Ini Catatan Indonesia Property Watch Atas UU Tapera
Berita

Ini Catatan Indonesia Property Watch Atas UU Tapera

Tapera seharusnya lebih sebagai nirlaba dan tidak diperlukan manager investasi dalam pengelolaan dananya.

Oleh:
YOZ
Bacaan 2 Menit
Ini Catatan Indonesia Property Watch Atas UU Tapera
Hukumonline
Hadirnya UU Tapera terus menuai polemik. Indonesia Property Watch (IPW) memberi catatan terkait UU tersebut. Direktur Eksekutif IPW, Ari Tranghanda, mengatakan UU Tapera yang ada terkesan lebih mengutamakan kepentingan dalam pengelolaan dana Tapera dan tidak berorientasi pada kepentingan rakyat. Mekanisme penyaluran dan sampai sejauh mana Tapera dapat berperan dipertanyakan.

IPW memberikan beberapa catatan yang kiranya berpotensi menimbulkan masalah terkait terbitnya UU Tapera. Pertama, penyediaan rumah bagi masyarakat berpengahasilan rendah (MBR) khususnya menjadi tanggung jawab pemerintah. Tanpa ingin melempar tanggung jawab, Ari berpendapat semua yang berkaitan dengan public housing seharusnya pemerintah berperan penuh termasuk dalam pendanaan.

“Dalam hal Tapera kehadiran pemerintah dalam hal pendanaan boleh dibilang tidak ada karena semua dana berasal dari masyarakat,” kata Ari dalam siaran pers yang dikutip hukumonline, Jumat (26/2).

Kedua, Tapera seharusnya lebih sebagai nirlaba dan tidak diperlukan manager investasi dalam pengelolaan dananya. Menurut Ari, biaya yang dikeluarkan untuk manager investasi, biaya karyawan, biaya operasional dan lain-lain membuat beban biaya tinggi yang akan membebani pemerintah atau nantinya lebih berorientasi komersial.

Ketiga, penunjukan manager investasi sebagai pengelola dana Tapera selain biaya yang ada juga mempunyai risiko kerugian. Ari berpendapat, bila hasil kelola merugi maka berdasarkan UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, manager investasi tidak bisa disalahkan karena kerugian investasi. “Sangat ironis karena dana Tapera merupakan pertanggungan terhadap uang rakyat,” ujarnya.

Keempat, pengawasan yang dilakukan seharusnya melibatkan wakil dari peserta Tapera dalam hal ini masyarakat dan para pengusaha. Kelima, perihal sebagian modal dana Tapera akan dialirkan dari Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dengan potensi dana Rp33 triliun merupakan bentuk ketidakpahaman pemerintah mengenai konsep yang berbeda antara Tapera dan FLPP, sehingga tidak dapat secara langsung menjadi disamakan dengan Tapera.

Kelima, Tapera tidak menyentuh masyarakat informal menjadikannya sebagai instrumen yang bukan problem solver atas permasalahan perumahan yang ada saat ini.

Dengan beberapa hal diatas, sambung Ari, maka dapat dipastikan banyak pihak yang mengkhawatirkan banyaknya celah yang dapat dimasuki kepentingan pihak tertentu karena dana Tapera yang terkumpul dapat mencapai Rp50 triliun setahun. Menurut Ari, dana ini dengan kelolaan manager investasi dapat bertendensi ke arah komersial dengan bancakan pihak-pihak tertentu.

“Kami meminta secara khusus kepada pemerintah untuk menyikapi secara kritis penyelenggaraan Tapera ini dari sisi pengawasan dan implementasinya di lapangan. Jangan semua mengatasnamakan kepentingan rakyat, namun terselip beberapa hal yang justru membuat rakyat ‘ditipu’,” pungkasnya. 

Tags:

Berita Terkait