Advokat Ini Sempat Bertanya ke Siapa Andri Mengurus Salinan Putusan Kasasi
Berita

Advokat Ini Sempat Bertanya ke Siapa Andri Mengurus Salinan Putusan Kasasi

Namun, Andri tidak pernah menyampaikan dan hanya menyanggupi.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Kasubdit Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata Khusus Mahkamah Agung Andri Tristianto Sutrisna keluar mobil tahanan menuju Gedung KPK, Jakarta, Jumat (26/2). Andri Tristianto diperiksa sebagai tersangka terkait kasus dugaan menerima suap untuk penundaan pengiriman salinan putusan kasasi perkara korupsi di MA.
Kasubdit Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata Khusus Mahkamah Agung Andri Tristianto Sutrisna keluar mobil tahanan menuju Gedung KPK, Jakarta, Jumat (26/2). Andri Tristianto diperiksa sebagai tersangka terkait kasus dugaan menerima suap untuk penundaan pengiriman salinan putusan kasasi perkara korupsi di MA.
Pengacara Awang Lazuardi Embat, Syarief Hidayatullah mengatakan kliennya menyadari bahwa Kasubdit Kasasi Perdata Mahkamah Agung (MA), Andri Tristianto Sutrisna tidak memiliki wewenang untuk menunda penyerahan salinan putusan kasasi perkara korupsi Ichsan Suaidi. Oleh karena itu, Awang sempat menanyakan kepada siapa Andri akan mengurus hal tersebut.

"Andri tidak memberitahukan dengan siapa dia punya link. Tidak disampaikan. Jadi, Awang juga menanyakan, ke siapa nanti proses itu akan bermuara. Namun, Andri tidak menyampaikan. Hanya dia menyanggupi untuk  membantu proses penundaan penurunan berkas putusan kasasi," katanya usai mendampingi Awang di KPK, Jumat (11/3).

Awang merupakan pengacara perusahaan Ichsan. Berdasarkan catatan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI), Awang mulai berpraktik sebagai pengacara sejak tahun 1991. Pria kelahiran Surabaya, 29 Januari 1963 ini tercatat dengan nomor keanggotaan 91.10180 sebagai anggota Dewan Pimpinan Cabang PERADI Malang.

Syarief menjelaskan, Awang sudah mengenal Andri sekitar Mei 2015. Awang dikenalkan oleh seorang temannya kepada Andri di Jawa Barat. Awalnya, Ichsan mendapatkan kabar putusan kasasinya akan segera turun. Ichsan berkeinginan agar penyerahan salinan putusan kasasi dari MA ke Pengadilan Negeri (PN) Mataram ditunda.

Sebab, lanjut Syarief, Ichsan juga sedang menyiapkan diri untuk pengajuan peninjauan kembali (PK). Atas keinginan Ichsan tersebut, berkembang wacana mengenai bagaimana langkah konkrit untuk menunda penyerahan salinan putusan ke PN Mataram. Awang meneruskan keinginan Ichsan kepada Andri yang telah dia kenal sebelumnya.

"Awang ini kan hanya kenal Andri. Dan Andri waktu itu gayung bersambut menyanggupi walau posisinya bukan di bagian pidana khusus. (Muncul angka Rp400 juta untuk mengurus penundaan salinan putusan?) Kalau dari pengakuan Awang, memang Rp400 juta angka yang diminta Andri. Andri yang memasang angka Rp400 juta," ujarnya.

Setelah angka Rp400 juta disepakati, menurut Syarief, Ichsan melalui Awang memberikan uang Rp400 juta kepada Andri. "Jadi, ini maunya Ichsan. Ichsan meminta tolong putusan itu kalau bisa di-pending proses pengirimannya. Awang mencoba menghubungkan dengan Andri, dan Andri kebetulan menyanggupi untuk membantu," terangnya.

Namun, pasca pemberian uang, Awang, Andri, dan Ichsan ditangkap petugas KPK. Hingga kini, belum diketahui dengan siapa Andri "bekerja sama" dalam menjalankan aksinya. Pasalnya, Andri selaku Kasubdit Kasasi Perdata MA tidak memiliki wewenang untuk menunda penyerahan salinan putusan kasasi perkara korupsi.

Mengenai dugaan keterlibatan pihak lain di MA, beberapa waktu lalu sudah dibantah Andri. "Tidak ada pejabat lain yang terlibat. Semua akan saya ungkap di persidangan," tuturnya. Andri juga menegaskan, uang Rp500 juta yang ditemukan KPK di kediamannya bukan uang suap dan tidak ada hubungannya dengan pekerjaannya sebagai Kasubdit Kasasi Perdata MA.

Sebagaimana diketahui, KPK menduga ada keterlibatan pihak lain di MA dalam kasus dugaan suap Andri. Penyidik tengah mendalami dugaan tersebut karena ada indikasi Andri tidak "bermain" seorang diri. Andri sebagai Kasubdit Kasasi Perdata MA bukan lah pihak yang berwenang menunda salinan putusan perkara korupsi Ichsan.

Putusan dimaksud adalah putusan perkara korupsi Labuan Haji Lombok Timur yang diputus oleh majelis hakim agung, Artidjo Alkostar, MS Lumme, dan Krisna Harahap. Awalnya, terdakwa Ichsan diputus dengan pidana penjara selama 1,5 tahun oleh pengadilan tingkat pertama berdasarkan putusan No.36/Pid.Sus-TPK/2014/PN Mtr.

Ichsan mengajukan banding, lalu kasasi, hingga putusannya pun diperberat menjadi lima tahun penjara di tingkat kasasi. Tidak hanya itu, Ichsan juga dibebankan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp4 miliar. Kasasi tersebut diputus oleh tiga hakim agung, Artidjo, MS Lumme, dan Krisna pada 9 September 2015.

Putusan ini lah yang diduga "dikomersialisasi" oleh Andri. Ichsan bersama pengacaranya, Awang diduga meminta Andri untuk menunda penyerahan salinan putusan kasasi ke pengadilan negeri pengaju, yaitu PN Mataram. Untuk penundaan penyerahan salinan putusan itu, Ichsan melalui Awang diduga memberikan Rp400 juta kepada Andri.
Tags:

Berita Terkait