Catat! Aparat Penegak Hukum Kini Tak Bisa Asal Periksa Notaris
Utama

Catat! Aparat Penegak Hukum Kini Tak Bisa Asal Periksa Notaris

Permenkumham Nomor 7 Tahun 2016 mengatur penegak hukum tidak bisa serta merta melakukan pemanggilan kepada notaris terutama yang berkaitan dengan akta atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan notaris.

Oleh:
NNP
Bacaan 2 Menit
Seminar nasional yang diselenggarakan Pengurus Daerah Kabupaten Tangerang INI dan IPPAT. Foto: NNP
Seminar nasional yang diselenggarakan Pengurus Daerah Kabupaten Tangerang INI dan IPPAT. Foto: NNP
Aparat penegak hukum tidak bisa lagi asal lakukan pemanggilan terhadap notaris. Saat ini, aparat penegak hukum mesti terlebih dahulu mendapat persetujuan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah (MKN Wilayah) untuk kepentingan penyidikan dan proses peradilan atas pengambilan fotokopi minuta akta dan pemanggilan notaris dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta atau protokol notaris.

“Ini upaya menyelamatkan notaris karena ini turunan dari UU Jabatan Notaris (UU Nomor 2 Tahun 2014) yang kita selesaikan dua tahun lalu,” ujar Inspektur Jenderal Kementerian Hukum dan HAM Aidir Amin Daud dalam keynote speech pada seminar nasional yang digelar Pengurus Daerah Kabupaten Tangerang Ikatan Notaris Indonesia (INI) dan IPPAT di Tangerang Selatan, Jumat (26/2).

Pasal 66 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris mengatur bahwa paling lama 30 hari sejak diterimanya surat permohonan pemanggilan, MKN wajib memberikan jawaban menerima atau menolak permohonan tersebut. Sebagai tindak lanjutnya, pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM (kemenkumham) menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris. “Permen ini akhirnya keluar setelah dua tahun penantian,” terang Aidir.

Pasal 1 angka 1 Permenkumham Nomor 7 Tahun 2016 mendefinisikan MKN sebagai “suatu badan yang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan pembinaan notaris dan kewajiban memberikan persetujuan atau penolakan untuk kepentingan penyidikan dan proses peradilan atas pengambilan fotokopi minuta akta dan pemanggilan notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan notaris.”

Dalam aturan itu, dibedakan tugas dan kewenangan antara MKN Pusat dan MKN Wilayah. MKN Pusat bertugas melaksanakan pembinaan terhadap MKN Wilayah melalui fungsi pengawasannya. Sementara, MKN Wilayah bertugas melakukan pemeriksaan terhadap permohonan yang diajukan oleh penyidik, penuntut umum, dan hakim. Pasal 18 ayat (1) huruf b menyatakan MKN Wilayah memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permintaan persetujuan pemanggilan notaris untuk hadir dalam penyidikan, penuntutan, dan proses peradilan.

Secara teknis, permohonan dilakukan secara tertulis dengan bahasa Indonesia yang tembusannya disampaikan kepada notaris bersangkutan yang minimal memuat nama notaris, alamat kantor notaris, nomor akta atau surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol notaris, dan pokok perkara yang disangkakan. Paling lama 30 hari, Ketua MKN Wilayah wajib memberikan jawaban terhadap permohonan tersebut. Sebab, jika telah lewat waktu, maka MKN Wilayah dianggap menerima permintaan persetujuan permohonan tersebut.

“Dulu tidak ada batasnya, sekarang ada batasnya 30 hari harus memberikan jawaban izin atau tidak,” tambah Aidir.

