Akui Perbuatan, Ketua DPRD Sumut Dituntut Ringan
Berita

Akui Perbuatan, Ketua DPRD Sumut Dituntut Ringan

Terdakwa juga telah mengembalikan uang pengganti sebesar Rp1,195 miliar.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Ketua DPRD Sumatera Utara 2014-2019 dari Fraksi Partai Golkar Ajib Shah. Foto: RES
Ketua DPRD Sumatera Utara 2014-2019 dari Fraksi Partai Golkar Ajib Shah. Foto: RES
Ketua DPRD Sumatera Utara (Sumut) periode 2014-2019 Ajib Shah dituntut lima tahun penjara karena menerima Rp1,195 miliar dari Gubernur Sumut non-aktif Gatot Pujo Nugroho untuk menyetujui APBD dan laporan pertangggunjawaban APBD 2012-2013 dan pembatalan interpelasi.

"Kami meminta majelis hakim menghukum terdakwa berupa pidana penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp200 juta subsider pidana kurungan pengganti selama enam bulan," kata penuntut umum KPK Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/5).

Atas perbuatannya tersebut, Ajib dinilai melanggar Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1. Tuntutan ini masuk kategori ringan karena di atas satu tahun dari pidana minimal yakni empat tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara. Sedangkan untuk denda, Ajib dituntut denda paling minimal yakni sebesar Rp200 juta dari ancaman yang tercantum dalam Pasal 12 huruf b UU Tipikor.

Ajib tidak dibebankan uang pengganti karena sudah mengembalikan uang sebesar Rp1,195 miliar. Pengembalian uang pengganti ini merupakan salah satu hal yang meringankan pada diri terdakwa. Selain itu, hal meringankan lainnya lantaran Ajib belum pernah dihukum dan mengakui perbuatannya.

Wawan mengatakan, uang tersebut diterima Ajib karena ia memberikan persetujuan terhadap Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan (LPJP) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumut Tahun Anggaran (TA) 2012, persetujuan terhadap Perubahan APBD Provinsi Sumut TA 2013, persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2014, persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2015 dan pembatalan pengajuan hak interpelasi tahun 2015.

Menurutnya, dalam persetujuan terhadap LPJP APBD Provinsi Sumut TA 2012 AJib menerima Rp30 juta dari Muhammad Alinafiah. Kedua, untuk menyetujui Perubahan APBD Sumut tahun anggaran 2013, Ajib menerima uang sebesar Rp40 juta. Ketiga, untuk persetujuan APBD Sumut tahun anggaran 2014 mendapat uang sebesar Rp950 juta.

Keempat, persetujuan Ranperda tentang APBD Provinsi Sumatera Utara TA 2015 total menerima Rp200 juta. Kelima, pembatalan pengajuan hak interpelasi tahun 2015 dengan kompensasi masing-masing anggota DPR sebesar Rp15 juta. Penerimaan ini dilakukan terdakwa bersama-sama anggota DPRD Sumut lainnya.

"Rangkaian perbutan terdakwa bersama-sama dengan Kamaluddin Harahap, Saleh Bangun, Chaidir Ritonga dan Sigit Pramono Asri, menerima LPJP APBD tahun angaran 2012, persetujuan terhadap Perubahan APBD Provinsi Sumut TA 2013, persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2014, persetujuan terhadap APBD Provinsi Sumut TA 2015,” kata jaksa Ariawan Agustiartono.

Selain itu, terdakwa juga berperan menjembantani kebuntuan komunikasi antara legislatif dan eksekutif. “Bahkan menjembatani kebuntuan komunikasi legislatif dan eksekutif karena kehabisan uang ketok pada 2014 dengan meminta Zul Jenggot untuk melakukan rapat di Capitol Building dan akhirnya menerima uang ketok. Demikian juga menerima kompensasi terhadap pembatalan pengajuan hak interpelasi 2015 dengan melakukan pertemuan dengan Gatot Pujo Nugroho dan disampaikan jika menolak membayar akan memerintahkan anggota DPRD untuk mengajukan interpelasi," tambah Ariawan.

Pimpinan DPRD Sumut
Dalam sidang terpisah, pimpinan DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dari Fraksi PKS Sigit Pramono Asri dan Fraksi Partai Golkar Chaidir Ritonga masing-masing dituntut enam tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan. Keduanya dinilai melanggar Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Penuntut umum KPK Afni Carolina mengatakan, selain tuntutan pidana, kedua terdakwa juga dituntut membayar uang pengganti dengan rincian kepada terdakwa Sigit sebesar Rp355 juta dan terdakwa Chaidir sebesar Rp2,327 miliar. Pembayaran uang pengganti ini dilakukan paling lambat satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Jika dalam satu bulan belum dibayarkan, maka harta benda para terdakwa akan dilelang.

Untuk terdakwa Sigit, jika harta bendanya tak mencukupi maka akan dipidana selama satu tahun. Sedangkan untuk terdakwa Chaidir, jika harta bendanya tak mencukupi maka akan dipidana selama dua tahun. Sedangkan untuk terdakwa Saleh Bangun, yang merupakan mantan Ketua DPRD Sumut dan kini masih menjabat anggota DPRD Sumut, dituntut lima tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.

Saleh dinilai telah melanggar Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Terdakwa Saleh juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp712,499 juta dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.

Apabila dalam waktu tersebut belum dibayarkan, maka harta benda milik Saleh akan disita dan dilelang. Jika harta bendanya tak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama satu tahun. "Terdakwa sudah mengembalikan uang kepada KPK sejumlah Rp2,045 miliar dan disetorkan ke rekening kas daerah Provinsi Sumut. Jumlah uang pengembalian itu menjadi pengurang atas uang pengganti yang dibebankan kepada terdakwa sejumlah Rp2,757 miliar," kata penuntut umum KPK Kiki Ahmad Yani.

Atas tuntutan tersebut, baik Ajib, Sigit, Chaidir dan Salehakan mengajukan pledoi pada Rabu, 8 Juni 2016.
Tags:

Berita Terkait