keputusan pimpinan KPK.

Sesuai fakta-fakta di persidangan, terungkap bahwa Gatot dan Evy bersama-sama OC Kaligis dan M Yagari Bhastara Guntur memberikan uang kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan sebesar Sing$5 ribu dan AS$15 ribu. Keduanya juga memberikan uang masing-masing AS$5 ribu kepada hakim Dermawan Ginting dan Amir Fauzi.

Gatot dan Evy memberikan pula uang sebesar AS$2 ribu kepada panitera PTUN Medan, Syamsir Yusfan. Pemberian uang-uang tersebut, menurut Irene, dimaksudkan untuk mempengaruhi putusan perkara pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumut yang diajukan OC Kaligis selaku kuasa hukum anak buah Gatot, Ahmad Fuad Lubis.

Perkara pengujian kewenangan itu diajukan berdasarkan UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan atas penyelidikan tentang dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial, Bantuan Daerah Bawahan, Bantuan Operasional Sekolah, pencarian Dana Bagi Hasil, dan penyertaan modal di sejumlah BUMD Sumut.

Atas pemberian uang-uang itu, majelis hakim yang semula berpendapat menolak seluruh gugatan OC Kaligis, berubah menjadi mengabulkan sebagian. Majelis yang diketuai Tripeni, serta beranggotakan Dermawan dan Amir mengabulkan pembatalan surat pemanggilan permintaan keterangan yang dilayangkan Kejati Sumut kepada Fuad.

"(Pemberian uang karena) Gatot dan Evy menyadari, apabila gugatan di PTUN Medan menang, akan dijadikan bahan untuk komunikasi dengan Jaksa Agung agar perkara Gatot di Kejaksaan Agung tidak berlanjut. Dengan demikian, alasan kedua terdakwa yang mengaku tidak menghendaki pemberian uang, patut dikesampingkan," ujar Irene.

Kemudian, dalam uraian berikutnya, Gatot dan Evy dianggap terbukti memberikan uang Rp200 juta kepada Sekretaris Jenderal Partai Nasional Demokrat (NasDem) yang juga anggota Komisi III DPR, Patrice Rio Capella. Uang itu diberikan karena Rio telah membantu meng-islah-kan Gatot dan mengkomunikasikan perkara Gatot ke Jaksa Agung.

Penuntut umum Ariawan menguraikan, peristiwa itu bermula ketika terjadi ketidakharmonisan antara Gatot dan Wakil Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi. Gatot dinilai terlalu dominan dalam menjalankan roda pemerintahan, serta tidak pernah melibatkan Erry dalam penunjukan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Provinsi Sumut.

Akibat ketidakharmonisan itu, Gatot dilaporkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Alhasil, dua anak buah Gatot, Fuad dan Pelaksana Harian Sekretaris Daerah, Sabrina dimintai keterangan oleh penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung. Dalam surat panggilan, Gatot disebut sebagai orang yang diduga melakukan tindak pidana.

Khawatir posisinya terancam, Gatot disarankan Evy untuk menunjuk OC Kaligis sebagai pengacaranya. Evy juga disarankan anak buah OC Kaligis, Yulius Irawansyah untuk melakukan pendekatan islah, mengingat OC Kaligis adalah Ketua Mahkamah Partai NasDem. Lalu, terjadi lah pertemuan antara Gatot, OC Kaligis, dan Rio.

Ariawan menyatakan, Rio selaku Sekjen NasDem dinilai sebagai pintu masuk untuk menjembatani islah dengan Erry dan mengkomunikasikan duduk perkara Gatot dengan Jaksa Agung M Prasetyo, mengingat Erry, Prasetyo, dan Rio sama-sama merupakan kader NasDem. Atas permintaan Gatot, Rio pun menyanggupi.

Setelah itu, terjadi islah di kantor DPP NasDem yang dipimpin oleh Ketua Umum NasDem, Surya Paloh. Gatot dan Erry diminta untuk memperbaiki hubungan. Sebagai ucapan terima kasih, Evy memberikan uang Rp200 juta kepada Rio melalui Fransisca Insani Rahesti alias Sisca. Permintaan uang itu berawal dari percakapan whatsapp antara Sisca dan Rio.

"Walau Rio tidak mengakui meminta uang kepada Evy, Rio mengakui isi percakapan whatsapp dengan Sisca. Dalam percakapan whatsapp, Rio menyampaikan, 'Minta ketemu terus, memangnya kegiatan sosial' dan 'Jangan sampai kelihatan aku yang minta'. Kata-kata ini dipahami Sisca sebagai permintaan uang," tutur Ariawan.

Dengan demikian, penuntut umum berpendapat semua unsur dalam kedua dakwaan telah terpenuhi. Menanggapi tuntutan tersebut, Gatot, Evy, dan tim pengacaranya akan mengajukan nota pembelaan. "Kami beserta istri telah berkonsultasi dengan penasihat hukum. Kami  berencana pekan depan untuk melakukan pembelaan," tandasnya. 
Tags:

Berita Terkait