Gatot Pujo dan Istrinya Terima Divonis Bersalah
Berita

Gatot Pujo dan Istrinya Terima Divonis Bersalah

Gatot meminta maaf kepada masyarakat Sumut.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Terdakwa kasus suap hakim dan panitera PTUN Medan, Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti tetap menunjukkan sikap romantis saat menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/3). Hakim memvonis Gatot 3 tahun penjara dan Evy 2,5 tahun serta denda masing-masing Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Terdakwa kasus suap hakim dan panitera PTUN Medan, Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti tetap menunjukkan sikap romantis saat menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/3). Hakim memvonis Gatot 3 tahun penjara dan Evy 2,5 tahun serta denda masing-masing Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Gubernur Sumatera Utara (Sumut) nonaktif Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti menerima putusan majelis hakim. "Saya beserta istri, dengan permohonan maaf yang sebesar-besarnya terhadap masyarakat Sumatera Utara, kepada bangsa dan negara, saya menerima putusan hakim," katanya usai pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/3).

Majelis hakim yang diketuai Sinung Hermawan menghukum Gatot dan Evy dengan pidana penjara masing-masing selama tiga tahun dan 2,5 tahun. Gatot dan Evy juga dihukum membayar denda masing-masing Rp150 juta. Apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.

Sinung menyatakan, Gatot dan Evy terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 6 ayat (1) huruf a jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Status justice collaborator Gatot dan Evy dipertimbangkan majelis sebagai hal meringankan.

Dalam pertimbangannya, majelis berpendapat, Gatot dan Evy bersama-sama OC Kaligis dan M Yagari Bhastara Guntur alias Gary terbukti memberikan Sing$5 ribu dan AS$15 ribu kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Tripeni Irianto Putro, serta AS$5 ribu masing-masing kepada hakim Dermawan Ginting dan Amir Fauzi.

Gatot dan Evy terbukti pula memberikan uang AS$2 ribu kepada panitera PTUN Medan, Syamsir Yusfan. Pemberian uang-uang tersebut, menurut majelis, dimaksudkan untuk mempengaruhi putusan permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumut yang diajukan OC Kaligis selaku kuasa hukum anak buah Gatot, Ahmad Fuad Lubis.

Permohonan pengujian kewenangan itu diajukan berdasarkan UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan atas penyelidikan tentang dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial, Bantuan Daerah Bawahan, Bantuan Operasional Sekolah, pencarian Dana Bagi Hasil, dan penyertaan modal di sejumlah BUMD Sumut.

Atas pemberian uang-uang itu, majelis yang diketuai Tripeni, serta beranggotakan Dermawan dan Amir mengabulkan sebagian permohonan OC Kaligis. Majelis mengabulkan permohonan OC Kaligis untuk membatalkan surat pemanggilan permintaan keterangan yang dilayangkan Kejaksaan Tinggi Sumut terhadap Fuad.

Tidak hanya terbukti menyuap hakim dan panitera PTUN Medan. Hakim anggota Sigit Herman Binaji mengatakan, Gatot dan Evy juga terbukti memberikan Rp200 juta kepada Patrice Rio Capella yang merupakan anggota Komisi III DPR sekaligus Sekretaris Jenderal Partai Nasional Demokrat (NasDem) melalui Fransisca Insani Rahesti alias Sisca.

Bermula dari adanya surat panggilan permintaan keterangan yang dilayangkan Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada Fuad dan Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Provinsi Sumut, Sabrina. Dalam surat itu, nama sudah Gatot disebutkan sebagai tersangka atau orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi.

Khawatir akan mengarah pada keterlibatan Gatot, Evy mendapat masukan dari anak buah OC Kaligis, Yulius Irawansyah alias Iwan agar melakukan pendekatan partai dengan cara islah. Pendekatan partai diperlukan karena permasalahan tersebut dipicu akibat ketidakharmonisan Gatot dengan Wakil Gubernur Sumut, Tengku Erry Nuradi yang berasal dari NasDem.

Akhirnya, Evy mencari jalan ke luar dengan meminta bantuan OC Kaligis dan Rio untuk menjembatani islah antara Gatot dan Erry karena ketiganya sama-sama pengurus NasDem, yakni OC Kaligis sebagai Ketua Mahkamah Partai, Erry sebagai Ketua DPD NasDem Sumut, serta Rio sebagai Sekjen NasDem dan anggota Komisi III DPR.

"Sehingga dalam pikiran Gatot dan Evy, ketiganya (OC Kaligis, Rio, dan Erry) bisa mudah berkomunikasi membantu islah karena yang ada dalam pikiran Gatot dan Evy, perkara dugaan korupsi yang sedang diselidiki Kejagung dan Kejaksaan Tinggi Sumut bersumber dari ketidakharmonisan Gatot dan Erry," ujar Sigit.

Selain itu, Gatot juga meminta bantuan Rio untuk mendudukan persoalan Gatot di Kejagung. Rio diyakini bisa membantu permasalah yang dihadapi Gatot di Kejagung karena Rio pernah menyampaikan bahwa saat pencalonan Jaksa Agung, dia merupakan salah satu kandidatnya. Namun, dengan berbagai pertimbangan, bukan Rio yang dipilih.

"Meyakini Rio adalah petinggi NasDem dan anggota DPR yang bisa membantu, Gatot dan Evy memenuhi yang diartikan sebagai permintaan uang Rp200 juta oleh Rio melalui rekannya, Sisca yang sedang magang di kantor OC Kaligis. Penyerahan uang dilakukan Evy dengan sepengetahuan dan sepersetujuan Gatot," terang Sigit.

Penyerahan uang dilakukan satu hari setelah islah Gatot dan Erry di kantor DPP NasDem. Dimana, dalam islah yang dihadiri oleh Ketua Umum NasDem Surya Paloh, disepakati untuk memperbaiki hubungan komunikasi Gatot dan Erry. Dua hari setelah penyerahan uang, Evy bertemu Rio dan Sisca di salah satu cafe di Kartika Candra.

Sigit mengungkapkan, Evy kembali meminta Rio untuk mendudukan perkara Gatot di Kejagung. Atas permintaan Evy, Rio menyampaikan akan menjalin komunikasi dengan Kejagung setelah kembali umroh. Namun, berselang beberapa waktu, Gary ditangkap KPK. Mendengar kabar itu, Rio langsung berupaya mengembalikan uang Rp200 juta ke tangan Sisca.

Dengan demikian, majelis berkesimpulan semua unsur dalam dakwaan kesatu alternatif pertama dan kedua alternatif kedua telah terpenuhi. Akan tetapi, majelis mempertimbangkan sikap Gatot dan Evy yang berterus terang, mengakui, dan menyesali perbuatannya sebagai pertimbangan meringankan dalam penjatuhan pidana.
Tags:

Berita Terkait