Pembatalan Perda Harus Proporsional dan Akuntabel
Berita

Pembatalan Perda Harus Proporsional dan Akuntabel

UU Pemda belum menyediakan mekanisme pembatalan Perda. Disarankan mekanisme pembatalan menggunakan Perpres atau Peraturan Pemerintah, sehingga produk pembatalan itu dapat diuji ke MA oleh pihak yang berkeberatan.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto: hukumpedia.com
Foto: hukumpedia.com
Pemerintah akan kembali membatalkan ribuan Peraturan Daerah (Perda) yang dinilai menghambat pertumbuhan ekonomi dan bertentangan dengan UU. Meski masih dilakukan evaluasi, pembatalan Perda mesti dilakukan secara proporsional dan akuntabel. Demikian disampaikan Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad di Gedung DPD, Jumat (17/6).

Merujuk UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda), pemerintah pusat memiliki kewenangan membatalkan Perda bila dinilai bertentangan dengan ketentuan perundangan. Sebaliknya, pemerintah daerah pun memiliki ruang keberatan bila tidak menerima pembatalan Perda.

Pasal 251 ayat (1) UU Pemda menyatakan, “Perda Provinsi dan peraturan gubernur yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh Menteri”. Sedangkan Pasal 252 ayat (1) menyebutkan, “Penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi atau kabupaten/kota yang masih memberlakukan Perda yang dibatalkan oleh Menteri atau oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 ayat (4), dikenai sanksi”.

Menurutnya, bila mengacu Pasal 250, alasan pembatalan Perda oleh pemerintah pusat setidaknya terdapat tiga hal. Pertama, karena bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi. Kedua, mengganggu kepentingan umum. Ketiga, karena alasan kesusilaan. Menurutnya pemerintah dalam membatalkan Perda mesti akuntabel, tentunya dilakukan  sesuai prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Begitu pula pemda tak perlu ragu melakukan keberatan bila pembatalan Perda dinilai tidak tepat.

Mengedepankan prinsip akuntabilitas, pemerintah mesti memberikan alasan terhadap Perda yang akan dibatalkan. Menurutnya pemerintah pun mesti mampu menunjukan pertentangan antara Perda dengan aturan diatasnya. Sebab dengan adanya alasan rasional akan mudah menyikapi Perda yang akan dibatalkan.

Senator asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu berpendapat bila saja alasan pemerintah membatalkan Perda ternyata benar dan dapat dipetangungjawabkan, menjadi pertanyaan. “Kenapa selama ini dibiarkan. Tapi kalau ternyata alasan keberatan Pemda dapat diterima, DPD akan mendesak Pemerintah untuk mendengarkan dan bila perlu DPD akan mengadakan rapat kerja segitiga,” ujar Guru Besar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) itu.

Wakil Ketua Komisi III Lukman Edy mengingatkan agar pemerintah hati-hati ketika akan membatalkan 3.143 Perda. Menurutnya pembatalan Perda dapat dilakukan ketika berentangan dengan UU. Hanya saja, UU Pemda belum mengatur mekanisme pembatalan. Misalnya, ketika Perda tertentu dibatalkan oleh pemerintah mesti dilakukan dengan Perpres atau peraturan pemerintah. Sehingga produk hukum PP atau Perpres tersebut dapat diuji materi ke Mahkamah Agung.

“Di UU Pemda belum diatur mekanisme pembatalannya seperti apa,” ujarnya.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu berpandangan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sebagai pihak eksekutor pembatalan Perda pun tak memiliki mekanismenya. Oleh sebab itu pembatalan Perda pun mesti menggunakan payung hukum. Ia mengaku heran dengan rencana Presiden Jokowi yang akan membatalkan 3.143 Perda yang dinilai menghambat pertumbuhan ekonomi. “Jadi yang dilakukan mendagri itu membatalkan 3.143 Perda itu pake apa. Pemerintah harus membatalkan dengan ktentuan Peraturan Pemerintah atau Perpres,” ujarnya.

Terkait dengan Perda yang intoleran, hal tersebut menjadi warning bagi pemerintah pusat. Setidaknya, Pemda mesti berhati-hati ketika akan membuat Perda. Begitu pula dengan Mendagri mesti memeriksa pasal demi pasal dalam Perda sebelum memberikan persetujuan setelah harmonisasi. Ia berharap pemerintah pusat yang diwakili Mendagri mesti membaca detil Perda ketika diharmonisasi.

“Sekarang baru mau bentuk tim. Harusnya kan sebelum diberikan persetujuan, di tahap harmonisasi harus dibaca detil pasal per pasal,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait