Tips Advokat Tangani Klien via Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa OJK
Utama

Tips Advokat Tangani Klien via Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa OJK

Jika menempuh lewat LAPS OJK, ada beberapa ‘pakem’ yang mesti diperhatikan.

Oleh:
NNP
Bacaan 2 Menit
Deputi Direktur Pembelaan Hukum dan Perlindungan Konsumen OJK, Sabar Wahyono (kiri) dalam acara stadium generale Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam Sektor Jasa Keuangan- Antara Kebutuhan atau Solusi Penyelesaian yang digelar DPP AAI di Jakarta, Jumat (10/6). Foto: NNP
Deputi Direktur Pembelaan Hukum dan Perlindungan Konsumen OJK, Sabar Wahyono (kiri) dalam acara stadium generale Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam Sektor Jasa Keuangan- Antara Kebutuhan atau Solusi Penyelesaian yang digelar DPP AAI di Jakarta, Jumat (10/6). Foto: NNP
Sejak Januari 2016 lalu, enam Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) khusus di sektor jasa keuangan telah resmi beroperasi. Keenam lembaga yang dimaksud itu dimuat dalam daftar yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan diperuntukan untuk penyelesaian sengketa baik di sektor perbankan, pasar modal, hingga Industri Keuangan non Bank (IKNB), seperti asuransi, lembaga pembiayaan, dan dana pensiun.

Deputi Direktur Pembelaan Hukum dan Perlindungan Konsumen OJK, Sabar Wahyono mengatakan, tujuan dibentuknya mekanisme khusus penyelesaian sengketa di sektor jasa keuangan agar konsumen mendapatkan pelayanan pengaduan dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan cepat, murah, adil, dan efisien. Selain itu, diharapkan antara konsumen dengan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) dapat tercipta kultur perlindungan konsumen dalam setiap aktivitas bisnis yang dilakukan PUJK.

“Ini sebagai bentuk fasilitasi penanganan konsumen keuangan dan masyarakat sesuai mandat UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,” ujar Sabar saat memberikan pemaparan dalam stadium generale “Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam Sektor Jasa Keuangan- Antara Kebutuhan atau Solusi Penyelesaian” yang digelar DPP Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) di Jakarta, Jumat (10/6).

Penyelesaian sengketa di luar pengadilan (External Dispute Resolution) ini menjadi perhatian tersendiri bagi para advokat, terutama bagi advokat yang menangani sengketa dari klien baik dari sisi konsumen atau sisi PUJK. Sebelum LAPS OJK beroperasi, umumnya advokat cenderung lebih banyak membawa sengketa di sektor jasa keuangan ke ranah pengadilan, melalui lembaga mediasi atau lembaga penyelesaian sengketa konsumen seperti di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

Saat ini, wadah penyelesaian sengketa baik dalam atau luar pengadilan bisa ditempuh sesuai dengan kebutuhan. Khusus untuk LAPS OJK, ada tiga jenis penyelesaian yang bisa ditempuh, yakni mediasi, ajudikasi, serta arbitrase. OJK sendiri mengharapkan agar sengketa di sektor jasa keuangan diharapkan diselesaikan lewat LAPS OJK. Selain karena diawasi oleh OJK, lembaga-lembaga dalam LAPS OJK diisi dengan mediator, ajudikator, dan arbiter yang dianggap OJK sangat mumpuni tangani sengkea di sektor keuangan.

Saat berdiskusi dengan sejumlah advokat di kantor AAI, Sabar memaparkan sejumlah tips yang wajib advokat perhatikan ketika menangani sengketa melalui LAPS OJK:

1.    Wajib Tempuh Dulu ‘IDR’
Penggunaan LAPS tidak bisa serta-merta langsung ditempuh. Konsumen wajib terlebih dulu menyelesaikan permasalahan dengan PUJK melalui mekanisme internal dispute resolution (IDR). Mekanisme itu diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan OJK (POJK) Nomor 1/POJK/07/2014 Tahun 2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan dimana langkah pertama, konsumen menyelesaikan sengketa langsung dengan lembaga keuangan.

Yang mesti dicatat, advokat wajib mengikuti prosedur di internal lembaga keuangan. Tanpa proses itu terlebih dahulu, hak konsumen yang ingin menempuh upaya selanjutnya, baik melalui LAPS atau pengadilan akan menjadi gugur. Dikatakan Sabar, jika konsumen dan advokat menempuh upaya ke pengadilan tanpa proses IDR, ia mengatakan gugatan tersebut mestinya tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard/ NO).

