Akibat Pekerja Harian Lepas, Dirut Perseroan Dipanggil Menteri
Berita

Akibat Pekerja Harian Lepas, Dirut Perseroan Dipanggil Menteri

Perusahaan diberi waktu sebulan untuk menyelesaikan persoalan ketenagakerjaan.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Depnakertrans. Foto: SGP
Depnakertrans. Foto: SGP
Kementerian Ketenagakerjaan mendapatkan laporan mengenai sejumlah masalah ketenagakerjaan sebuah perusahaan pengalengan ikan di Banyuwangi, Jawa Timur. Selama enam tahun terakhir, persoalan ketenagakerjaan di PT Maya Muncar masih belum sepenuhnya selesai. Salah satu persoalan adalah pekerja harian lepas. Ada juga pekerja yang berstatus dirumahkan. Perusahaan mempekerjakan sekitar 700 tenaga kerja.

Gara-gara persoalan itu, Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri memanggil Hendri Sutadinata, Direktur Utama Maya Muncar ke Jakarta. Hendri sudah memenuhi panggilan itu pada Kamis, 2 Juni lalu. Ia hadir bersama beberapa orang direksi perseroan.

Plt Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PPK dan K3) Kementerian Ketenagakerjaan, Maruli A Hasoloan, mengatakan dalam pertemuan pekan lalu, Menaker menekankan kepada Dirut dan jajaran manajemen perusahaan menyelesaikan masalah ketenagakerjaan secepatnya, secara bipartit, dan mengacu peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ditegaskan Maruli, Pemerintah memberi batas waktu satu bulan kepada Maya Muncar untuk menyelesaikan persoalan ketenagakerjaan. Jika sampai awal Juli 2016 masalah ketenagakerjaan tidak kunjung selesai Kemenaker akan mengambil langkah penegakan hukum. “Dirut PT Maya Muncar berjanji akan mengadakan pertemuan antara pimpinan perusahaan dan para pekerja untuk selesaikan masalah ini,” jelasnya.

Ancaman melakukan penegakan hukum ditempuh Pemerintah karena ada indikasi pelanggaran peraturan ketenagakerjaan di perseroan yang berbasis di Banyuwangi tersebut. Dinas Tenaga Kerja setempat telah melakukan pemeriksaan, dan sudah mengeluarkan nota hasil pemeriksaan.

Direktur Pengawasan Norma Kerja dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Bernawan Sinaga, menambahkan ada puluhan pekerja harian lepas yang kini dirumahkan. Perusahaan menganggap mereka sebagai pekerja harian lepas. Sebaliknya, Dinas Ketenagakerjaan menganggap syarat waktu pekerja harian lepas sudah tak terpenuhi. Fakta di lapangan, para pekerja bekerja lebih dari 21 hari per bulan, dan 3 bulan berturut-turut.

“Maya Muncar mempekerjakan pekerja harian lepas lebih dari jangka waktu yang ditetapkan peraturan perundang-undangan. Konsekuensinya para pekerja harian lepas itu harus diangkat menjadi pekerja tetap,” ujar Bernawan. “Pekerja harian lepas itu harusnya mengerjakan pekerjaan yang dalam jangka waktu tertentu bisa selesai atau sekali selesai,” sambungnya.

Dalam pasal 10 ayat (1) Kepmenakertrans No. 100 Tahun 2004 dijelaskan pekerja dengan perjanjian kerja harian lepas mengerjakan pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran. Pasal 10 ayat (2) menyebut perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 hari dalam satu bulan.

Pasal 10 ayat (3) Kepmenakertrans No. 100 Tahun 2004 menegaskan dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 hari atau lebih selama 3 bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT).

Dirut Maya Muncar, Hendri Sutadinata, tidak mau memberi keterangan kepada wartawan saat ditanya perihal masalah ketenagakerjaan di perusahaan yang dipimpinnya. “No comment,” ucapnya.

Terpisah, Sekjen OPSI, Timboel Siregar, berpendapat pekerja berstatus perjanjian kerja harian lepas masuk dalam kategori perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Mengacu putusan MK bernomor 7/PUU-XII/2014 terkait frasa 'demi hukum' dalam pasal 59 ayat (7), pasal 65 ayat (8), dan pasal 66 ayat (4) UU Ketenagakerjaan peralihan status PKWT jadi PKWTT bisa diminta penetapannya ke Pengadilan Negeri (PN).

Sesuai putusan MK itu ada syarat yang harus dipenuhi untuk mendapat penetapan peralihan status PKWT ke PKWTT di PN. Pertama, telah dilaksanakan perundingan bipartit namun perundingan itu tidak mencapai kesepakatan atau salah satu pihak menolak berunding. Kedua, telah dilakukan pemeriksaan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berdasarkan peraturan perundang-undangan. “Nota hasil pemeriksaan pegawai pengawas ketenagakerjaan tersebut bisa dimintakan penetapan di PN setempat,” pungkas Timboel di Jakarta, Senin (06/6).
Tags:

Berita Terkait