Inggris Resmi Keluar dari Uni Eropa
Berita

Inggris Resmi Keluar dari Uni Eropa

Pengamat menilai keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa tidak ada dampak signifikan terhadap Indonesia.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Foto: freepik.com
Foto: freepik.com

Rakyat Inggris yang menginginkan negaranya "Keluar" dari Uni Eropa pada Jumat pagi memenangi referendum Brexit (Inggris keluar dari Uni Eropa) dengan mencatat perolehan 52 persen dari suara yang masuk. Berdasarkan hasil itu, Inggris berarti resmi menarik diri dari keanggotaan Uni Eropa setelah bergabung selama 43 tahun.

Sementara hampir semua hasil pemungutan suara sudah dihitung, lebih dari 17 juta warga memilih Inggris mencabut keanggotaan di Uni Eropa. Sekitar 16 juta lainnya memilih tetap menjadi bagian dari Uni Eropa. Inggris menjadi negara pertama yang keluar dalam sejarah 60 tahun keberadaan kelompok Eropa itu.

Laporan dari Xin Hua London, rakyat Inggris yang menginginkan negaranya "Keluar" dari UE pada Jumat pagi waktu setempat memenangi referendum Brexit dengan mencatat perolehan 52 persen dari 71 persen suara yang masuk.

Mengomentari dinamika yang terjadi di Negeri Ratu Elizabeth, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan kemenangan kelompok pro-Brexit dalam referendum Inggris pada 23 Juli untuk menentukan keluar atau bertahan sebagai anggota Uni Eropa dilatarbelakangi kerinduan mereka pada sejarah.

"Kalau historisnya, saya kira Inggris sebagai negeri yang banyak menguasai wilayah di dunia ini, merasa kurang merdeka di bawah Uni Eropa, meskipun tidak masuk Euro zone," kata JK di Auditorium Kantor Wapres, Jakarta, Jumat.

Oleh karena itu, JK mengatakan maklum jika banyak masyarakat yang pro-Brexit atau mendukung Inggris keluar dari Uni Eropa menyebut 24 Juni sebagai "hari kemerdekaan". Namun, di sisi lain, JK menambahkan Brexit akan memberikan dampak negatif pada sektor ekonomi dan perdagangan bagi kedua belah pihak, baik Inggris maupun UE.

"Keluar mungkin lebih nasionalistik (bagi Inggris), tapi proteksi pasti meningkat di kalangan mereka (Uni Eropa)," kata dia.

Selama ini, sebagai anggota Uni Eropa, Inggris menikmati perdagangan bebas dengan 27 negara Uni Eropa lainnya tanpa perlu mengkhawatirkan tarif dan pajak ekspor-impor. Sementara itu, investor asing di Inggris juga memiliki 'confident' atau kepercayaan diri menanamkan modalnya di Inggris karena dapat menjangkau negara-negara lain di kawasan Uni Eropa.

"Buktinya, investasi di Inggris dari asing sekarang mulai menurun karena mereka tidak bisa masuk Eropa, lalu terjadilah saham-saham yang jangkauannya luas menjadi negatif," ujar JK.

Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menilai dampak keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau lebih dikenal dengan istilah Britain Exit (Brexit) tidak akan signifikan terhadap perekonomian Indonesia.

"Indonesia tidak perlu cemas, (Brexit) tidak akan signifikan dampaknya. Kalau Uni Eropa terkena dampaknya, memang akan memberikan dampak lanjutan ke negara berkembang termasuk Indonesia, cuma dalam jangka panjang akan stabil," ujar Ahmad saat dihubungi Antara di Jakarta, Jumat.

Menurut Ahmad, dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa, yang akan menerima dampak negatif justru itu sendiri. Inggris memang merupakan salah satu negara tujuan ekspor Indonesia di Uni Eropa, namun Indonesia masih memiliki mitra dari negara lain seperti Jerman dan Spanyol misalnya.

Ke depan, Ahmad melihat permasalahan tenaga kerja akan menjadi isu utama di Inggris mengingat salah satu prinsip fundamental Uni Eropa terkait "Free Movement" atau perpindahan tenaga kerja secara bebas di UE akan menjadi terbatas.

Ada sekitar 800 ribu masyarakat Polandia yang bekerja dan menetap di Inggris, dan belum termasuk sumber daya manusia dari negara lain dari Uni Eropa.

Tenaga kerja yang berasal dari luar Inggris berpotensi akan berpindah ke negara lain seperti Prancis, Jerman, atau Belanda. Inggris diprediksi akan sulit mencari sumber daya manusia yang baru untuk menggerakkan roda ekonomi domestik.

Adapun tenaga kerja yang tetap bertahan di Inggris juga diperkirakan tidak akan memperoleh perlakuan yang sama seperti sebelumnya, misalnya tidak lagi mendapatkan tunjangan dan bantuan sosial.

Isu tenaga kerja tersebut tentunya dinilai akan berpengaruh terhadap ekonomi Inggris sendiri "Industri di Inggris akan tumbuh melambat, artinya permintaan impor Inggris juga akan melambat. Jadi ekspor kita ke Inggris juga melambat," ujar Ahmad.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution sempat mengatakan, dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa, Indonsia bisa saja nantinya membuat bilateral free trade agreement (FTA) dengan Inggris. Pemerintah sendiri saat ini tengah menyelesaikan proses negosiasi dengan UE soal UE-CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement) dalam upaya meningkatkan perdagangan internasional.
Tags: