5 Rambu yang Wajib Disimak Ketika Menyusun Kontrak Bisnis
Berita

5 Rambu yang Wajib Disimak Ketika Menyusun Kontrak Bisnis

Seperti, hindari penggunaan kata yang multitafsir dan penggunaan bahasa Indonesia dalam kontrak.

Oleh:
NNP
Bacaan 2 Menit
Foto: Easybiz
Foto: Easybiz
Geliat start-up business (perusahaan perintis) kian semarak di Indonesia. Menjamurnya bisnis-bisnis baru sejalan dengan upaya pemerintah dalam memperbaiki kemudahan berusaha (ease of doing business) di Indonesia pada sisi regulasi. Artinya, kunci kesuksesan suatu bisnis kini berada di tangan pengusaha itu sendiri. Hal itulah yang dibahas dalam suatu workshop bertema “Memahami Kontrak Bisnis Untuk Entreprenuer” yang digelar di kampus Universitas Multimedia Nusantara, Selasa (10/5).

Presiden Direktur Easybiz, Bimo Prasetio mengatakan bahwa kunci sukses seorang pengusaha terdapat pada kontrak bisnis yang baik. Selain menekankan pentingnya legalitas  badan hukum, Bimo juga menekankan bahwa aspek penting setelah pendirian badan hukum adalah berkaitan dengan kontrak bisnis. Easybiz merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang layanan pendirian dan pengurusan izin badan usaha.

“Untuk jadi pengusaha yang mantap, mesti melek hukum,” kata Bimo saat menyampaikan makalahnya.

Pasalnya, kontrak bisnis bukan cuma sekedar bentuk perikatan antara pengusaha dengan partner bisnisnya. Seiring majunya suatu bisnis, maka kontrak bisnis menjadi hal utama yang menjadi tak terbantahkan lagi. Selain itu, kontrak bisnis juga punya karakterisik yang berbeda. Sebagai contoh, kontrak bisnis untuk basis usaha ‘produk’ atau basis usaha ‘jasa’ sangat berbeda jauh karakteristiknya. Untuk itu, memahami kontrak bisnis menjadi sebuah keharusan.

Bimo yang juga Partners BP Lawyer ini mengungkapkan sejumlah tips dalam menyusuk kontrak bisnis. Berikut sejumlah tips yang berhasil dihimpun hukumonline:

1.    Isi Klausul Secara Umum
Berbicara kontrak tentu akan merujuk kepada ketentuan syarat sah suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Dari aturan itu dikenal yang namanya syarat subjektif dan objektif atas sah atau tidaknya perjanjian. Bimo menekankan bahwa jangan sampai suatu kontrak memperjanjikan hal-hal atau objek tertentu yang dilarang atau tidak halal.

“Artinya, kalau kontrak bisnis melibatkan barang yang dilarang misal narkoba, ya kontraknya nggak sah jadi batal demi hukum,” katanya.

Setelah itu, rancanglah klausul-klausul dalam kontrak sesuai dengan rencana bisnis (business plan). Jika terdapat ide yang berbeda-beda, tuangkanlah ide itu dalam klausul yang berbeda. Tujuannya agar susunan klausul-klausul tersebut tersusun secara sistematis. Selain itu, jika dalam bisnis tersebut ada kaitannya dengan aspek hak kekayaan intelektual (HaKI), maka perlu ada klausul-klausul khusus terkait upaya perlindungannya.

Umumnya, perlindungan yang mungkin diatur dalam kontrak bisnis adalah terkait dengan hak ekonomis seperti royalti. Penting juga untuk melindungi aspek hak kekayaan intelektual (HKI) itu diatur klausul  yang berisi sanksi jika ada penyalahgunaan terhadap HKI tersebut. “Kalau bisnis melibatkan HaKI, perlu lebih teliti. Kalau perlu ada klausul-klausul khusus terkait HKi ini,” tegasnya.

