Ikut Jemput Buron BLBI, Jaksa Agung Malah Tuai Kecaman
Berita

Ikut Jemput Buron BLBI, Jaksa Agung Malah Tuai Kecaman

Nilai kerugian negara 13 tahun lalu yang dikembalikan terbilang kecil, bila dibandingkan dengan nilai tukar dolar saat ini.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Jaksa Agung HM Prasetyo. Foto: RES
Jaksa Agung HM Prasetyo. Foto: RES
Kepulangan buron 13 tahun, kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono, Kamis (21/4), malam mendapat perhatian masyakat luas. Jaksa Agung HM Prasetyo pun berada di Bandara Halim Perdana Kusuma dalam rangka melakukan penjemputan. Namun langkah Jaksa Agung mengundang cibiran dari sejumlah kalangan anggota dewan.

Anggota Komisi III Supratman Andi Agtas berpandangan mestinya pejemputan terhadap Samadikun dilakukan dengan wajar tanpa berlebihan. Ironisnya, Samadikun yang notabene buronan selama 7 tahun menetap di Tiongkok itu tanpa diborgol ketika menapakan kaki di Bandara Halim Perdana Kusuma.

“Saya harap ke depan tidak seperti itu lagi,” ujarnya di Jakarta Jumat (22/4).

Meski memberikan apresiasi atas tertangkapnya Samadikun, peristiwa penjemputan seolah memberi kesan memanjakan koruptor. Pasalnya itu tadi, Samadikun bak warga negara yang tidak memiliki beban dan persoalan hukum. Ya, dengan tidak diborgol itulah terkesan memanjakan koruptor ketika sampai di Jakarta.

“Tolong jangan memanjakan para koruptor itu tidka bisa kita hinder, apalagi dengan mempersilakan yang bersangkutan tidak diborgol dan sebagainya,” ujarnya.

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu lebih jauh berpandangan dengan memperlakukan buronan kasus korupsi masyarakat dapat menilai terjadi perbedaan perlakuan. Ia khawatir masyarakat dapat menafsirkan hukum berlaku hanya tajam ke bawah. “Tapi tumpul ke atas, bahwa ada perlakuan-perlakuan khusus itu harus dihindari oleh aparat penegak hukum,” ujarnya.

Anggota Komisi III lainnya Sarifudin Sudding berpandangan narapidana berstatus buron yang melarikan diri ke negara luar tak pantas diperlakukan istimewa ketika kembali ke Indonesia. Sebaliknya terhadap semua koruptor buron mesti mempertanggungjawabkan perbuatannya sama di depan hukum, tanpa berlebihan perlakuan penegak hukum.

Sudding menilai koruptor berstatus buron tak layak diperlakukan istimewa. Pasalnya selama proses hukum kala itu, koruptor tak bersikap kooperatif. Samadikun, mestinya diberlakukan sama halnya dengan pelaku kejahatan lainnya. Termasuk diberlakukan pemborgolan saat dilakukan penangkapan agar tidak melarikan diri.

Politisi Partai Hanura itu berpandangan, seharusnya Samadikun diperlakukan sama seperti pelaku kejahatan yang lain, yakni diborgol saat ditangkap. Apalagi, kata dia, Samadikun telah merampok uang negara yang berimplikasi kepada kehidupan masyarakat. “Yang terjadi dengan Samadikun dengan tidak diborgol sangat disayangkan,” ujarnya.

Anggota Komisi III lainnya Wihadi Wiyanto mengkritik hal yang sama. Ia menilai Jaksa Agung tidak seharusnya menjemput buronan belasan tahun yang melarikan diri ke luar negeri setiba di tanah air. Memang tidak adanya aturan laranan Jaksa Agung hadir di Bandara saat kedatangan buronan yang berhasil ditangkap. “Tapi kenapa harus Jaksa Agung sendiri yang menjemput, apa istimewanya Samadikun?,” ujarnya.

Ia menilai bila alasan kesanggupan Samadikun dalam pengembalian kerugian negara  sebesar Rp.169 miliar menjadi alasan perlakuan istimewa tak dapat dibenarkan. Pasalnya nilai Rp169 miliar saat ini terbilang kecil bila diandingkan dengan pengemplangan dana BLBI beberapa tahun silam. Terlebih, aset Samadikun di Indonesia sudah triliunan.

“Jadi dia kembali membayar kerugian negara 13 tahun yang lalu, nilainya adalah menjadi kecil untuk saat ini. Jadi, kalau Jaksa Agung menyambut itu sungguh terlalu mengistimewakan buronan,” pungkas politisi Gerindra itu.
Tags:

Berita Terkait