Penghapusan Izin HO Dapat Memicu Masalah Lingkungan
Terbaru

Penghapusan Izin HO Dapat Memicu Masalah Lingkungan

Informasi dan penegakan paket kebijakan ekonomi harus sampai ke daerah.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Penghapusan Izin HO Dapat Memicu Masalah Lingkungan
Hukumonline
Untuk memperbaiki tingkat kemudahan berusaha (ease of doing business) di Indonesia, Pemerintah terus mengeluarkan paket-paket kebijakan ekonomi. Terakhir, 28 April lalu, Pemerintah melansir Paket Kebijakan Ekonomi XII. Bahkan Menteri Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, sudah menyinggung tentang Paket Kebijakan Ekonomi XIII dan XIV di Jakarta, Selasa (04/5) kemarin.

Paket kebijakan ekonomi terbaru pada intinya bertujuan memangkas sejumlah perizinan yang selama ini dianggap menghambat. Salah satu izin yang dipangkas adalah izin gangguan, yang selama ini dikenal sebagai Hinder Ordonantie (HO). Yang lain adalah memangkas Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), dan pemberian diskon biaya pengurusan Izin Mendirikan Bangunan untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Namun, pemangkasan izin-izin itu perlu dicermati. Penghapusan izin gangguan, misalnya, dinilai berpotensi memicu masalah lingkungan. Kalau demi investasi, perusahaan tak diharuskan memedulikan lingkungan, masalah yang bisa timbul bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga sosial. Kasus penambangan pasir yang berakibat pembunuhan aktivis penolak tambang pasir di Lumajang, Jawa Timur, seharusnya bisa menjadi pelajaran penting.

Imbas penghapusan HO menjadi salah satu perhatian Center of Reform on Economic (CORE), ketika menanggapi Paket Kebijakan Ekonomi XII. Menurut CORE, upaya mendorong peningkatan investasi semestinya tidak mengesampingkan faktor sosial dan kelestarian lingkungan. “Penghapusan izin lingkungan seperti Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup  (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL), serta pencabutan syarat izin gangguan berpotensi memicu permasalahan sosial dan lingkungan,” kata Yusuf Rendy, peneliti CORE dalam rilis yang diterima hukumonline.

Selain itu, Rendy mengatakan pemangkasan waktu proses mendapatkan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), TDP,  dan pemberian diskon bagi UMKM masih perlu diikuti dengan pemantauan dan penegakan implementasinya di daerah. Sebab selama ini informasi syarat pengajuan izin usaha di daerah belum jelas. Selain itu, pungutan masih marak. “Masih marak praktik pungutan di luar biaya resmi, serta pemberian IMB di lokasi-lokasi yang tidak sesuai dengan peruntukan lahannya,” paparnya.

Hal lain yang perlu diperhatian adalah Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). PTSP di daerah perlu ditunjang dengan sistem berbasis internet yang terintegrasi, sehingga proses pengurusan izin menjadi lebih efisien. Salah satu contoh, Singapura yang telah menggunakan sistem serupa mampu memangkas waktu proses registrasi bisnis baru di negara itu hingga menjadi hanya 15 menit.

CORE juga berpandangan khusus untuk investasi asing pada sektor-sektor strategis yang melibatkan penggunaan teknologi tinggi, pemberian berbagai fasilitas kemudahan berusaha juga perlu dibarengi upaya alih pengetahuan dan teknologi (transfer of knowledge & technology) secara konkrit melalui mekanisme kemitraan antara perusahaan asing dengan perusahaan domestik.

Nilai investasi asing yang masuk ke Indonesia pada tahun 2014 mencapai 22,3 miliar dolar AS (AS$), sementara yang masuk ke Malaysia dan Thailand masing-masing hanya mencapai AS$10,7 miliar dan AS$11,5 miliar. Padahal di tahun tersebut Indonesia hanya berperingkat 114, sementara Malaysia peringkat ke- 18 dan Thailand ke-26.
Tags:

Berita Terkait