Meski sempat menuai perdebatan dalam forum saat itu, lantaran tidak ada dasar hukum yang mengatur bahwa gugatan yang diajukan tanpa melalui IDR tidak dapat diterima. OJK mengklaim telah berbicara secara non formal dengan sejumlah hakim-hakim bahwa khusus sengketa perdata di sektor jasa keuangan, wajib terlebih dahulu tempuh mekanisme IDR. Sebagaimana diketahui, sebelum aturan ini dibentuk OJK, advokat biasanya hanya cukup melakukan somasi ke pihak lembaga keuangan sebelum mendaftarkan gugatan ke pengadilan.

“Sudah bertemu dengan hakim-hakim, kita minta mohon dilihat apa sudah tempuh IDR, kalau tidak diharapkan bisa di NO,” katanya.

2.    Tidak Semua PUJK Bisa Tempuh LAPS
Ini penting diperhatikan. Salah satu kelemahan penyelesaian sengketa keuangan melalui LAPS OJK adalah tidak semua lembaga keuangan (PUJK) bisa diselesaikan lewat mekanisme ini. Pasalnya, PUJK yang dapat menggunakan fasiltas LAPS OJK hanyalah yang diberikan izin dan diawasi oleh OJK. terhadap lembaga keuangan yang tidak diberi izin dan diawasi oleh OJK, proses penyelesaian sengketa tidak tunduk pada mekanisme lewat LAPS.

“Hanya lembaga keuangan yang izin ke OJK. Kalau tidak, tidak difasilitasi sama sekali,” sebut Sabar.

3.    Jangka Waktu dan Hukum Acara
Setiap advokat tentu sangat detil memperhatikan aspek formil, terutama terkait hal formalitas waktu. Dari tiga tahap penyelesaian, terdapat jangka waktu yang berbeda-beda. Tahap penyelesaian sengketa di internal PUJK, paling lambat 20 hari setelah diterima aduan dari konsumen, PUJK wajib menindaklanjuti dan menyelesaikan pengaduan. Jangka waktu itu dapat diperpanjang 20 hari (total 40 hari). Jika telah lewat waktu, ternyata tidak ada respon atau tidak menemui kesepakatan, baru bisa menempuh langkah selanjutnya.

Tahap fasilitasi terbatas oleh OJK, jangka waktu penyelesaiannya 30 hari kerja dan dapat diperpanjang 30 hari kerja (total 60 hari). Satu hal penting, kerugian finansial yang ditimbulkan PUJK sektor perbankan, pasar modal, dana pensiun, asuransi jiwa, pembiayaan, gadai atau penjaminan paling besar Rp500 juta. Khusus untuk kerugian sektor asuransi, paling banyak sebesar Rp750 juta.

Tahap penyelesaian LAPS, wajib ditempuh mediasi terlebih dahulu. Jika belum menemukan kesepakatan, dapat menempuh ajudikasi dan arbitrase. Upaya ajudikasi bisa ditempuh khsusus untuk nilai klaim yang tergolong kecil atau ritel. Sementara, upaya arbitrase bisa ditempuh jika nilai klaim besar dan tingkat kompleksitas sengketa yang rumit. Terkait dengan biaya, untuk nilai tuntutan finansial jumlah kecil tidak dibebankan biaya. Untuk nilai tuntutan tertentu, dikenakan biaya yang diklaim oleh pihak OJK tidak terlalu mahal.

Selain itu, yang mesti diperhatikan adalah setiap LAPS memilki semacam hukum acara yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dikatakan Sabar, advokat mesti memperhatikan masing-masing prosedur acara yang ditetapkan oleh enam LAPS OJK. Sebagai informasi, OJK masih mempertimbangkan untuk menyusun ‘hukum acara khusus’ di sektor jasa keuangan. “Waktu tergantung masing-masing LAPS, OJK tidak buat keseragaman,” katanya

4.    Disepakati dalam Kontrak
Penyelesaian sengketa lewat LAPS OJK mesti diperjanjikan terlebih dahulu lewat kontrak antara konsumen dan PUJK. Tanpa ada kesepkatan yang tertuang tegas dalam kontrak antara konsumen dengan PUJK, maka LAPS akan menolak penyelesaian yang diajukan. Saat ini, OJK sedang menyusun regulasi yang pada intinya akan mempertegas keberadaan LAPS sebagai jalan yang wajib ditempuh ketika timbul sengketa keuangan.

Caranya, dengan membuat kebijakan pencantuman klausula penyesaian sengketa melalui LAPS dalam setiap perjanjian atau kontrak antara konsumen dan PUJK. OJK mengklaim ‘klausula baku’ tersebut diperbolehkan sepanjang tidak bertentangan dengan kebebasan berkontrak, syarat sah perjanjian, posisi yang setara dan tidak terdapat penyalahgunaan keadaan. “Ini menyasar masyarakat ritel. Dan ini wajib dengan kontrak yang mengaturnya,” tutupnya.
Tags:

Berita Terkait