Dulu Jadi Panelis, Kini Menghadapi Panelis
Seleksi CHA:

Dulu Jadi Panelis, Kini Menghadapi Panelis

Tekankan pentingnya internalisasi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Suasana seleksi wawancara terbuka calon hakim agung di Komisi Yudisial. Foto: RES
Suasana seleksi wawancara terbuka calon hakim agung di Komisi Yudisial. Foto: RES
Menyelesaikan tugas sebagai komisioner Komisi Yudisial periode 2010-2015, kini Ibrahim fokus mengikuti seleksi Calon Hakim Agung (CHA). Dulu, sewaktu menjadi komisioner, ia menjadi anggota panel yang ikut bertanya dan melakukan seleksi para calon hakim agung. Kini, pria yang berprofesi sebagai dosen itu justru duduk di kursi kandidat, menghadapi panel seleksi CHA, Senin (20/6).

Selain pimpinan Komisi Yudisial, panel ini terdiri dari ahli yang dianggap memahami dunia peradilan. Ada mantan hakim agung Parman Soeparman, Harifin A. Tumpa, Iskandar Kamil, H. Ahmad Kamil, Djoko Sarwoko; hakim agung Hary Djatmiko, dan tokoh nasional seperti Ahmad Syafii Maarif, Franz Magnis Suseno, dan Azyumardi Azra.

Saat diwawancarai Panelis, Ibrahim dicecar sejumlah pertanyaan seputar wawasan kebangsaan, pemahaman hukum progresif, perbedaan praktik gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) dan wanprestasi, yurisprudensi, visi-misi, komitmen jika diangkat sebagai hakim agung, hubungan MA dan KY.

Ibrahim mencoba menjawab pertanyaan para panelis satu per satu. Dibanding kandidat lain, Ibrahim memang lebih punya bekal untuk menjawab karena ia sudah tahu ‘dapur’ panelis semacam itu sebelumnya. Salah satu pertanyaan yang diajukan kepadanya adalah solusi konkrit memperbaiki integritas hakim. Pertanyaan ini diajukan panelis, Sumaryoto, mengingat masih adanya hakim yang terkena operasi tangkap tangan KPK.

Bagi Ibrahim, solusinya adalah internalisasi kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH). "Bagaimana internalisasi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim bisa dilaksanakan. Tidak ada hal lain yang lebih penting kecuali menjadikan KEPPH sebagai pedoman bagi hakim selain peraturan perundang-undangan. Ini yang harus didorong," kata Ibrahim.

Menurutnya, soal integritas positif bukanlah perkara sederhana yang bisa lahir seketika. Integritas ini menyangkut esensi pelaksanaan tugas dan kewenangan hakim. "Apa yang saya pahami tidak sekedar wacana, tetapi bisa dipraktikkan yang membawa efek positif bagi hakim yang belum menegakkan KEPPH," harapnya.

"Ini bukan berarti pengawasan hakim tidak penting, tetapi tetap harus ditingkatkan." Dia melanjutkan metode pengawasan hakim yang perlu dikembangkan yakni interpersonal control. Artinya, ada saling mengawasi di antara rekan sejawat. "Ada proses memperingati, menasihati, mengajak mereka agar tidak melanggar KEPPH," kata dia.

Dia juga menekankan pengawasan hakim yang dilakukan MA dan KY harus ada pemisahan secara tegas. Misalnya, hal-hal yang terkait teknis yudisial menjadi objek pengawasan MA sebagai pelaksanaan prinsip independensi hakim. Sedangkan yang menyangkut perilaku itu menjadi kewenangan KY sebagai pengawas eksternal.

Untuk diketahui, seleksi wawancara terbuka terhadap 19 nama ini digelar mulai Senin hingga Jum'at (20-24 Juni) sebagai seleksi tahap akhir dalam seleksi CHA dan Calon Hakim Ad Hoc Tipikor pada MA. Nantinya, nama-nama yang dinyatakan lulus seleksi wawancara ini diusulkan ke DPR untuk mendapatkan persetujuan.
Tags:

Berita Terkait