PN Jaksel Hanya Minta Rp48,8 Juta untuk Eksekusi Supersemar
Berita

PN Jaksel Hanya Minta Rp48,8 Juta untuk Eksekusi Supersemar

Angka Rp2,5 miliar hanya prediksi kejaksaan untuk melakukan eksekusi.

Oleh:
HAG
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membantah mengajukan biaya eksekusi putusan Mahkamah Agung terkait dengan eksekusi Yayasan Supersemar sebesar Rp2,5 miliar. Pengadilan memang mengajukan biaya untuk kepentingan eksekusi, namun jumlahnya tidak sebesar yang disebutkan oleh Jaksa Agung.

“Perincian biayanya menurut Juru Sita sebesar kurang lebih Rp48.800.000 tidak sampai miliaran rupiah. Hal tersebut digunakan untuk menutup biaya transportasi selama proses sita eksekusi,” ujar Kepala Humas PN Jakarta Selatan, Made Sutrisna, kepada hukumonline, Selasa (7/6).

Mengenai kisaran biaya yang dikeluarkan oleh Jaksa Agung sebesar Rp2,5 miliar untuk melakukan sita eksekusi tersebut, Made menjelaskan bahwa biaya tersebut merupakan perkiraan untuk melakukan eksekusi oleh kejaksaan.

“Kalau angka Rp2,5 miliar belum pernah merilis. Hanya Ro48,8 juta saja untuk sita eksekusi. Mungkin angka Rp2,5 miliar itu prediksi kejaksaan sekaligus untuk eksekusinya, tidak tahu juga,” tegasnya.

Berdasarkan penelurusan hukumonline, Jaksa Agung HM Prasetyo mendapatkan kesulitan dalam melaksanakan sita eksekusi Yayasan Supersemar. Hal ini dikarenakan Kejagung butuh biaya Rp2,5 miliar untuk mengembalikan aset negara sebesar Rp4 triliun. HM Prasetyo meminta biaya eksekuasi tersebut masuk dalam APBNP 2016. Dia juga menyebutkan bahwa pada anggaran Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negera (Jamdatun) belum ada alokasi untuk biasya eksekusi Yayasan Supersemar tersebut,

PN Negeri Jakarta Selatan telah menggelar sidang aanmaning untuk meminta Yayasan Supersemar membayar denda putusan Mahkamah Agung secara suka rela. Setelah wakil dari Yayasan Supersemar sebagai pihak termohon hadir, Pengadilan kemudian menghitung batas delapan hari utuk melaksanakan putusan MA terhitung sejak tanggal 21 Januari. Namun sayangnya hingga kini pengadilan belum kunjung melakukan eksekusi.

Dalam Peninjauan Kembali (PK) yang dijatuhkan Mahkamah Agung pada 8 Juli 2015, Soeharto dan ahli warisnya serta Yayasan Supersemar harus membayar AS$315 juta dan Rp139,2 miliar kepada negara atau sekitar Rp4,4 triliun dengan kurs saat ini.

Pada 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus Yayasan Beasiswa Supersemar bersalah menyelewengkan dana dan diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hingga saat ini, aset-aset dari Yayasan Supersemar juga belum diketahui secara pasti untuk pelaksanaan eksekusi, AD/ART masih dipelajari lebih lanjut untuk mengambil tindakan uang tepat jika sudah ada putusan.

Adapun aset yang dimintakan untuk dieksekusi adalah rekening, deposito dan giro di berbagai bank yang seluruhnya berjumlah 113 rekening, deposito dan giro. Selanjutnya, dua bidang tanah dan bangunan seluas lebih kurang 16.000 meter persegi terletak di Bogor seluas lebih kurang 8.000 meter persegi dan Jakarta seluas lebih kurang 8.000 meter persegi.

Perkara ini berawal ketika pemerintah menggugat Yayasan Supersemar atas dugaan penyelewengan dana beasiswa. Dana yang seharusnya ditujukan kepada siswa dan mahasiswa itu justru diberikan kepada beberapa perusahaan, di antaranya adalah PT Bank Duta AS$420 juta, PT Sempati Air Rp13,173 miliar, serta PT Kiani Lestari dan Kiani Sakti Rp150 miliar. Atas dasar itu, negara mengajukan ganti rugi materiil sebesar AS$420 juta dan Rp185 miliar serta ganti rugi imateriil Rp10 triliun.

Tags:

Berita Terkait