2.    Hindari Multitafsir
Hal penting lainnya yang agaknya sering ‘terlewat’ adalah penggunaan bahasa atau pilihan kata (diksi) yang seringkali menimbulkan penafsiran ganda. Pada prinsipnya, kontrak yang baik bukanlah kontrak yang memuat semua hal yang disepakati oleh para pihak. Menurut Bimo, sebaiknya kontrak bisnis cukup mengatur terhadap hal-hal penting seputar para pihak itu sendiri, masa berlakunya kontrak dan masa berakhirnya kontrak tersebut, serta objek yang diperjanjikan.

Bimo mengatakan, dalam menyusun kata demi kata hingga menjadi kalimat, gunakanlah kalimat sederhana dan tidak terlalu panjang. Hal itu bertujuan untuk meminimalisir potensi munculnya asumsi yang berbeda. “Kontrak yang baik itu harus mudah dimengerti. Jangan sampai ada asumsi beda yang timbul dari orang-orang yang membaca kontrak itu,” katanya.

3.    Wajib Pakai Bahasa Indonesia
UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia dalam nota kesepahaman, termasuk kontrak bisnis. Disebutkan Bimo, pastikan kontrak yang disusun menggunakan bahasa Indonesia. Akan tetapi, jika rekan bisnis ternyata seorang dengan kewarganegaraan asing, UU Nomor 24 Tahun 2009 mengatur bahasa dalam kontrak tersebut dibuat secara dwi bahasa (bilingual).

“Kalau bikin kontrak bilingual bahasa Indonesia dan bahasa asing bersanding ya,” sebutnya. Selain itu, terhadap bisnis tertentu yang menuntut penggunaan istilah-istilah khusus, Bimo mengingatkan, sebaiknya istilah khusus itu perlu dibuat definisi secara jelas pada bagian awal kontrak untuk memudahkan.

4.    Atur Soal Penyelesaian Sengketa
Ini aspek penting lainnya dalam menyusun kontrak bisnis. Dijelaskan Bimo, salah satu esensi aturan terkait penyelesaian sengketa adalah soal domisili hukum. Tujuannya sebagai bentuk antisipasi apabila terjadi sengketa (dispute) dalam pelaksanaan di kemudian hari. Selain memperjelas soal domisili hukum, hal penting lainnya adalah soal cara penyelesaian sengketa yang mesti tegas disebutkan dalam satu klausul khusus pada kontrak bisnis.

Biasanya, pengusaha dan rekan bisnisnya lebih suka menggunakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan (altenative dispute resolution), semisal arbitrase ketimbang memilih menyelesaikan lewat jalur litigasi di pengadilan. Pertimbangan menggunakan arbitrase berangkat dari proses penanganan sengketa yang relatif cepat. Selain itu, keinginan untuk kembali mengadakan hubungan bisnis dengan rekan bisnisnya itu menjadi pertimbangan penggunaan arbitrase sebagai jalur penyelesaian sengketa.

“Dalam sengketa bisnis biasanya pengusaha komersil lebih suka pakai arbitrase. Alaasannya lebih cepat dan hakimnya expert plus putusan arbitarase lebih win-win solution. Nggak jarang habis sengketa, masih bisa bisnis bareng,” jelasnya.

5.    Berhati-Hati Sebelum Tanda Tangan
Mesti langkah-langkah antisipatif di atas telah dilakukan. Bimo menyarankan sebaiknya pengusaha tetap fokus meskipun telah memasuki fase terakhir, yakni signing session. Banyak sekali kasus lantaran seseorang ‘menyepelekan’ pelaksanaan tanda tangan. Alasannya, bermodal dari rasa percaya yang tinggi pada partner bisnis itulah yang kadangkala membuat seseorang menjadi mengesampingkan kewaspadaan.

Lebih lanjut, sikap seperti ini bukanlah bermaksud menaruh curiga pada partner melainkan hal ini lebih pada mengantisipasi jika ternyata ada itikad yang tidak baik dilakukan oleh si rekan bisnis. Intinya, Bimo menyarankan agar memeriksa kembali klausul-klausul secara cermat sebelum dibubuhkan tanda tangan kontrak. “Tindakan yang perlu punya sebelum bikin kontrak adalah tenang, sehat, dan fokus agar tidak salah saat sign (tanda tangan) kontrak,” pesannya.
Tags:

Berita Terkait