Untuk diketahui, MKN Pusat dan MKN Wilayah akan diisi tujuh orang anggota yang terdiri dari sejumlah unsur, yakni pemerintah, notaris, dan akademisi atau ahli. Pada Rabu, tanggal 24 Februari 2016 lalu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly telah melantik anggota MKN Pusat. Anggota MKN Pusat dari unsur pemerintah, yakni Ambeg Paramarta dan Mualimin Abdi. Lalu Teddy Anggoro dan Ricardo Simanjuntak, keduanya dari unsur ahli dan akademisi. Kemudian dari unsur notaris, ketiganya adalah Adrian Djuaini, Risbert, dan Abdul Syukur Hasan.

Kepada hukumonline, salah satu anggota MKN Pusat Abdul Syukur Hasan mengatakan bahwa pemilihan ketua dan wakil ketua MKN Pusat diharapkan bisa segera ditetapkan. Ia berharap, rapat pertama yang digelar pada awal Maret 2016 nanti setidaknya bisa menetapkan ketua dan wakil ketua. Tak hanya itu, ia juga akan mengusulkan percepatan pembentukan anggota MKN Wilayah dalam rapat pertamanya itu.

“Mungkin di rapat itu akan dibentuk siapa ketua dan wakil ketua. Sebisa mungkin secepatnya lebih baik, mudah-mudahan rabu besok bisa mengusulkan. Targetnya pertengahan Maret 2016 sudah dibentuk. Kita dorong supaya cepat dibentuk karena ujung tombaknya di sana (MKN Wilayah),” kata Abdul yang juga Ketua Bidang Organisasi PP INI.

Sebelumnya, Mahkamah Konsitusi (MK) pernah membatalkan frasa ‘dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah’ pada Pasal 66 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2004. Intinya, MK menilai pemeriksaan proses hukum yang melibatkan notaris tak perlu persetujuan MPD. Terkait dengan itu, Direktur Perdata Ditjen AHU Kemenkumham Daulat Pandapotan Silitonga mengatakan bahwa pertimbangan pemerintah menerbitkan Permenkumham ini lantaran notaris dalam menjalankan profesinya mesti mendapat perlindungan.

Sehingga, tanpa maksud menyimpangi putusan MK itu, pemerintah memandang perlu juga untuk melindungi profesi notaris. “Apakah MKN bapak ibu perlukan? Itulah pertimbangan pemerintah sebagai pejabat publik yang diangkat pemerintah dalam menjalankan profesinya dilindungi seperti minuta akta dan sebagainya. Jika tidak ada perlindungan,bagaimana bisa menjalankan profesinya kalau sedikit-sedikit dipanggil?,” kata Daulat.

Mekanisme Pemeriksaan Notaris
Pasal 24 ayat (5) menyatakan bahwa notaris wajib hadir memenuhi panggilan majelis pemeriksa dan tidak boleh diwakilkan. Dalam hal notaris tidak hadir setelah dipanggil secara sah dan patut sebanyak dua kali berturut-turut, majelis pemeriksa dapat mengambil keputusan terhadap permintaan penyidik, penuntut umum, atau hakim.

Mekanisme pemanggilannya sendiri, Ketua MKN Wilayah paling lambat lima hari sebelum pemeriksaan mengirimkan surat pemanggilan kepada notaris bersangkutan. Dalam hal kedaan yang mendesak, dimungkinkan juga pemanggilan dilakukan melalui faks atau email yang selanjutnya tetap disusul dengan surat pemanggilan.

Jika majelis pemeriksa memberi persetujuan, maka notaris wajib memberikan fotokopi minuta akta atau surat yang diperlukan oleh penegak hukum. Penyerahan fotokopi minuta akta atau surat tersebut mesti dibuatkan berita acara penyerahan yang ditandangani oleh notaris dan penegak hukum yang dsaksikan oleh dua orang saksi.

Pasal 27 ayat (2) menyebutkan juga bahwa MKN Wilayah dapat mendampingi notaris dalam proses pemeriksaan di hadapan penyidik. Selain itu, ketentuan ini juga berlaku bagi notaris pengganti dan pejabat sementara notaris.
Tags:

Berita Terkait