Nilai Barang Sitaan Merosot Akibat Lambatnya Salinan Putusan, Ini Inovasinya
Berita

Nilai Barang Sitaan Merosot Akibat Lambatnya Salinan Putusan, Ini Inovasinya

KPK minta barang sitaan bisa dilelang terlebih dahulu tanpa menunggu putusan inkracht.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Nilai Barang Sitaan Merosot Akibat Lambatnya Salinan Putusan, Ini Inovasinya
Hukumonline
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengungkapkan, lambatnya salinan putusan menjadi salah satu permasalahan KPK dalam melelang barang sitaan/rampasan perkara korupsi. Padahal, ada jenis barang sitaan yang nilainya semakin merosot apabila tidak segera dilelang, misalnya mobil.

"Oleh karena itu, mungkin ke depan kami akan mengambil langkah-langkah yang sekiranya bisa mempercepat. Agar barang tidak sangat merosot nilainya. Mungkin nanti kita bisa ambil inisiatif, barangnya kita jual, tentu sepersetujuan pemiliknya supaya harganya tidak makin tahun, makin berkurang," katanya di KPK, Senin (25/4).

Hal senada disampaikan juga oleh Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Ia mencontohkan, di negara-negara ASEAN, barang-barang sitaan dilelang sebelum adanya putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht) agar nilanya tidak semakin merosot. Bahkan, jika memungkinkan benda sitaan itu diberikan kepada pemerintah daerah untuk dipergunakan.

"Jadi, kalau mobil mewah menurun nilainya. Sudah, jual saja dulu semua, perawatannya mahal. Nanti, kalau dia menang di pengadilan, uangnya dikembalikan. Di situ juga kan ada molen (mobil pengaduk semen), pemadam kebakaran, ambulan. Kenapa nggak mobil pemadam kebakaran itu dikasih ke Pemda, dari pada dibiarkan karatan," ujarnya.

Namun, menurut Saut, ide-ide semacam ini tidak bisa begitu saja diterapkan di Indonesia tanpa payung hukum. Ia berpendapat, Indonesia sebenarnya bisa membuat payung hukum, hanya saja lambat mengambil inisiatif. "Ini kan negara kita, kok masih takut ngatur-ngatur yang begitu. Tinggal bagaimana kita melakukan inovasi saja," imbuhnya.

Sejak Februari 2015 lalu, KPK memiliki satu unit yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan dan penyimpanan barang sitaan perkara korupsi. Unit tersebut bernama Unit Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti, dan Eksekusi (Labuksi). Petugas Labuksi terdiri dari tujuh orang, yang diantaranya jaksa eksekutor.

Sekretaris Jenderal KPK Raden Bimo Gunung Abdul Kadir menyatakan, dalam beberapa perkara korupsi yang ditangani KPK, ada barang sitaan, seperti mobil dan rumah yang dititipkan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) milik Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kementerian Hukum dan HAM.

Hal ini disebabkan barang sitaan/rampasan berada di daerah, sedangkan KPK tidak memiliki perwakilan di daerah. Oleh karena itu, untuk penyimpanan dan pengelolaan barang sitaan perkara korupsi yang ditangani KPK, Unit Labuksi berkoordinasi dengan petugas-petugas di Rupbasan secara periodik.

Apabila KPK telah menerima salinan putusan yang berkekuatan hukum tetap, lanjut Bimo, jaksa eksekutor akan mengeksekusi dan bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan untuk melakukan pelelangan. "Tentu saja setelah di-appraise, dilelang, hasil lelangnya disetor ke kas negara," tuturnya.

Sebagaimana diketahui, masalah lambatnya penyerahan salinan putusan ini sudah menjadi permasalahan sejak lama. Padahal, Mahkamah Agung telah menerbitkan Surat Edaran No.1 Tahun 2011 tentang Perubahan Surat Edaran Mahkamah Agung No.2 Tahun 2010 tentang Penyampaian Salinan dan Petikan Putusan.

Dimana, dalam poin 2 disebutkan bahwa untuk perkara pidana, pengadilan wajib menyampaikan salinan putusan dalam jangka waktu paling lama 14 hari kerja sejak putusan diucapkan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya, penyidik dan penuntut umum, kecuali untuk perkara cepat diselesaikan sesuai dengan ketentuan KUHAP.
Tags:

Berita Terkait