MUI: RUU Anti Terorisme Harus Lindungi Hak Asasi Terduga Teroris
Berita

MUI: RUU Anti Terorisme Harus Lindungi Hak Asasi Terduga Teroris

MUI akan memberikan draf berisi catatan penting yang harus jadi pertimbangan dalam penyusunan UU Anti Terorisme.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Ketua MUI KH Ma'ruf Amin. Foto: SGP
Ketua MUI KH Ma'ruf Amin. Foto: SGP
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ma'ruf Amin mengingatkan bahwa rencana revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tidak boleh merendahkan martabat manusia. Karenanya, MUI meminta agar dalam revisi itu mengangkat prinsip-prinsip hak asasi manusia, antara lain dengan menerapkan mekanisme rehabilitasi jika pelaku tidak terbukti bersalah.

“Kami sepakat untuk mendukung RUU terorisme baru yang saat ini masih dalam pembahasan DPR RI," ujar Ma'ruf di Jakarta, Selasa (31/5).

Menurut Ma’ruf, permasalahan terorisme dan radikalisme, belakangan sudah bukan lagi masalah nasional melainkan isu global. Maka dari itu, ia menegaskan dukungan MUI atas rencana revisi UU Anti Terorisme, karena penanggulangan atas permasalahan itu memang harus dilakukan lebih serius.

Ia menambahkan, MUI telah sejak lama memberi perhatian besar terhadap UU Anti Terorisme, termasuk mengeluarkan fatwa tentang terorisme pada 2005 lalu. Ma'ruf menjelaskan, MUI telah membentuk tim penanggulangan terorisme sejak lama dan akan menghidupkan lagi tim yang sempat diistirahatkan tersebut.

Terkait dukungan itu, ia menekankan MUI akan memberikan draf berisi catatan penting yang harus jadi pertimbangan dalam penyusunan UU Anti Terorisme yang baru. Salah satunya, lanjut Ma'ruf, agar penanganan kepada terduga teroris tidak dilakukan secara berlebihan dan mereka yang terbukti tidak terlibat dapat diberikan rehabilitasi.

"Kita dukung RUU terorisme baru, dengan catatan tidak terjadi hal-hal yang sebenarnya tertukar, jangan sampai ada perlakuan yang berlebihan terhadap mereka yang terduga. Satu sisi penanggulangan harus intensif, tapi di sisi lain jangan ada pelanggaran HAM kepada terduga," kata Ma'ruf.

Sejauh ini, Ma'ruf mengaku MUI juga telah melakukan sosialisasi guna mencegah paham radikal berkembang dengan mengatasnamakan agama. Pihaknya aktif mengembangkan penguatan faham Islam moderat untuk terorisme, mencetak dai, melakukan sosialisasi, eliminasi perkembangan faham radikalisme, itu sedang digalakkan.

Pengamat terorisme, Mustofa B Nahrawardaya menjelaskan bahwa terorisme saat ini dinilai tidak lagi dikait-kaitkan dengan Timur Tengah. Latar belakang dan motivasi menjadi teroris pun sudah beda dari masa lalu, sehingga butuh penanganan yang berbeda pula. .

"Sekarang generasi kelima untuk teroris. Terorisme bukan lagi terkait Timur Tengah. Terorisme sekarang ini sebagian berasal dari mereka yang kecewa terhadap penanganan terorisme," kata Mustofa.

Menurutnya, para pelaku kasus terorisme yang sudah bebas dari masa hukuman ada kemungkinan menjadi teroris lagi. Hal itu lantaran mereka tidak sebebas para pelaku kasus lain.

"Susah sekali pelaku terorisme yang bebas menjadi orang biasa. Di penjara sudah dikompori untuk instruksi tertentu. Mereka juga harusnya tidak ditutup mata pencaharian, tidak didiskriminasi, serta tidak dilanggar HAM-nya," ujar Mustofa.

Ia mencontohkan kasus Siyono di Prambanan yang terjadi beberapa waktu lalu. Menurutnya, peristiwa tersebut jangan sampai terjadi lagi. Ia menegaskan bahwa HAM terguda teroris juga patut dilindungi.

“RUU terorisme perlu dikaji lebih lanjut agar tidak terjadi pelanggaran HAM seperti kasus yang melanda Siyono beberapa waktu lalu di daerah Prambanan. Kalau tidak terbukti, ada rehabilitasi pada mereka, itu yang kita harapkan. Harus intensif memang, tapi jangan ada pelanggaran HAM pada mereka yang terduga," jelasnya.

Oleh karena itu, Mustofa meminta agar nantinya revisi UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme harus melihat Pancasila. "UU kalau tidak cocok, tidak enak, jangan dipaksakan. Harus lihat Pancasila, ini ngeri kalau tidak," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait