Plus Minus Pilkada Serentak, Ini Solusinya
Berita

Plus Minus Pilkada Serentak, Ini Solusinya

Revisi dinilai sebagai jalan paling tepat menyelesaikan masalah yang muncul dari UU yang lahir karena tergesa-gesa.

Oleh:
Nazma Swastika Aries (ManifesT FH Brawijaya)
Bacaan 2 Menit
Kuliah Tamu Hukum Tata Negara FH Brawijaya. Foto: Istimewa
Kuliah Tamu Hukum Tata Negara FH Brawijaya. Foto: Istimewa
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyebutkan bahwa pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak berguna sebagai satu instrumen konsolidasi demokrasi lokal dan alat penegasan sistem presidensial di Indonesia. Sayangnya, hal ini belakangan menuai banyak kontroversi.

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, di satu sisi pilkada serentak memberikan efek praktis, namun di sisi lain perhelatan ini justru bisa menimbulkan mudharat sebab pelaksanaannya tidak dipersiapkan secara matang. Beberapa hal telah luput dari pertimbangan dan proses formulasi regulasi.

“Undang-Undang (Pilkada) tersebut lahir dalam waktu yang relatif singkat. Hanya kurang dari satu bulan pembahasannya. Sehingga pengaturan sistem pemilihan jadi kurang komprehensif,” ujar Titi dalam Kuliah Tamu yang diselenggarakan bidang Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, di Malang, Kamis (31/3).

Karena keterbatasan undang-undang tersebut, maka solusi yang paling tepat menurut Titi adalah dilakukan revisi. “Revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan UU Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Pilkada) Menjadi Undang-Undang sangat perlu dilakukan,” tegasnya.

Sebagaimana diketahui, sebelumnya telah dilakukan perubahan dan beberapa penambahan subtansi UU Nomor 1 Tahun 2015 melalui UU Nomor 8 Tahun 2015. Namun, Titi menilai, perubahan ini tidak menghasilkan perbaikan. Oleh karena itu, ke depan, ia berharap revisi terharap UU Pilkada serentak bisa benar-benar dilakukan secara komprehensif.

“Revisi harus disertai dengan kajian mendalam terhadap persoalan yang diprediksi akan terjadi dan cara mengatasinya. Catatan persoalan dalam pilkada serentak yang telah dilaksanakan baiknya juga dijadikan bahan,” terang Titi di hadapan puluhan mahasiswa yang hadir pagi itu.

Senada dengan Titi, Komisioner DivisiHukum, SDM, Pengawasan dan Organisasi KPU Kota Surabaya, Purnomo S Pringgodigdo sepakat bahwa setiap persoalan yang muncul dalam pilkada serentak baiknya dikaji secara mendalam. Sehingga, penyelesaian masalah dapat dilakukan secara tepat. “Depend on the problem,” tandasnya.

Purnomo berharap revisi dapat dilangsungkan untuk memperbaiki jalannya pilkada serentak berikutnya. Sebagai salah satu pelaksana pilkada serentak pertama pada 9 Desember 2015 silam, ia mengaku cukup gerah dengan persoalan yang muncul saat pelaksanaan Pilkada Walikota Surabaya.

Lima Poin Revisi
Titi menjelaskan, setidaknya terdapat lima poin rekomendasi revisi UU Nomor 8 Tahun 2015. Pertama, membebankan biaya penyelenggaran pilkada serentak kepada APBN dengan proposionalitas kebutuhan sesuai daerah masing-masing. Kedua, definisi pemilih sebagai orang yang sudah pernah kawin dihapuskan agar tidak memicu pembenaran perkawinan usia dini, serta hak pilih bagi penyandang disabiltas mental dikembalikan.

Ketiga, perlu dilakukan penyederhanaan terhadap lembaga penyelesaian sengketa pencalonan. Keempat, dalam hal pencalonan dengan polemik yang amat kompleks, Perludem merekomendasikan agar mekanisme pencalonan harus melibatakan partisipasi anggota partai politik di level daerah dan melibatkan KPU sebagai verifikator. Sementara syarat dukungan perseorangan dipermudah dengan basis data berdasarkan daftar pemilih pemilu terakhir serta ambang batas syarat pun diturunkan.

Kelima, kampanye yang dibiayai oleh negara hanya melingkupi debat publik dan iklan di media massa.“Alat peraga dan bahan kampanye diserahkan kembali ke masing-masing pasangan calon dan partai politik, tapi lokasi pemasangan ukuran dan batas maksimal harus ditentukan oleh KPU,” ungkap Titi.

**Artikel ini merupakan bagian dari Program Rechtschool yang dilaksanakan oleh Hukumonline berkolaborasi dengan para Mitra Rechtshool yang terdiri dari lima organisasi pers fakultas hukum ternama di Indonesia yakni Mahkamah FH Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta), Vonis FH Universitas Padjadjaran (Bandung), Media FH Universitas Sriwijaya (Palembang), LPMH Eksepsi FH Universitas Hasanuddin (Makassar), dan Manifest FH Universitas Brawijaya (Malang).
Tags:

Berita Terkait