Masuk Kategori Grand Corruption, Ini Alasan KPK Tuntut Ringan Nazaruddin
Berita

Masuk Kategori Grand Corruption, Ini Alasan KPK Tuntut Ringan Nazaruddin

Nazaruddin telah membantu KPK mengungkap kasus-kasus lain.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Masuk Kategori <i>Grand Corruption</i>, Ini Alasan KPK Tuntut Ringan Nazaruddin
Hukumonline
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan karena melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang dikategorikan sebagai grand corruption.Stigma tersebut diberikan lantaran perkara yang melilit Nazaruddin itu dilakukan secara terstruktur dan sistemik.

Salah satu yang meringankan Nazaruddin karena telah membantu KPK mengungkap kasus-kasus lain. "Terdakwa berlaku sopan dan mengakui perbuatan; terdakwa membantu aparat penegak hukum mengunkapkan kasus-kasus korupsi lainnya dan diberikan status sebagai saksi yang bekerja sama dan terdakwa punya anak yang masih kecil," ungkap penuntut umum KPK Kresno Anto Wibowo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/5).

Kresno mengatakan, dari segi tempus atau waktu kejadian, perkara yang melilit Nazaruddin berbarengan dengan kasus yang pertama, yakni suap Wisma Atlet SEA Games XXVI Palembang. Seharusnya, perkara ini dijadikan satu, namun karena penahanan Nazaruddin telah habis, akhirnya dipisahkan. “Akan tetapi, karena ceritanya yang bersangkutan ditangkap di Kolombia dan penahanan akan segera habis, diajukan terlebih dahulu, itu ada ketentuan pada Pasal 71 KUHP," ujarnya.

Jika dijumlahkan, lanjut Kresno, kasus suap Wisma Atlet Nazaruddin divonis 7 tahun penjara, dan sekarang dituntut 7 tahun, maka dijumlahkan menjadi 14 tahun penjara. “Kalau dia tidak bisa bayar, tambah 1 tahun jadi 15 tahun jadi menurut kami sudah cukup tinggi," tambahnya.

Kresno mengatakan, Nazaruddin terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dakwaan kesatu primer, dakwaan kedua primer dan dakwaan ketiga. Ketiga pasal tersebut antara lain, Pasal 12 huruf b UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Pasal 3 atau Pasal 4 UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 ayat (1) huruf a, c dan e UU No. 15 tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan UU No.25Tahun 2003tentang Tindak Pidana Pencucian Uangjo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dalam dakwaan pertama, Nazaruddin dinilai terbukti menerima hadiah berupa 19 lembar cek yang jumlah seluruhnya Rp23,119 miliar dari PT Duta Graha Indah (DGI) dan Rp17,250 miliar dari PT Nindya Karya. Uang-uang tersebut dismpan di brankas PT Permai Grup. Nazaruddin menerima uang-uang tersebut tak secara langsung, melainkan melalui anak buahnya, Oktarina Fury dan istrinya, Neneng Sri Wahyuni. Seluruh uang tersebut merupakan fee untuk melancarkan proyek yang dilakukan DGI dan Nindya Karya.

Pada dakwaan kedua, Nazaruddin dinilai terbutki melakukan tindak pidana pencucian uang hingga mencapai Rp627,86 miliar dalam kurun waktu2010-2014.Uang-uang tersebut merupakan fee untuk Nazaruddin karena telah mengupayakan proyek-proyek pemerintah. Dari fee tersebut Nazaruddin membuka rekening perusahaan-perusahaan di bawah Permai Grup sebanyak 42 rekening, pembelian saham, tanah dan kendaraan bermotor.

"Meski terdakwa membantah bahwa tidak semua harta berasal dari tindak pidana korupsi karena ada juga yang berasal dari sumber sah khususnya yang diatasnamakan Neneng Sri Wahyuni seperti rumah di pejaten dan restoran, tapi penuntut umum berpendapan alasan itu harus dikesampingkan," ucap Kresno.

Alasannya adalah Nazaruddin tidak bisa menghadirkan saksi dan bukti untuk membuktikan hal tersebut. Nazar hanya menghadirkan Bactiar Effendi sebagai sebagai saksi a de charge sebagai kepala desa yang mengatakan bahwa Nazaruddin sudah kaya sebelum menjadi anggota DPR dan mendapat pembagian warisan, namun surat hanya dibuat tanpa pengesahan pejabat.

"Terdakwa juga tidak dapat menunjukkan bukti-bukti keuntungan restoran dan proyek lain dan sebaliknya ada rekening di Bank Mandiri atas nama Neneng yang didapat dari proyek alat kesehatan yang didapat dari proyek-proyek Permai Grup dan diduga terkait korupsi karena uang diberikan secara langsung kepada satker," jelasnya.

Sedangkan dakwaan ketiga, Nazaruddin dinilai melakukan tindak pidana pencucian uang hingga mencapai Rp283,599 miliar selama periode 2009-2010 dengan cara menggunakan rekening atas nama orang lain dan rekening perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Permai Grup, dengan saldo akhir seluruhnya sebesar Rp50,205 miliar, dibayarkan atau dibelanjakan untuk pembelian tanah dan bangunan seluruhnya sebesar Rp33,194 miliar dan tanah berikut bangunan yang dititipkan dengan cara seolah-olah dijual (dialihkan kepemilikannya) senilai Rp200,265 miliar.

"Pola transaksi mencurigakan karena setelah uang masuk dipindahbukukan ke rekening lain dan dikembalikan lagi kemudian ditarik dalam jumlah yang lebih kecil ditaruh ke rekening lain untuk melakukan layering terhadap perbuatan korupsi. Pengalihan kepemilikan semua menggunakan nama orang lain yang berada di bawah kendali terdakwa," kata penuntut umum M Takdir Sulhan.

Selain tuntutan pidana, KPK juga menuntut harta Nazaruddin sekitar Rp600 miliar dirampas untuk negara. Rinciannya, Rp300 miliar berasal dari saham, uang yang disita sekitar Rp100 miliar, dan sejumlah properti seperti rumah hingga pabrik. "Kalau aset sudah diambil Rp600 miliar dari total Rp1 triliun, sudah cukup lumayan meski ada aset yang tidak bisa kita ambil karena disebut ada gatekeeper (penjaga) di Singapura seperti Gareth Lim dan Lim Keng Seng. Kami sudah membuat MLA (mutual legal assistance) dan putusan nanti yang akan digunakan aparat penegak hukum di Singapura untuk melacak," tambah Kresno.

Terhadap tuntutan ini, Nazaruddin mengaku ikhlas. "Yang penting saya ikhlas seikhlas-ikhlasnya yang penting niat bantu KPK ke depan memberantas korupsi untuk mengungkap ada teman DPR yang menerima dana itu. Nanti saya bantu ke KPK, ada beberapa kepala daerah bupati, nanti saya bantu," katanya usai persidangan.

Terkait harta, Nazaruddin akan mempersiapkan pembelaan agar tidak semua hartanya dirampas. "Intinya saya membela hak anak istri saya saja. Aset saya yang murni sebelum saya menjadi pejabat, saya percayakan ke KPK, nanti saya luruskan," tutupnya. Nota pembelaan akan disampaikan pada 18 Mei 2016.
Tags:

Berita Terkait