Disetujui DPR, Ini Poin Penting UU Pengampunan Pajak
Berita

Disetujui DPR, Ini Poin Penting UU Pengampunan Pajak

FPKS menolak lantaran terdapat sejumlah pasal yang mengkhawatirkan. Pengampunan pajak diberikan terhitung sejak UU ini berlaku hingga 31 Maret 2017.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Suasana sidang paripurna DPR. Foto: RES
Suasana sidang paripurna DPR. Foto: RES
Rapat paripurna DPR yang dipimpin oleh Ketua DPR Ade Komarudin, Selasa (28/6), menyetujui Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) menjadi UU dengan berbagai catatan. Keputusan diambil setelah ada perdebatan dari beberapa fraksi yang menolak RUU itu disetujui menjadi UU.

Ketua Komisi IX Ahmadi Noor Supit dalam laporan akhirnya mengatakan, masing-masing fraksi memang memberikan catatan saat RUU Pengampunan Pajak masih dalam proses pembahasan dan pengambilan keputusan di tingkat I. Terlepas dari beragam catatan dari seluruh fraksi, namun menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pengambilan keputusan di tingkat II.

Menurut Ahmadi, RUU Pengampunan Pajak terdiri dari 13 Bab dan 25 Pasal. Terdapat beberapa pokok pikiran dalam UU tersebut. Pertama, pengampunan pajak merupakan penghapusan pajak yang seharusnya terutang. Kemudian, tidak dikenakan sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan. Kewajiban perpajakan yang mendapatkan pengampunan pajak terdiri atas kewajiban pajak penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) serta penjualan atas barang mewah.

Kedua, setiap wajib pajak berhak mendapatkan pengampunan pajak. Ketiga, tarif uang tebusan terbagi menjadi tiga yakni tarif uang tebusan atas harta repatriasi atau deklarasi dalam negeri sebesar 2% untuk periode 3 bulan pertama, 3% di 3 bulan periode kedua, dan 5% di periode 1 Janauari 2017 sampai 31 Maret 2017.

Kemudian, tarif uang tebusan atas harta deklarasi luar negeri sebesar 4% di periode 3 bulan pertama, 6% di periode 3 bulan kedua, dan 10% periode 1 Januari 2017 hingga 31 Maret 2017. Setelah itu, tarif pajak bagi wajib pajak UMKM sebesar 0,5% terhadap mereka yang mengungkapkan nilai harta sampai dengan Rp10 miliar. Kemudian, 2 % tehadap wajib pajak yang mengungkapkan nilai harta lebih dari Rp10 miliar dalam surat pernyataan sampai dengan 31 Maret 2017.

Ahmadi berpendapat, Panitia Kerja (Panja) RUU Pengampunan Pajak menyepakati periode penyampaian surat pernyataan terbagi menjadi 3 periode yakni 3 bulan pertama, bulan keempat sampai 31 Desember 2016, dan 1 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2017. Dalam RUU tersebut juga disepakati wajib pajak dapat mengajukan surat pernyataan paling banyak 3 kali dalam jangka waktu terhitung sejak UU berlaku hingga 31 Maret 2017. Dengan kata lain, UU Pengampunan Pajak hanya berlaku selama 9 bulan dimulai sejak 1 Juli 2016.

“UU ini berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017,” ujarnya.

Keempat, RUU ini pun mengatur pengalihan harta ke dalam negeri mesti melalui bank persepsi yang khusus ditunjuk menteri. Sedangkan harta yang dialihkan mesti diinvestasikan paling lambat 31 Desember terhadap mereka yang menyatakan pada periode pertama dan kedua. Sedangkan paling lambat pada 31 Maret 2017 terhadap mereka yang menyatakan pengalihan harta yang diinvestasikan pada periode ketiga.

Kelima, mengatur data dan informasi yang bersumber dari surat pernyataan dan lampiran yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan tak dapat dijadikan dasar penyelidikan, penyidikan dan atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak. Kemudian pihak yang berkaitan dengan pelaksanaan pengampunan pajak dilarang membocorkan dan menyebarluaskan ke pihak lain.

“Jika terbukti melanggar akan dipidana dengan pidana penjara maksimal.

Politisi Partai Golkar itu berharap, ke depan UU Pengampunan Pajak dapat mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui repatriasi harta. Kemudian, mendorong reformasi menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan terintegrasi. Tak hanya itu, setidaknya dapat meningkatkan penerimaan pajak yang dapat digunakan untuk pembiayaan pembangunan.

Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengatakan, disaat perekonomian dunia melambat perlu dibuat terobosan dalam rangka meningkatkan perndapatan dalam negeri. Menurutnya, keberadaan UU Pengampunan Pajak dapat menarik dana dan modal dari luar negeri untuk pertumbuhan pembangunan. Selain itu, meningkatkan pertumbuhan penerimaan negara dari sektor pajak.

Dikatakan Bambang, UU Pengampunan Pajak dapat menarik uang wajib pajak yang berada di luar negeri dengan memberikan laporan keuangan dan aset dalam rangka memberikan kontribusi dalam negeri. “Saat ini kami tengah menyusun aturan pelaksanaan untuk menyiapkan aturan pengampunan pajak. Semua ini kami lakukan untuk menjalankan program pengampunan pajak, semoga sesuai dengan harapan kita semua,” ujarnya.

Tolak sejumlah pasal
Berbeda dengan sembilan fraksi yang memberikan persetujuan dengan catatan, Fraksi PKS justru memberikan penolakan. Alasannya, terdapat beberapa pasal yang tidak sesuai dengan rasa keadilan terhadap wajib pajak yang patuh membayar pajak. Anggota Komisi IX dari Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam mengatakan terkait aturan objek pengampunan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (5).

Pengampunan pajak dalam UU tersebut meliputi PPn, PPh, dan PPn BM. Namun praktiknya yang lazim, pengampunan pajak hanya berlaku pada pajak penghasilan semata. Oleh sebab itu, FPKS mengusulkan hanya PPh yang dapat diampuni. Sementara pajak pokok terhutang tetap dibayarkan. Sedang yang diampuni hanyalah sanksi administrasi dan pidananya saja.

Kedua, Pasal 4 yang mengatur tarif tebusan dan fasilitas. Menurutnya, dalam klausul tersebut seolah obral tarif tebusan. Akibatnya, negara kehilangan potensi pemasukan yang sangat besar dan menciderai rasa keadilan. “Oleh karena itu demi mencegah kehilangan potensi pendapatan negara yang besar dan menegakkan asas keadilan, fasilitas pengampunan pajak harus dibatasi kepada penghapusan saksi administrasi dan sanksi pidananya saja. Peserta pengampunan pajak tetap membayar pokok pajak sesuai ketentuan PPh,” ujarnya.

Ketiga, Pasal 20 mengatur data dan informasi yang bersumber dari surat pernyataan. Sementara lampirannya tidak dapat dijadikan dasar penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan pidana. Menurut Ecky, Pasal 20 rawan disalahgunakan serta memberkan ruang pidana lain seperti korupsi, narkoba, pencucian uang dan perdagangan manusia.

“FPKS berpendapat bahwa pasal tersebut harus dikeluarkan dan diperkuat dalam pasal kerahasiaan data,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait