Ini Substansi Peraturan BI Soal Transaksi Lindung Nilai Berbasis Syariah
Berita

Ini Substansi Peraturan BI Soal Transaksi Lindung Nilai Berbasis Syariah

Transaksi lindung nilai berdasarkan prinsip syariah dipercaya dapat menghindari potensi kerugian fluktuasi nilai tukar atas aktivitas pembiayaan dan pengelolaan dana yang menggunakan valas.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Gubernur BI, Agus Martowardojo. Foto: RES
Gubernur BI, Agus Martowardojo. Foto: RES
Bank Indonesia (BI) menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/2/PBI/2016 tentang Transaksi Lindung Nilai Berdasarkan Prinsip Syariah. PBI yang ditandatangani Gubernur BI Agus DW Martowardojo pada 24 Februari itu bertujuan untuk memberikan opsi skema syariah dalam mitigasi risiko perubahan nilai tukar rupiah atas mata uang tertentu di masa yang akan datang.

“Dengan adanya transaksi lindung nilai syariah, dapat dihindari potensi kerugian fluktuasi nilai tukar atas aktivitas pembiayaan atau pengelolaan dana yang menggunakan valuta asing (valas),” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara sebagaimana dilansir dari laman resmi BI, Kamis (3/3).

Menurutnya, aktivitas pembiayaan atau pengelolaan dana yang menggunakan valas itu bisa untuk pembiayaan terkait ekspor impor, layanan haji dan umroh, maupun aktifitas keuangan syariah lainnya yang menggunakan valas. Hal ini dinilai penting, mengingat seluruh aktivitas keuangan syariah dalam valas tersebut terus meningkat setiap tahunnya.

Transaksi lindung nilai syariah ini harus didahului dengan forward agreement yakni saling berjanji (muwa’adah) untuk melakukan transaksi spot dalam jumlah tertentu di masa yang akan datang dengan perhitungan nilai tukar yang disepakati pada saat saling berjanji. Syarat lainnya, transaksi lindung nilai syariah ini dilakukan tidak untuk spekulasi, melainkan berdasarkan kebutuhan nyata.

“Oleh karena itu, dalam transaksi lindung nilai syariah harus terdapat dasar kebutuhan atau underlying transaksi. Underlying transaksi lindung nilai berdasarkan prinsip syariah adalah seluruh kegiatan perdagangan barang dan jasa di dalam dan di luar negeri, dan/atau investasi berupa direct investment, portfolio investment, pembiayaan, modal, dan investasi lainnya di dalam dan luar negeri,” tutur Tirta.

Sedangkan kegiatan penempatan dana pada bank antara lain berupa tabungan, giro, deposito dan Negotiable Certifiacte of Deposit (NCD), kegiatan pengiriman uang oleh perusahaan transfer dana serta fasilitas pembiayaan yang masih belum ditarik antara lain berupa standby financing dan udisbursed financing, tidak termasuk dalam underlying transaksi lindung nilai berdasarkan prinsip syariah.

Dalam aturan ini disebutkan pelaku transaksi lindung nilai syariah terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), Bank Umum Konvensional (BUK) dan nasabah. Transaksi lindung nilai syariah hanya bisa dimohonkan oleh nasabah kepada BUS atau UUS, BUS atau UUS kepada BUS lainnya atau UUS lainnya, serta BUS atau UUS kepada BUK.

Setiap transaksi lindung nilai syariah wajib memiliki underlying transaksi dan disertai dokumen yang tak bertentangan dengan prinsip syariah. Pemohon transaksi lindung nilai syariah jugwa wajib menyertakan dokumen pendukung berupa fotokopi dokumen indentitas pemohon dan fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Pernyataan tertulis bermaterai cukup yang ditandatangani oleh pihak berwenang dari pemohon atau pernyataan tertulis yang authenticated dari pemohon yang memuat informasi mengenai keaslian dan kebenaran dokumen underlying transaksi serta jumlah kebutuhan, tujuan penggunaan dan tanggal penggunaan mata uang jika dokumen underlying transaksinya berupa perkiraan.

Dalam aturan ini juga diserta beberapa sanksi. Mulai dari sanksi administrasi berupa teguran tertulis, hingga kewajiban membayar sebesar satu persen dari nominal transaksi yang dilanggar untuk setiap pelanggaran dengan jumlah paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp1 miliar, tergantung jenis pelanggaran yang dilakukan para pemohon transaksi lindung nilai syariah.

“Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” demikian aturan yang diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pada 26 Februari 2016 itu.
Tags:

Berita Terkait