Direktur Soegih Interjaya Didakwa Menyuap Pejabat Pertamina
Berita

Direktur Soegih Interjaya Didakwa Menyuap Pejabat Pertamina

Meski keberatan, terdakwa tidak mengajukan eksepsi.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Direktur Soegih Interjaya Muhammad Syakir di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: NOV
Direktur Soegih Interjaya Muhammad Syakir di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: NOV
Penuntut umum KPK, Irene Putrie mendakwa Direktur PT Soegih Interjaya (SI) Muhammad Syakir menyuap Direktur Pengolahan PT Pertamina (Persero) Suroso Atmomartoyo sebesar AS$190 ribu. Pemberian uang itu dimaksudkan agar Suroso berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

"Supaya Suroso menyetujui Octel (The Associated Octel Company Limited yang berubah menjadi Innospec Limited) melalui PT SI menjadi penyedia/pemasok Tetraethyl Lead (TEL) untuk kebutuhan kilang-kilang milik PT Pertamina periode Desember 2004 dan 2005," katanya saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (28/3).

Irene menjelaskan, sejak 1982, Octel selaku produsen TEL menunjuk PT SI menjadi agen tunggal penjualan TEL di Indonesia dengan kompensasi komisi. TEL merupakan bahan aditif yang memiliki tingkat racun tinggi dan berfungsi sebagai aditif agar mesin tidak berbunyi, serta meningkatkan nilai oktan pada bahan bakar.

Namun, penggunaan TEL ternyata dapat menyebabkan hambatan pada lapisan katalis konverter, sehingga menghasilkan gas berbahaya dari hasil pembakaran bahan bakar. Di satu sisi, pembakaran TEL juga menghasilkan gas berbahaya dengan level yang sangat membahayakan bagi kesehatan.

Meski begitu, pada 2003, Octel dan Pertamina membuat perjanjian kerja sama dalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU) yang pada intinya menyepakati pembelian TEL akan dilakukan dalam periode 2003 sampai dengan maksimal September 2004 dengan harga AS$9.975 permetrik ton.

Dalam waktu bersamaan, pemerintah Indonesia mencanangkan proyek langit biru yang salah satu programnya adalah penghapusan timbal (TEL) dalam bensin dan solar di dalam negeri per 31 Desember 2004. Sementara, pelaksanaan program secara menyeluruh ditargetkan dapat terlaksana pada pertengahan 2005.

Pada Mei 2003, Syakir atas perintah Willy Sebastian Lim menyampaikan kepada Miltos Papachristos tentang rencana penerapan proyek langit biru, serta strategi untuk memperlambat proses penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri ESDM, Menteri Negara Kelestarian Lingkungan Hidup (KLH), dan Menteri Keuangan terkait proyek langit biru.

Selain itu, lanjut Irene, mereka mencari cara untuk memperpanjang penggunaan TEL di Indonesia dengan mengusahakan penggunaan Plutocen sebagai oktan alternatif yang diikuti dengan permintaan imbalan uang untuk para pejabat Pertamina dengan alasan perusahaan lain pemasok Plutocen kepada Pertamina melakukan pemberian imbalan yang sama.

Setelah menerima pesan Willy, Miltos menyampaikan kepada Syakir bahwa pihak Octel akan memberikan uang yang disebut dengan "Indonesian Fund". Syakir menyampaikan kepada David P Turner, ada perusahaan pemasok TEL lain bernama TDS Chemical Co. Ltd yang memiliki penawaran lebih murah dari Octel, yaitu AS$9.250 permetrik ton.

"Demi mempertahankan Octel sebagai pemasok tunggal TEL guna kebutuhan kilang-kilang di Pertamina, pada tanggal 30 Desember 2003, terdakwa bersama Willy dan David melakukan upaya agar TDS Chemical Co. Ltd tidak mendapatkan kontrak pengadaan TEL untuk kilang-kilang Pertamina," ujar Irene.

Mengingat MoU pengadaan TEL antara Pertamina dan Octel segera berakhir pada September 2004, Koordinator PPL Pertamina Herry Sucipto mengirimkan surat kepada Direktur Utama Pertamina yang isinya menyebutkan ada dua alternatif pengadaan TEL periode September-Desember 2004, yaitu melalui TDS dan Octel.

