Terungkap Upaya “Pengaturan” Majelis Hakim di MA
Utama

Terungkap Upaya “Pengaturan” Majelis Hakim di MA

Dari hasil pembicaraan dua pegawai MA, Andri dan Ida melalui pesan BBM.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Kasubdit Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata Khusus MA Andri Tristianto Sutrisna. Foto: RES
Kasubdit Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata Khusus MA Andri Tristianto Sutrisna. Foto: RES
Persidangan mengungkap pembicaraan blackberry messenger (BBM) antara Kasubdit Kasasi Perdata Mahkamah Agung (MA) Andri Tristianto Sutrisna dengan Kosidah yang merupakan pegawai kepaniteraan muda pidana khusus MA terkait upaya "pengaturan" majelis hakim di lembaga peradilan tertinggi tersebut.

"Abnormalitas yang kalian praktikkan yang membuat orang-orang bertanya-tanya, apa kiranya penilaian manusia yang mempraktikkkan hal seperti itu?" kata ketua majelis hakim Jhon Halasan Butarbutar dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin(16/5).

Dalam sidang, penuntut umum KPK menunjukkan bukti pembicaraan BBM antara Andri dan Kosidah alias Ida yang terungkap upaya pengaturan majelis hakim dan menyebut sejumlah nama hakim antara lain Ketua Kamar Pidana MA Artidjo Alkostar, Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial periode 2016-2021 M Syarifuddin, hakim agung Syamsul Rakan Chaniago dan Ketua Kamar Peradilan Militer Mahkamah Agung Timur Manurung. Berikut percakapan keduanya.

Andri: Ini pengantar dari PN Bengkulu
Ida: Iya mas, belum sampai MA berkasnya. Kalau tanggal pertengahan bulan Desember itu perkara tipikor, terdakwa ditahan
Andri: tolong dicek yang ajukan kasasi jaksa atau terdakwa. Mudah-mudahan majelisnya bukan AA (Artidjo Alkostar, Ketua Kamar Pidana MA)
Ida: Nanti dilacak nomer kasasinya untuk penetapan, mudah-mudahan bukan AA
Andri: kira-kira minta nomor sepatunya berapa ya mbak?
Ida: Berapa ya?, kalau 25 (juta) bagaimana?
Andri: Saya dah ada di situ (bagian dari Rp25 juta) belum?
Ida: Sekarang Pak Syarifuddin (menjadi Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial periode 2016-2021) banyak nganggur
Andri: (kasus) Tasik siapa majelisnya? Yang Bengkulu majelisnya jangan AA? Plis
Ida: Iya, nanti aku BBM
Andri: Jangan lupa ya mbak, aku tunggu
Ida: bentar mas orang yang pegang data belum datang, masih di jalan.

Andri: Sudah saya kirim by SMS mbak yang Bengkulu jangan sampai AA majelisnya, kita sudah siapkan.
Ida: Iya mas Andri nanti saya kirim
Andri: Mbak nanya pidsus dari Pekanbaru kira-kira majelisnya siapa yang oke?
Ida: Pak Timur (Timur Manurung) kalau tidak pak Syarifuddin
Andri: OK
Andri: Mbak untuk Mataram kan minta agar berkasnya ditahan dulu, minta ditahan dulu.
Ida: minta saja 50 (juta) , kasih ke PP (Panitera Pengganti) 30 (juta). Itukan perkara korupsi
Andri: Iya saya usahakan bersama yang bersangkutan.

Andri: apa kabar mba, bagaimana yang Tasik, PN Bengkulu bagaimana? Jangan kasih surat saja ya mbak
Ida: Iya, belum ada ketetapan majelis. Belum mas, aku cek ke ketua belum dibalas
Andri: Oh begitu, belum ada panmud (panitera muda) ya?
Ida: No perkara 2860/k/pidsus/2015 majelis hakimnya Syamsul Rakan Chaniago, MS Lumme, Salman Luthan, PP Retno
Ida: main di Pak Chaniago saja mas, biar beliau yang pegang, yang ngatur
Andri: Iya nanti saya sampaikan ke yang bersangkutan

Dalam sidang ini Andri menjadi saksi untuk dua terdakwa yakni pemilik PT Citra Gading Asritama Ichsan Suadi dan pengacara Awang Lauzuardi Embat. Keduanya didakwa menyuap Andri sebesar Rp400 juta agar mengusahakan penundaan pengiriman salinan putusan kasasi Ichsan supaya tidak segera dieksekusi oleh jaksa untuk mempersiapkan memori Peninjauan Kembali dalam perkara korupsi proyek pembangunan Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur. Namun dari hasil percakapan, Andri menyebutkan sejumlah perkara lain seperti di Bengkulu dan Tasikmalaya.

Andri sendiri mengaku memperoleh Rp500 juta dari pengurusan perkara kasasi Tata Usaha Negara (TUN) di MA. "Selain perkara Pak Ichsan, ada terima untuk perkara TUN sebesar Rp500 juta," katanya. Ia mengaku, uang tersebut diberikan oleh seorang pengacara. "Uang Rp500 juta itu tidak untuk siapa-siapa, itu untuk saya, lawyer bilang kalau menang dan mendapat lawyer fee saya dikasih," tambah Andri.

Mendengar ucapan Andri, penuntut umum KPK Fitroh Nurcahyanto penasaran. Bahkan ia menanyakan apa yang sudah dilakukan Andri sehingga diberikan uang sebanyak itu. Bukan hanya itu, Fitroh mempertajam dengan menanyakan dari mana asal perkara tersebut.

Andri mengaku memperoleh uang karena telah memberikan informasi kepada pengacara terkait kasus TUN tersebut. "Dari Pekanbaru, dari pengacara Pak Asep Rudiyah. Ada tiga perkara yang berkaitan, perkara TUN semua dalam satu rangkaian," jawab Andri.

Tak sampai di situ, Fitroh kembali menanyakan hasil percakapan BBM antara Andri dengan Ida yang menyebut perkara di Bengkulu dan Tasikmalaya. "Selain itu apakah mendapatkan uang dari perkara yang lain? Dibicarakan perkara Bengkulu dan Tasik?" tanya jaksa. "Bengkulu sama sekali belum, baru janji," jawab Andri.

"Tapi pernah mempengaruhi PP (panitera pengganti) untuk menunda-nunda perkara?" tanya jaksa. "Tidak," jawab Andri. "Apakah saudara hanya bisa mengatur ketika hakimnya bukan Pak Artidjo?" tanya jaksa."Tidak," jawab Andri.

Masih terkait percakapan Andri dengan Ida, jaksa kembali menanyakan maksud permintaan Rp50 juta untuk enam bulan."Apa maksudnya minta Rp50 juta untuk 6 bulan?" tanya jaksa ke Ida yang juga menjadi saksi dalam sidang tersebut. "Dari Rp50 juta, Rp20 juta untuk saya, Rp30 juta, maksudnya minta bantu ke PP-nya," jawab Ida. "Bukannya PP sudah meninggal?" tanya jaksa. "Pada waktu itu sudah meninggal," jawab Ida.
Tags:

Berita Terkait