UMKM Harus Rencanakan Pengelolaan HKI Sejak Awal
Utama

UMKM Harus Rencanakan Pengelolaan HKI Sejak Awal

Hak kekayaan intelektual merupakan aset yang berpengaruh signifikan terhadap pengembangan bisnis UMKM.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
praktisi sekaligus akademisi di bidang HKI, Ranggalawe Suryasaladin. Foto: Twitter @easybizID
praktisi sekaligus akademisi di bidang HKI, Ranggalawe Suryasaladin. Foto: Twitter @easybizID
Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan salah satu sokoguru perekonomian Indonesia. Daya saing UMKM perlu terus ditingkatkan agar mendorong pertumbuhan ekonomi. Perlindungan tak selamanya bisa menjamin UMKM bisa berkembang. Salah satu kunci peningkatan daya saing UMKM adalah dengan memanfaatkan sistem hak kekayaan intelektual (HKI).

Demikian kesimpulan yang mengemuka dan mini workshop yang diselenggarakan Easybiz di Jakarta, Sabtu (23/4). Dalam kesempatan itu, praktisi sekaligus akademisi di bidang HKI, Ranggalawe Suryasaladin, mengingatkan sudah saatnya bagi para pelaku UMKM menyadari bahwa sistem HKI sangat bermanfaat bagi perkembangan bisnis.

Ia mengatakan, hak eksklusif yang didapatkan dari pendaftaran HKI merupakan aset yang sangat berharga. “Perusahaan UMKM sudah seharusnya memahami manfaat yang didapat dari sistem HKI bagi perkembangan bisnis mereka. HKI ini pengaruhnya signifikan bagi perkembangan bisnis,” ungkapnya.

Ranggalawe mengatakan banyak manfaat yang bisa didapat dari pengelolaan HKI oleh pelaku UMKM. Misalnya, hak eksklusif meningkatkan bonafiditas produknya. Sebab, merek atau paten yang didaftarkan hanya dimiliki oleh pelaku usaha bersangkutan.

Selain itu, pendaftaran HKI juga menurut Rangga dapat menjadi insentif untuk berinovasi sehingga mendorong peningkatan daya saing. Sebab, HKI yang didaftarkan bisa menumbuhkan iklim kopetisi yang sehat, berupa perlombaan untuk saling memacu kualitas produk melalui inovasi Pada akhirnya hal ini juga berimbas pada peningkatan kapasitan dan kemampuan untuk pencipta karya atau pemilik merek.

“Sistem HKI juga menjadi sarana bagi hubungan interpersonal dengan konsumen dengan jalan membuat ciri dan identitas produk. Selain itu, pelaku UMKM pun mendapatkan Kepastian hukum dan hak bagi produknya,” kata Ranggalawe.

Lebih lanjut Ranggalawe menuturkan, selama ini kesadaran mengenai perlindungan HKI bagi UMKM biasanya muncul terlambat. Ia mengatakan, biasanya para pelaku UMKM baru menilai perlunya pendaftaran HKI ketika bisnis mereka berkembang. Sayangnya, di saat bersamaan telah ada pelaku usaha lain yang melakukan pendaftaran untuk jenis hak yang sama.

Menurut Ranggalawe sebaiknya pengelolaan HKI sudah menjadi bagian dari rencana pelaksanaan bisnis sejak awal. Sehingga, kerugian akibat keterlambatan perlindungan HKI bisa diantisipasi. “Harusnya pengelolaan HKI sudah menjadi perencanaan dari awal,” ungkapnya.

Selain masalah kesadaran, Ranggalawe juga menilai bahwa pengetahuan mengenai jenis HKI yang bisa dikelola juga menjadi salah satu kendala yang dihadapi UMKM. Ia mengakui, kebanyakan pelaku UMKM tidak memahami apa jenis HKI yang sesuai dengan produknya, apakah hak cipta, paten, atau merek. Sehingga, salah satu solusi yang menurut Ranggalawe harus dilakukan adalah peningkatan intensitas sosialisasi mengenai hal tersebut.

“Pelaku UMKM harusnya mampu melakukan pengelolaan HKI. Mulai dari identifikasi HKI apa yang bisa dimiliki. Kemudian, melakukan pendaftarannya. Selanjutnya, melakukan komersialisasi atas hak eksklusif yang sudah didapatkan,” ujarnya.

Rangka mengatakan, jika UMKM telah memiliki hak eksklusif yang terdaftar maka bukan tidak mungkin jika pengembangan bisnisnya tak hanya melalui penjualan produk. Ia menilai, HKI yang dimiliki juga bisa dikomersialisasikan. Misalnya, dengan menjual lisensi atas kualitas produknya.

Senada dengan Ranggalawe, Direktur Pengembangan Bisnis Easybiz Leo Faraytody mengakui bahwa HKI seharusnya menjadi aset yang dilindungi sejak awal. Terlebih, pengurusan pendaftaran HKI menurut Leo pun tidak rumit. Biaya yang harus dikeluarkan juga tak terlalu besar. Artinya, dari segi teknis seharusnya tidak ada kendala berarti bagi pelaku UMKM untuk mendaftarkan HKI yang dimiliki.

Kendati demikian, Leo berpandangan tetap perlu insentif yang lebih menarik dari pemerintah agar pelaku UMKM semakin terdorong melakukan pengelolaan HKI. Ia mencontohkan, pembayaran pendapatan negara bukan pajak (PNBP) yang harus dibayarkan oleh pelaku UMKM saat mendaftar bisa ditekan lagi. Menurut Leo, saat ini biaya yang diperlukan sekitar Rp1 juta, namun jika ada surat rekomendasi dari dinas UMKM setempat bisa menjadi Rp650 ribu.

“Misalnya biayanya jadi hanya RP500 ribu atau bahkan di bawah itu. Kemudian proses birokrasinya dibuat semakin mudah dan sederhana. Tetapi, kalau untuk jangka waktu menurut saya sulit dibuat lebih cepat. Sebab, harus ada pemeriksaan berkas dengan saksama,” pungkansya.
Tags:

Berita Terkait