Proses Rekrutmen Dominasi Permasalahan Pekerja Migran Indonesia
Berita

Proses Rekrutmen Dominasi Permasalahan Pekerja Migran Indonesia

Akibatnya banyak pekerja rumah tangga asal Indonesia yang memiliki utang agar bisa bekerja di luar negeri.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Pemerintah dituntut serius tangani buruh migran. Foto: Sgp
Pemerintah dituntut serius tangani buruh migran. Foto: Sgp
Lembaga non-pemerintah Farsight (Hong Kong) yang bergerak di bidang sosial kemanusiaan baru saja meluncurkan penelitian yang berjudul “Modern Slavery in East Asia”. Dalam penelitian tersebut, dinyatakan ada 71 persen pekerja rumah tangga migran asal Indonesia dan Filipina mengalami bermacam masalah yang selama proses rekrutmen.

Sebanyak 63 persen lainnya menghadapi praktik eksploitasi saat bekerja di luar negeri dan memiliki utang rata-rata AS$1653-1845 selama proses migrasi ke Hong Kong atau Singapura. Penelitian ini dilakukan Farsight pada tahun 2015 dengan bekerja sama organisasi-organisasi di berbagai negara asia seperti, Sigmantara Foundation (Indonesia), The Visayan Forum Foundation (Filipina), Humanitarian Organization for Migration Economics atau HOME (Singapura) dan Justice Center (Hong Kong).

Terkait hal ini, Direktur Eksekutif Sigmantara Foundation, Lidzikri Caesar Dustira merasa perlu ada perlindungan dan advokasi bagitenaga kerja migran Indonesia. Hal itu bisa dilakukan dengan adanya perubahan struktural sehingga menghindari pekerja rumah tangga migran dari praktik eksploitasi dan jeratan utang.

Sejalan dengan itu, instrumen hukum terkait hak-hak buruh migran juga perlu diperkuat. Bahkan, bila perlu masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM/NGO) wajib bersinergi dengan pemerintah dalam melindungi hak-hak para pekerja rumah tangga migran.

“Kami rasa sinergi dari semua elemen diperlukan untuk menyelesaikan masalah fundamental ini (praktik eksploitasi dan jeratan hutang) terutama peran dari gerakan advokasi sebagai penghubung komunikasi antar tenaga kerja migran, mitra kritis bagi pembuat kebijakan dan agensi perekrutan serta fasilitator dalam hal pemberian perlindungan dan pelatihan bagi para tenaga migrant,” tegas Lidzikri dalam siaran persnya yang diterima hukumonline.

Ia menjelaskan, eksploitasi dan pelanggaran hak pada fase migrasi di proses rekrutmen pekerja rumah tangga migran Indonesia lebih banyak terjadi jika dibandingkan dengan pekerja rumah tangga asal Filipina. Lidzikri juga menjelaskan tentang perilaku agen terhadap pekerja rumah tangga indonesia.

“Pekerja rumah tangga indonesia umumnya menanggung utang yang lebih besar pada saat rekrutmen dan merasa lebih sering dipaksa oleh agensi perekrutan untuk bermigrasi,” jelasnya.

Lebih lanjut, dalam penelitain ini terdapat 71 persen responden yang menyatakan bahwa mereka telah mengalami beberapa kombinasi dari pengurungan, penyitaan dokumen, maupun ancaman atau pelecehan secara verbal, fisik, hingga seksual. Sedangkan 25 persen responden menyatakan mereka tertipu baik itu masalah pekerjaan, upah yang diterima, hingga kondisi tempat bekerja.

Selain itu, selama proses migrasi ke Hong Kong atau Singapura para pekerja rumah tangga indonesia memiliki utang rata-rata AS$1653-1845 per orang. Untuk melunasinya, para pekerja membutuhkan waktu 3-6 bulan. “Gaji saya harus dipotong 90 persen selama 7 bulan oleh agen yan mengirim saya ke Hong Kong sebagai biaya dokumen dan pelatihan sebelum keberangkatan saya,” ujar HA, tenaga kerja migran asal Cirebon yang pernah bekerja di Hong Kong.

Selain itu, karena pembatasan hak yang dialami di luar negeri juga membuat para tenaga kerja migran meminta bantuan kepada agen yang mengurusnya. Akibatnya, para pekerja tersebut harus membayar dengan harga yang tidak sesuai jika dibandingkan dengan gaji dan pelayanan yang mereka terima. Sehingga, utang semakin membengkak dan terpaksa bekerja di bawah keadaan yang sangat sulit.

“Sangat sulit bagi saya untuk meminta kepada agen untuk mencarikan majikan lain apabila majikan yang sekarang memperlakukan saya dengan kasar dan tidak baik. Jika saya ingin pindah majikan, maka saya harus membayar denda yang sangat besar kepada agen yang membawa saya, kecuali majikan saya sendiri yang ingin saya diganti. Saya pernah tidak makan berhari-hari agar saya jatuh sakit dan akhirnya majikan mengembalikan saya kea gen karena saya sakit,” ujar NN , tenaga kerja migran asal Indramayu yang pernah bekerja di Hong Kong.
Tags:

Berita Terkait