Ahok Sebut Bangunan di Pulau Reklamasi Tak Masalah
Berita

Ahok Sebut Bangunan di Pulau Reklamasi Tak Masalah

Sebab, ada sanksi denda yang dapat dikenakan terhadap pengembang.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Ahok Sebut Bangunan di Pulau Reklamasi Tak Masalah
Hukumonline
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan bangunan-bangunan yang sekarang berdiri di beberapa pulau reklamasi tidak masalah, meski pengembang belum mendapatkan izin mendirikan bangunan (IMB). "Itu nggak masalah, kan ada proses denda. Ada hitungan (besarannya)," katanya usai diperiksa di KPK, Selasa (10/5).

Memang, ada beberapa pulau, seperti Pulau C dan D yang diketahui sudah didirikan bangunan. Padahal, pendirian bangunan tersebut belum dilengkapi IMB. Apabila mengacu PP No.36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, ada sanksi administrasi  terhadap pendirian bangunan tanpa IMB.

Sesuai Pasal 113 PP No.36 Tahun 2005, sanksi yang dapat dikenakan, antara lain berupa peringatan tertulis, penghentian sementara, pembekuan izin, hingga pencabutan izin. Ada pula sanksi lainnya yang dapat dikenakan, berupa denda paling banyak 10 persen dari nilai bangunan yang sedang atau telah dibangun.

Pria yang akrab disapa Ahok ini diperiksa sebagai saksi untuk tersangka kasus dugaan suap pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Ariesman Widjaja, dan Trinanda Prihantoro yang merupakan asisten Ariesman. Ariesman diduga memberikan sejumlah uang kepada Sanusi melalui Trinanda.

Ahok menjelaskan, pemeriksaannya hanya untuk melengkapi berkas ketiga tersangka. Ahok mengungkapkan, selama menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, ia hanya mengeluarkan tiga izin terkait reklamasi. Namun, tidak disebutkan, apakah izin yang dimaksud adalah perpanjangan izin prinsip atau izin pelaksanaan reklamasi.

Terkait pemeriksaan Ahok ini, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati Iskak sebelumnya menyatakan bahwa penyidik memang akan memeriksa Ahok seputar proses pembahasan Raperda, antara lain mengenai penetapan tambahan kontribusi 15 persen yang dibebankan kepada pengembang pulau reklamasi.

Penyidik juga ingin menggali penyebab "molornya" pembahasan Raperda di DPRD DKI Jakarta. Pasalnya, dari keterangan saksi-saksi sebelumnya, terungkap bahwa pembahasan Raperda terkatung-katung karena belum ada kesepakatan mengenai poin tambahan kontribusi 15 persen yang dimasukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dalam Raperda.

Selain itu, penyidik ingin mengetahui bagaimana proses terbitnya izin terkait reklamasi selama Ahok menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Sebagaimana diketahui, sejak menjabat Gubernur DKI Jakarta, setidaknya Ahok telah mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi untuk empat perusahaan pengembang.

Keempat perusahaan itu, PT Muara Wisesa Samudra (cucu perusahaan PT APL) untuk pelaksanaan reklamasi Pulau G, PT Jakarta Propertindo untuk pelaksanaan reklamasi Pulau F, PT Jaladri Kartika Pakci untuk pelaksanan reklamasi Pulau I, dan PT Pembangunan Jaya Ancol untuk pelaksanaan reklamasi Pulau  K.

Sementara, untuk izin pelaksanaan reklamasi di beberapa pulau lain yang digarap PT Kapuk Naga Indah (anak usaha Agung Sedayu Group) disebut-sebut bukan diterbitkan oleh Ahok, melainkan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya. PT Kapuk Naga Indah ini diketahui sudah mendapatkan izin reklamasi untuk Pulau C dan D.

Terkait kasus Sanusi, Ariesman, dan Trinanda, KPK telah memeriksa sejumlah saksi, baik dari pihak Pemprov, DPRD DKI Jakarta, maupun pengembang, termasuk bos Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan. KPK juga telah memeriksa Direktur Agung Sedayu, Richard Halim Kusuma dan Staf Khusus Ahok, Sunny Tanuwidjaja.

Beberapa waktu lalu, Sunny mengaku pernah berkomunikasi dengan pihak pengembang dan Sanusi. Diduga pula ada pertemuan antara Aguan dengan Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi, Ketua Badan Legislasi DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik, anggota Badan Legislasi DPRD DKI Jakarta Muhammad Sangaji, serta Ketua Pansus Reklamasi Selamat Nurdin.

Pertemuan dengan Aguan ini pun diamini Prasetio usai diperiksa KPK pada 3 Mei 2016. Namun, menurut Prasetio, pertemuan itu hanya silaturahmi dan sama sekali tidak membahas Raperda. Sebab, Prasetio pernah memiliki hubungan kerja dengan Aguan. "Saya kan bekas salah satu karyawan beliau," ujarnya kala itu.

Dalam kasus ini, Sanusi yang merupakan politikus Partai Gerindra diduga menerima sejumlah uang dari Ariesman melalui Trinanda sejumlah Rp2 miliar. Pemberian itu diduga untuk mempengaruhi pembahasan Raperda yang tengah berproses di DPRD DKI Jakarta. Dari penangkapan Sanusi, KPK menyita uang sejumlah Rp1,14 miliar.

KPK kembali menyita uang sekitar Rp850 juta dari ruang kerja Sanusi. Kemarin, KPK menemukan uang lainnya berjumlah AS$10 ribu yang tersimpan di brankas Sanusi. Namun, dugaan suap ini telah dibantah pengacara Sanusi maupun pengacara Ariesman. Keduanya mengaku, uang Rp2 miliar bukan uang suap.
Tags:

Berita Terkait