Selanjutnya, pada Juli 2004, PT SI yang diwakili oleh Syakir dan Willy melakukan negosiasi harga dengan Pertamina yang diwakili Suroso, Djohan Sumarjanto, dan Satya Nugraha. Dalam negosiasi itu, PT SI selaku agen Octel menolak menurunkan harga yang diminta Pertamina dan mempertahankan harga AS$9.975 permetrik ton.

Tak lama, pada Agustus 2004, Suroso diangkat menjadi Direktur Pengolahan Pertamina. Suroso memiliki kewenangan untuk menandatangani dan menyetujui pembelian TEL oleh Pertamina. Suroso juga berwenang menyetujui harga TEL hasil negosiasi dengan perusahaan penyedia sebelum mendapat persetujuan Direktur Utama Pertamina.

Irene mengungkapkan, dengan adanya perubahan Direksi Pertamina, Willy melalui email memberi tahu Miltos dan menyampaikan rencananya untuk meminta Suroso agar tetap menyetujui Octel melalui PT SI sebagai pemasok TEL di Pertamina. Untuk itu, Willy meminta sejumlah dana kepada Dennis J Kerisson dan David guna diberikan kepada Suroso.

"Dalam rangka mempercepat proses, pemberiannya akan menggunakan dana milik Willy  terlebih dahulu. David melaporkan usulan terdakwa kepada Paul Jennings dan sebagai tindak lanjut, Willy dan David merencanakan pertemuan antara Suroso, terdakwa, dan Paul di Jakarta untuk mengatur cara agar Octel tetap menjadi pemasok TEL di Pertamina," terangnya.

Alhasil, Willy dan Syakir melakukan pertemuan dengan Suroso di kantor Pertamina pada November 2004. Syakir menyampaikan kepada Suroso bahwa pengiriman TEL dengan total 450 metrik ton dihargai AS$11 ribu permetrik ton. Suroso menyetujui dengan syarat Willy memberikan fee AS$500 permetrik ton. Willy pun menyetujui.

Tidak hanya Willy, Irene menambahkann, David juga menyetujui pemberian fee kepada Suroso. Bahkan, jika berhasil memperpanjang kontrak TEL hingga tahun 2005, pihak Octel akan melakukan pembayaran kepada Suroso, dimana pembayaran itu diambilkan dari komisi yang dibayarkan Octel kepada PT SI.

Menindaklanjuti kesepakatan penggunaan TEL dan pemberian fee, Suroso meminta persetujuan Direksi Pertamina untuk melakukan proses pengadaan dengan menunjuk PT SI. Berdasarkan memorandum yang dibuat Suroso, Direksi Pertamina menyetujui proses pengadaan TEL untuk keperluan kilang pertamina dengan menunjuk PT SI.

"Untuk merealisasikan pemberian fee, pada 17 Januari 2005, atas rekomendasi Willy, Suroso membuka rekening pada United Overseas Bank (UOB) Singapura. Lalu, Willy mengirimkan uang fee hasil penjualan TEL oleh PT SI ke rekening milik Suroso di Bank UOB Singapura sejumlah AS$190 ribu," tutur Irene.

Menurut Irene, selain pemberian fee, Willy juga membayarkan biaya perjalanan Suroso ke London. Begitu pula David yang membayarkan fasilitas menginap untuk Suroso di Hotel May Fair Radisson Erwardian untuk tanggal 23-26 April 2005 sebesar £749,66, serta fasilitas menginap di Hotel Manchester UK pada 27 April 2005 sebesar £149,50.

Atas perbuatannya, Syakir didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP atau Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Untuk diketahui, perkara Willy sudah diputus dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap, sedangkan Suroso divonis lima tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada Oktober 2015. Sementara, David, Paul, Dennis, dan Miltos yang semuanya adalah pejabat Octel juga telah diputus oleh Pengadilan di Court Crown at Southwark United Kingdom.

Menanggapi dakwaan, Syakir melalui pengacaranya, Sastrianta Sembiring mengatakan tidak akan mengajukan eksepsi atau nota keberaran. "Secara eksepsi kami tidak mengajukan, meski kami keberatan dengan isi dakwaan. Nanti akan kami ajukan dalam pembelaan (pledoi) kami kelak," tandasnya.
Tags:

Berita Terkait