Calon Ini Berjanji Menjadi Hakim Agung Progresif
Berita

Calon Ini Berjanji Menjadi Hakim Agung Progresif

Pangkal hukum progresif ditujukan untuk kepentingan manusia atau masyarakat, bukan masyarakat untuk kepentingan hukum.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
CHA I Made Hendra Kusuma sedang mengikusi seleksi wawancara di Komisi Yudisial, Senin (20/6). Foto: RES
CHA I Made Hendra Kusuma sedang mengikusi seleksi wawancara di Komisi Yudisial, Senin (20/6). Foto: RES
Komisi Yudisial (KY) mulai menggelar seleksi wawancara terbuka terhadap 19 orang calon hakim agung (CHA) dan calon hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Mahkamah Agung (MA). Di hari pertama, Panelis yang terdiri dari 7 Komisioner KY bersama mantan hakim Parman Soeparman, Harifin A Tumpa dan tokoh nasional Ahmad Syafii Maarif mewawancarai empat kandidat dari kamar pidana dan perdata. Mereka adalah Gazalba Saleh (Dosen FH Universitas Narotama Surabaya), I Made Hendra Kusuma (Notaris/PPAT), Mochammad Agus Salim, dan Ibrahim (mantan Komisioner KY).

Saat I Made Hendra berkesempatan diwawancarai, dia mendapati pertanyaan soal hakim progresif. "Apakah Anda setuju dengan aliran hakim progresif? Termasuk kalau nanti jadi hakim agung, apa menganut aliran ini?" tanya Komisioner KY Joko Sasmito dalam sesi wawancara terbuka seleksi CHA di aula KY, Senin (20/6).

I Made berjanji akan menjadi hakim progresif kalau dipercaya menjadi hakim agung. Sebab, dari seorang hakim agung dibutuhkan terobosan-terobosan yang tidak terpaku pada teks Undang-Undang dalam mengadili dan memutus perkara. "Tentu, saya akan menjadi hakim progresif kalau disetujui menjadi hakim agunng. Hakim progresif bisa tercermin dalam putusan-putusannya," kata I Made Hendra.

Dia menjelaskan pangkal hukum progresif ditujukan untuk kepentingan manusia atau masyarakat, bukan masyarakat untuk kepentingan hukum. Artinya, hukum harus selalu menyesuaikan atau mengikuti perkembangan zaman dan menyerap aspirasi kepentingan masyarakat. Salah satu penggagas hukum progresif di Indonesia adalah Prof Sajipto Rahardjo.

"Pegangan prinsip hakim kan ketika memutus perkara harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, tentunya tidak mengesampingkan asas kepastian hukum. Bekal saya hanya integritas dan profesionalitas," jelasnya.

Klarifikasi calon

Dalam kesempatan ini, dia menyayangkan kondisi peradilan yang masih belum baik karena hingga saat ini aparatur peradilan termasuk hakim yang masih sering melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Karena itu, bagi calon reformasi peradilan yang terpenting adalah peningkatan integritas. Itu dimulai saat rekrutmen calon pegawai dan calon hakim yang bersih dan pembenahan sistem promosi dan mutasi "Dengan rekrutmen dan promosi/mutasi yang bersih dan transparan, MA mesti akan dipercaya publik," ujar pria yang pernah menjadi hakim ad ho Pengadilan Tipikor Jakarta ini.

Kandidat lain, Gazalba Saleh, menilai persoalan mafia hukum di MA disebabkan sistem penanganan perkara (birokrasi) terlalu panjang, sehingga sering dimanfaatkan oknum yang tidak bertanggung jawab. Hal ini perlu dibenahi agar sistem pengawasannya pun akan menjadi lebih baik," harapnya.

Dalam kesempatan ini, Gazalba diduga pernah merangkap sebagai advokat saat menjadi hakim ad hoc tipikor sejak 2010. "Bapak pernah tercatat sebagai pengacara di lawfirm tertentu?" tanya anggota panelis, Sukma Violetta. Gazalba membantah. "Saya tidak mengenal lawfirm tersebut dan itu mencatut nama saya," jawab Gazalba. "Tahu nama Bapak dicatut?" ujar Sukma lanjut bertanya. Kata Gazalba, namanya dicatut diketahui dari internet, namun dirinya tidak melakukan protes atau tindakan apa-apa.

Untuk diketahui, seleksi wawancara terbuka terhadap 19 nama ini digelar mulai Senin hingga Jum'at (20-24 Juni) sebagai seleksi tahap akhir dalam seleksi CHA dan Calon Hakim Ad Hoc Tipikor pada MA. Nantinya, nama-nama yang dinyatakan lulus seleksi wawancara ini diusulkan ke DPR untuk mendapatkan persetujuan.
Tags:

Berita Terkait