Tujuan Hukum ala Profesor Romli
Berita

Tujuan Hukum ala Profesor Romli

Keadilan itu seperti fatamorgana di padang pasir.

Oleh:
RIA/MYS
Bacaan 2 Menit
Prof. Romli Atmasasmita (tengah) saat jadi pembicara acara Mauhipiki-FH Unlam, Senin (16/5). Foto: MYS
Prof. Romli Atmasasmita (tengah) saat jadi pembicara acara Mauhipiki-FH Unlam, Senin (16/5). Foto: MYS
Ketua Umum Pengurus Pusat Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki), Romli Atmasasmita, menggugah peserta Simposium Nasional dan Pelatihan Hukum Pidana dan Kriminologi III agar me-refresh pandangan tentang hukum pidana, termasuk tentang tujuan hukum.

Selama puluhan tahun di bangku perguruan tinggi selalu diajarkan tujuan hukum adalah keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum. Orang membawa perkara ke pengadilan dengan niat mencapai keadilan. Padahal itu seringkali seperti fatamorgana di padang pasir.

Hukum adalah instrumen bernegara, sehingga tujuan hukum seharusnya sesuai dengan tujuan negara. Menurut Prof. Romli, orang sering melupakan Pancasila. Tujuan hukum yang diambil dari dunia Barat (Belanda) tak sejalan dengan tujuan bernegara Indonesia. Tujuan bernegara Indonesia adalah menciptakan kesejahteraan sosial. Konsep-konsep hukum Barat sudah tidak relevan dan sudak tidak sesuai dengan filosofis, budaya dan geografi Indonesia. Akibatnya, sering terjadi benturan di masyarakat.

“Kita lupa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum yang diharuskan menciptakan kesejahteraan rakyat,” ujarnya saat membuka simposium nasional Mahupiki bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat di Banjarmasin, Senin (16/5).

Guru Besar Emeritus Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung itu mengatakan Pancasila harus dijadikan rujukan untuk menyusun dan mengembangkan tujuan hukum (pidana) di Indonesia. Dengan alur berpikir demikian maka penegakan hukum pidana tak bisa dilepaskan dari konsep musyawarah untuk mufakat. Restorative justice adalah salah satu konsep yang mengarah ke sana.

Ditegaskan Romli, hukum itu pada hakekatnya membuat hidup menjadi damai. Faktanya, hukum yang mengandalkan tujuan kepastian, keadilan, dan kemanfaatan itu tak membuat damai. Lantaran tujuannya untuk damai, maka cara-cara hukum mencapai kedamaian harus diubah.

Pertanyaannya, apakah penyelesaian secara hukum pidana mengenal damai? Selama ini hukum pidana seolah bersandar pada penghukuman orang. Cara berpikir demikian diterapkan hingga kini. Padahal dalam konteks Pancasila, musyawarah untuk mufakat dikedepankan. Kalau korban dan pelaku sudah berdamai, maka seharusnya perkara selesai. Yang menentukan adil atau tidaknya adalah korban. Pendapat korban mengenai hukuman yang layak patut didengar.

Selama ini, dalam perbuatan penipuan, meskipun korban dan pelaku sudah berdamai masih diteruskan. Perkara diteruskan ke pengadilan. Praktik semacam inilah yang dipertanyakan Romli dalam konteks tujuan hukum. Sebab, jika tujuan hukum untuk mendamaikan, maka perdamaian antara korban dan pelaku adalah sebuah jalan keluar. “Keadilan seperti inilah yang seharusnya dikatakan adil”.

Tetapi jika korban dan pelaku tak bisa berdamai (musyawarah), maka mereka meyerahkan urusan itu kepada hakim. Hakimlah yang menentukan keadilan bagi kedua belah pihak.

Romli mengingatkan KUHP Belanda juga sudah mengenal permaafan itu sejak 1996. Seorang korban berhak meminta penuntut menghentikan penuntutan jika memenuhi syarat tertentu seperti pelaku berusia lanjut, sudah membayar kerugian, ada perdamaian antara pelaku dan korban, atau ancaman pidananya ringan.

Lalu bagaimana dengan materi kuliah yang selalu mengajarkan tujuan hukum adalah keadilan, kepastian, dan kemanfaatan? Menurut Romli, tak ada salahnya pandangan-pandangan Aristoteles, Jeremy Bentham, atau Gustav Radbruch tetap diajarkan sebagai sebagai perbandingan, sebagai sejarah hukum. Tetapi pengajaran tentang tujuan hukum di fakultas-fakultas hukum seharusnya diselaraskan dengan Pancasila. “Harus ada lagi ajaran mengenai Pancasila dalam hukum pidana,” tegasnya.

Suatu tujuan hukum yang disampaikan Prof. Romli Atmasasmita saat menjadi pembicara di acara Mahupiki, ditambah penjelasannya langsung kepada hukumonline.
Tags:

Berita Terkait