Program Antikorupsi Juga Perlu Diterapkan di Industri Tambang
Berita

Program Antikorupsi Juga Perlu Diterapkan di Industri Tambang

Meski programnya berbeda, semua perusahaan dan manajemennya ingin berbuat yang terbaik untuk Republik dan ingin tidur nyenyak di malam hari.

Oleh:
YOZ
Bacaan 2 Menit
Senior Corporate Counsel PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT), Erlangga Gaffar. Foto: RES
Senior Corporate Counsel PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT), Erlangga Gaffar. Foto: RES
Pada dasarnya semua perusahaan, termasuk perusahaan pertambangan berharap bisnis dapat berjalan dengan baik dan pada saat yang bersamaan mematuhi ketentuan anti korupsi. Setiap perusahaan berbeda dalam menerapkannya. Meski berbeda, semua perusahaan dan manajemennya ingin berbuat yang terbaik untuk Republik dan ingin tidur nyenyak di malam hari. Hal ini disampaikan Senior Corporate Counsel PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT), Erlangga Gaffar.

Menurut Erlangga, program antikorupsi bervariasi, tapi secara umum dapat dilakukan dengan tiga strategi. Pertama, mencegah atau prevention. Kedua, dengan deteksi atau detection. Ketiga, dengan perbaikan atau correction.  

Erlangga menjelaskan, mencegah atau prevent dapat dilakukan dengan antara lain, adanya komitmen dan arahan dari pemegang saham atau direksi tentang nilai-nilai perusahan atau values. Selain itu, dapat dilakukan dengan membuat kebijakan atau policy yang berisi hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan. 

Sedangkan policy memuat, misalnya, tentang sejauh mana perusahan bisa mengundang pejabat negara untuk kunjungan, batasan apa sehingga tidak termasuk gratifikasi yang dilarang dan sebagainya. Mencegah juga dilakukan dengan membuat pelatihan atau training baik langsung maupun online yang bisa menimbulkan kesadaran tentang pentingnya anti korupsi pada semua tingkatan karyawan. 

Kemudian, deteksi atau detect dapat dilakukan dengan antara lain, audit tahunan dan “pemeriksaan kesehatan” apakah policy sudah dijalankan. Dapat juga dengan memberikan sarana untuk pengaduan seperti compliance line yang bisa melalui email atau telephone bagi karyawan maupun pihak ketiga yang mengetahui adanya potensi ketidakpatuhan.

“Perbaikan atau correction dilakukan dengan antara lain perbaikan atau “menambal” atas hasil deteksi, memperbaiki policy dan juga dengan tindakan disiplin sesuai ketentuan yang berlaku di perusahaan,” tutur Erlangga.

Alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) itu mengingatkan bahwa upaya antikorupsi tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri dan diperlukan komitmen dan upaya bersama dari para pelaku usaha.

Di tingkat internasional, ada upaya bersama di World Economic Forum’s dengan membentuk Partnering Against Corruption Initiative (PACI) dengan anggota lebih dari 90 perusahan multinasional dan dari berbagai macam industri yang menyuarakan perlunya upaya bersama terkait anti korupsi.  Zero tolerance terkait suap dan korupsi.

“Di Indonesia, masih diperlukan upaya nyata bersama dari kita kalangan swasta yang dapat diterima semua pihak,” katanya. 

Salah satu upaya yang diharapkan, kata Erlangga, adalah mendapatkan dukungan dari Perhimpunan Penasihat Hukum Perusahaan atau Indonesian Corporate Counsel Association (ICCA). ICCA saat ini beranggotakan hampir 200 penasihat hukum internal perusahaan atau in-house legal counsels dari berbagai macam perusahaan dari berbagai macam bidang usaha. 

ICCA membentuk working group anti-korupsi dan pernah hadir di KPK ketika tahun 2015 dan menjadi narasumber KPK terkait dengan RPP Gratifikasi.  Namun saat ini terhenti dengan adanya pergantian pimpinan KPK.  Dengan adanya pimpinan KPK baru, ICCA berharap mendapatkan peran aktif ini kembali.

Tags:

Berita Terkait