LPSK Minta Tuntutan Justice Collaborator Konsisten, KPK: Tergantung Kontribusi
Berita

LPSK Minta Tuntutan Justice Collaborator Konsisten, KPK: Tergantung Kontribusi

Jika tuntutan terus konsisten terhadap justice collaborator, LPSK percayadapat lebih mendorong para pelaku lain yang terlibat kejahatan untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum.

Oleh:
NNP
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyoroti konsistensi tuntutan terhadap saksi pelaku yang bekerjasama atau Justice Collaborator (JC). Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan bahwa tuntutan jaksa penuntut umum terhadap JC pada beberapa kasus masih beragam. Dari catatannya, ragam tuntutan terhadap JC masih ada yang dituntut kurang dari dua tahun, ada pula yang lebih dari dua tahun.

“Untuk mencapai tujuan membongkar kejahatan dengan memaksimalkan peran JC, tentunya harus memperhatikan apakah pemenuhan hak serta treatment terhadap JC cukup memadai dan aturan hukum sudah diterapkan dengan baik,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Rabu (27/4).

Lebih lanjut, ia menilai, bahwa semestinya setiap JC mendapat pemenuhanan hak dan penghargaan yang memadai agar ke depan akan lebih banyak pelaku kejahatan yang mau bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar suatu kejahatan yang teroganisir. Lagipula, UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban juga menjamin bahwa JC diberikan penanganan khusus dalam proses pemeriksaan serta penghargaan atas kesaksian yang diberikannya itu, sepanjang JC melakukannya dengan itikad yang baik.

Misalnya, Pasal 10A ayat (3) huruf a UU Nomor 31 Tahun 2014 mengatur bentuk penghargaan atas kesaksian JC, yakni berupa keringanan penjatuhan pidana yang mencakup pidana percobaan, pidana bersyarat khusus atau penjatuhan pidana yang paling ringan di antara terdakwa lainnya.

Namun, undang-undang mensyaratkan bahwa JC sebelumnya mesti mendapat rekomendasi secara tertulis dari LPSK yang diberikan kepada penuntut umum untuk dimuat dalam tuntutan kepada hakim. Tak cuma keringangan penjatuhan pidana, undang-undang juga menjamin JC berupa pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lainnya bagi saksi pelaku atau JC yang berstatus narapidana, dengan syarat LPSK memberikan rekomendasi kepada Menteri Hukum dan HAM. Sayangnya, LPSK mencatat bahwa tidak semua JC mendapatkan ‘perlakuan khusus’ tersebut.

Semendawai mencontohkan seperti yang dialami Rinelda Bandaso, mantan sekretaris pribadi anggota DPR RI Fraksi Partai Hanura Dewie Yasin Limpo. Dalam sidang, Rinelda dituntut lima tahun meski telah ditetapkan sebagai JC oleh KPK. Tak cuma dituntut lima tahun, Rinelda juga dituntut membayar denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan. Penuntut umum KPK menilai Rinelda terbukti secara sah dan meyakinkan menjadi perantara suap Dewie Yasin Limpo dan Bambang Wahyu Hadi dari Kepala Dinas Pertambangan Kabupaten Deiyai, Papua, Irenius Adii.

“Konsistensi penuntutan terhadap justice collaborator atau saksi pelaku yang mau bekerja sama sangat diperlukan. Hal ini diharapkan dapat lebih mendorong para pelaku lain yang terlibat dalam suatu kejahatan, mau bekerja sama dengan aparat penegak hukum. Dengan demikian, akan semakin banyak kasus kejahatan terorganisir yang terbongkar dan makin banyak pelaku-pelaku kejahatan kelas kakap yang dihukum,” tukasnya.

Dimintai tanggapannya, Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan bahwa tuntutan terhadap saksi pelaku tidak bisa disamaratakan. Sebab, tinggi atau rendahnya tuntutan jaksa bergantung pada kontribusi saksi pelaku dalam mengungkap tindak pidana baik kasus yang melibatkannya secara langsung atau tidak. Dari kontribusinya itu, penuntut umum pada KPK baru menilai berapakah tuntutan yang pas.

“Beda-beda karena tidak bisa disamaratakan. Tergantung pasal yang didakwakan. Yang pasti dikurangi dari asal tuntutan awal. Jadi tidak bisa disamaratakan semua JC dua tahun. Prinsipnya adalah pengurangan tuntutan,” katanya kepada hukumonline.

Dikatakan Priharsa, penetapan seseorang sebagai JC tak bisa serta merta langsung dilakukan oleh KPK. Mayoritas penetapan seseorang sebagai JC baik yang mengajukan sendiri atau yang diberikan tawaran oleh KPK terdapat pada tahap penyidikan. Namun, lanjutnya, penetapan sebagai JC dilakukan ketika mulai pemeriksaan di persidangan lantaran untuk mengukur berapa besar kontribusi saksi pelaku dalam memudahkan penegak hukum.

“Kontribusi itu kita tunggu dari penyidikan, penuntutan, sampai kesaksian di persidangan. Jadi tergantung dari seberapa besar kontribusinya dan kesungguhan dia dalam mengungkap perkara sebagai JC. Biasanya dia mengajukan saat penyidikan. Lalu KPK itu menunggu sampai persidangan karena apakah keterangannya itu sama pada saat di persidangan dengan di proses penyidikan. Makanya bentuk peringanan ada di tuntutan karena setelah kita mengetahui apa yang disampaikannya di penyidikan dan persidangan,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait