Ada Polisi dalam Ujian Advokat, Ini Penjelasan PERADI
Utama

Ada Polisi dalam Ujian Advokat, Ini Penjelasan PERADI

UU Advokat melarang pegawai negeri atau pejabat negara untuk diangkat menjadi advokat, bukan mengikuti ujian dan PKPA.

Oleh:
RIA
Bacaan 2 Menit
Sekjen DPN PERADI Thomas Tampubolon. Foto: Istimewa
Sekjen DPN PERADI Thomas Tampubolon. Foto: Istimewa
Sebanyak 38 perwira polisi turut serta dalam Ujian Profesi Advokat (UPA) yang dilaksanakan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) kubu Fauzie Hasibuan, Sabtu (21/5). Ikut dalam pelaksanaan ujian di Jakarta, Ketua Panitia UPA (PUPA) Hermansyah Dulaimi menyebutkan bahwa para polisi tersebut secara resmi diutus oleh Mabes Polri.

Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional (DPN) PERADI Thomas Tampubolon membenarkan keikutsertaan aparat-aparat yang kini dikenal dengan tagline “turn back crime”-nya itu. Namun, kata Thomas, ini bukanlah kali pertama ada polisi yang ikut ujian advokat sejak PERADI menggelarnya.

“Ini bukan yang pertama. Dari dulu-dulu juga sudah ada polisi yang ikut ujian advokat. Bahkan jaksa dan pegawai negeri sipil lain juga ada,” tutur Thomas saat dihubungi hukumonline, Kamis (26/5).

Bukan tanpa bekal, para polisi ini bisa ikut ujian karena sebelumnya juga sudah mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) seperti peserta lainnya. Untuk hal yang satu ini, Thomas menyebutkan, DPN PERADI memang sudah lama bekerja sama dengan Polri untuk melaksanakan PKPA bagi polisi yang ditunjuk.

Sudah sekitar lima tahun lalu PERADI mengadakan PKPA untuk polisi, kata Thomas, tetapi yang mengikuti ujian hanya satu sampai dua orang saja. Ia pun mengakui bergabungnya para pegawai negeri ini sudah sejak lama menuai protes dari rekan-rekan satu profesinya. Terjadi perdebatan panjang terkait keikutsertaan mereka.

Namun, saat Thomas memegang jabatan Ketua PUPA, dalam perdebatan tersebut ia meyakinkan bahwa UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat tidak melarang mereka melakukan ujian. UU Advokat hanya menyinggung syarat untuk pengangkatan seseorang menjadi advokat di mana salah satu poinnya menyebutkan tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara.

“Jadi, secara teoritis untuk ujian itu memang bisa, karena undang-undang hanya mengatakan ‘seseorang saat diangkat menjadi advokat tidak boleh berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara’. Poinnya ada dipengangkatan,” tegas Thomas.

Mengacu pada aturan tersebut pula, ketika para polisi mempertanyakan hak mereka ikut ujian, DPN PERADI menjelaskan bahwa mereka boleh saja mengambil ujian tersebut. Namun, para polisi tersebut tidak akan bisa diangkat menjadi advokat apabila masih aktif. Sekalipun masa pensiun orang tersebut sudah tinggal beberapa bulan lagi, DPN PERADI tidak akan mengangkatnya.

“Ada yang tinggal berapa bulan lagi pensiun minta diangkat, kami bilang, ‘sabar lah tunggu waktumu, karena itu selamanya bisa menjadi masalah,’ saya bilang. Kalau pengangkatannya saja tidak sah, seumur-umur dia berprofesi itu bisa menjadi persoalan yang patut dikhawatirkan,” ungkapnya.

Thomas pun bercerita, pernah sekali waktu DPN PERADI menemukan advokat yang ternyata masih menjabat sebagai pegawai negeri. Saat itu juga, DPN PERADI membatalkan pengangkatan sumpahnya. “Untungnya tidak protes. Karena sekalipun protes, kita bisa berargumen bahwa dia memalsukan keterangan. Bisa dipidana itu dia. Bisa fatal. Tapi dia mengerti juga,” kenang Thomas.

“Ini yang jadi beban berat juga untuk kita. Terus terang kami juga tidak bisa deteksi semua kebenaran kan, tetapi kami selalu ingatkan itu dengan tegas,” tutupnya. 
Tags:

Berita Terkait