Korban Salah Tangkap Gunakan PP Ganti Rugi Terbaru
Berita

Korban Salah Tangkap Gunakan PP Ganti Rugi Terbaru

Sebelumnya, sudah ada putusan pengadilan yang membebaskan kedua terdakwa.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Setelah divonis bebas pengadilan, dua pengamen melayangkan gugatan ganti rugi kepada Pemerintah (Kepolisian dan Kejaksaan). Langkah Andro Supriyanto dan Nurdin Priyanto, kedua pengamen dimaksud, merupakan pelaksanaan hak tersangka, terdakwa, atau terpidana yang salah tangkap sesuai Pasal 95 ayat (1) KUHAP.

Berdasarkan Pasal 95 ayat (1) KUHAP, tersangka atau terdakwa atau terpidana berhak menuntut kerugian karena ditangkap, ditahan dituntut, atau diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. Pelaksanaan aturan KUHAP itu kemudian diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP. PP Ganti Rugi terbaru itulah yang dipakai korban salah tangkap untuk menggugat.

Pengacara publik LBH Jakarta, Bunga M R Siagian, mengatakan Andro dan Nurdin dituduh melakukan pembunuhan terhadap Dicky Maulana. Dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Andro dan Nurdin dinyatakan bersalah dan divonis 7 tahun. Putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memutus bebas Andro dan Nurdin. Putusan itu diperkuat putusan MA pada awal tahun 2016.

Bunga mengatakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap itu memperkuat bukti bahwa Andro dan Nurdin sebagai korban salah tangkap. Mereka mengalami kekerasan dalam bentuk pemukulan, disetrum pada saat diminta keterangan oleh pihak kepolisian. Padahal, kepolisian tidak boleh menggunakan kekerasan untuk memperoleh barang bukti.

Bunga menjelaskan kedua kliennya mengalami kerugian selama ditahan, baik kerugian materiil maupun immaterial. Keluarganya pun demikian. Marni, ibu kandung Andro, mengatakan harus meninggalkan usaha agar bisa menjenguk anaknya selama ditahan. Setiap hari jenguk minimal menghabiskan Rp150 ribu. “Saya mau besuk Andro saja di tahanan harus bayar,” ujarnya.

LBH Jakarta menggunakan mekanisme praperadilan agar prosesnya lebih cepat. Berdasarkan pengalaman LBH selama ini, gugatan ganti rugi menggunakan mekanisme perdata (perbuatan melawan hukum) tidak pernah dikabulkan. Malah permohonan lewat praperadilan yang pernah. Karena itu, dalam penjelasan kepada media, Bunga menyebut langkah LBH Jakarta adalah praperadilan.

Pasal 95 ayat (2) KUHAP sebenarnya menegaskan tuntutan ganti rugi seperti yang diperjuangkan Andro dan Nurdin bisa lewat praperadilan jika ‘perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri’. Dalam kasus ini, perkara Andro dan Nurdin justru sudah sampai ke tingkat kasasi.

Bunga menyebut praperadilan ini tak fokus mengejar ganti rugi, melainkan juga mendorong kepolisian dan kejaksaan berbenah diri. Jangan sampai salah tangkap orang terus berulang. “LBH Jakarta setiap tahun menangani kasus salah tangkap, ini membuktikan kepolisian dan kejaksaan selama ini belum berubah,” kata Arif Maulana, pengacara publik LBH Jakarta lainnya.

Arif mengatakan Andro dan Nurdin sudah ditahan selama 11 bulan. Karena itu, mereka berhak meminta ganti rugi kepada Pemerintah berupa  ganti rugi materil kepada Andro sebesar 75 juta dan Nurdin 80 juta, serta ganti rugi imateril untuk Andro Rp590 juta dan Nurdin Rp410 juta.

Selama menangani kasus salah tangkap Arif mengatakan baru sekarang LBH Jakarta mengajukan praperadilan untuk menuntut ganti rugi. Sebelumnya, tuntutan ganti rugi yang diajukan hanya melalui mekanisme perdata biasa, bukan ganti rugi sebagaimana diamanatkan PP No. 92 Tahun 2015.
Tags:

Berita Terkait