Ini Anjuran KPK Jika Parcel Lebaran Mudah Kadaluwarsa
Berita

Ini Anjuran KPK Jika Parcel Lebaran Mudah Kadaluwarsa

Disalurkan ke panti asuhan, panti jompo, dan pihak lain yang lebih membutuhkan.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Parcel lebaran. Foto: juzdeals.com
Parcel lebaran. Foto: juzdeals.com
Jelang perayaan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1437 H pada awal Juli mendatang, KPK mengimbau pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban serta tugasnya. Jika gratifikasi tetap diterima, sesuai UU No. 20 Tahun 2001 jo. UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tipikor, ada risiko sanksi pidananya.

Namun, jika keadaan tertentu parcel terpaksa diterima, maka wajib dilaporkan kepada KPK dalam 30 hari kerja sejak diterima. KPK berharap, pegawai negeri dan penyelenggara negara bisa menjadi teladan bagi masyarakat dengan menolak dan menghindari, baik permintaan maupun penerimaan gratifikasi dari rekanan atau pengusaha atau masyarakat yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya.

Pada penjelasan Pasal 12B UU Tipikor disebutkan bahwa gratifikasi meliputi pemberian uang, barang, rabat (potongan harga), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya kepada setiap pegawai negeri dan pejabat penyelenggara negara.

Bila bingkisan tersebut berupa makanan yang mudah kedaluwarsa, mudah rusak dalam waktu singkat dan dalam jumlah wajar, KPK menganjurkan agar dapat disalurkan ke panti asuhan, panti jompo, dan pihak lain yang lebih membutuhkan. Namun, sebelumnya ada hal yang harus dilakukan penerima parcel.

“Hal itu harus dilaporkan kepada masing-masing instansi disertai penjelasan taksiran harga dan dokumentasi penyerahannya. Selanjutnya masing-masing instansi melaporkan seluruh rekapitulasi penerimaan tersebut kepada KPK,” tulis KPK dalam siaran persnya yang diterima hukumonline, Jumat (24/6).

Selain itu, KPK juga mengimbau pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk tidak meminta dana atau hadiah sebagai tunjangan hari raya (THR) atau dengan sebutan lain, baik secara langsung ataupun tertulis kepada masyarakat atau perusahaan. Sebab, tindakan tersebut merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang yang bisa menjurus pada tindak pidana korupsi yang dapat menimbulkan benturan kepentingan atau menurunkan kepercayaan masyarakat.

Terkait dengan penggunaan mobil dinas atau fasilitas lainnya untuk mudik, KPK mengimbau agar tidak digunakan oleh pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk kepentingan pribadi. Semua imbauan ini dilayangkan agar pegawai negeri dan penyelenggara negara bisa menjadi contoh yang baik.

KPK menyatakan, imbauan ini ditujukan kepada Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi, ketua/pemimpin lembaga tinggi negara, ketua/pemimpin Komisi Negara, Jaksa Agung, Kapolri, Panglima TNI, para menteri Kabinet Kerja, kepala lembaga pemerintahan nonkementerian, gubernur, bupati, walikota, Direksi BUMN/BUMD, serta pemimpin perusahaan dan asosiasi/himpunan perusahaan di Indonesia.

KPK berharap, para pemimpin lembaga negara/institusi pemerintah tersebut dapat meneruskan imbauan kepada internal masing-masing. Sementara bagi pemimpin perusahaan atau asosiasi usaha, diharapkan komitmennya untuk meningkatkan kesadaran dan ketaatan dengan tidak memberikan sesuatu atau menginstruksikan untuk memberikan gratifikasi, suap, atau uang pelicin dalam bentuk apapun.

Agar fungsi unit pengendalian gratifikasi dan pengawasan internal dapat bekerja optimal, KPK juga mengimbau agar masing-masing instansi dapat melakukan pemantauan dan pendataan atas laporan gratifikasi yang disampaikan pejabat dan pegawai di lingkungan kerjanya. Laporan hasil kegiatan tersebut diharapkan segera disampaikan kepada KPK dengan melampirkan rekapitulasi data penerimaan laporan gratifikasi paling lambat 30 hari kerja setelah penerimaan gratifikasi tersebut.

Sedangkan untuk pimpinan kementerian atau lembaga atau organisasi atau pemerintahan daerah dan BUMN atau BUMD, KPK mengimbau agar dapat menerbitkan surat terbuka atau iklan melalui media massa atau bentuk pemberitahuan publik lain yang ditujukan kepada para pemangku kepentingan agar tidak memberikan sesuatu apapun kepada para pejabat dan pegawai di lingkungan kerjanya.

“Bagi mereka yang terbukti menerima gratifikasi terancam pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dengan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar,” tulis KPK.

Sebagai catatan, tahun lalu, KPK menerima hampir 200 laporan gratifikasi dari sejumlah instansi pemerintah dan BUMN/BUMD. Gratifikasi dalam bentuk parsel lebaran ini, terdiri dari berbagai bentuk, mulai dari uang, makanan, voucher belanja, pakaian hingga perangkat elektronik dengan nilai total lebih dari Rp165 juta rupiah.
Tags:

Berita Terkait