IDI Siap Advokasi Dokter Terkait Vaksin Palsu
Utama

IDI Siap Advokasi Dokter Terkait Vaksin Palsu

Khususnya kepada dokter yang dianiaya. Sedangkan bagi dokter yang telah ditetapkan menjadi tersangka, IDI akan berkoordinasi dengan rumah sakit (RS) dimana dokter tersebut berpraktik.

Oleh:
ADY/ANT
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi vaksin palsu: HGW
Ilustrasi vaksin palsu: HGW
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mempertimbangkan untuk memberikan bantuan hukum kepada dokter yang dianiaya terkait dengan praktik peredaran vaksin palsu. Sekretaris Jenderal IDI Moh. Adib Khumaidi mengatakan, advokasi dilakukan melalui cabang-cabang IDI di daerah.

“Terutama wilayah yang jadi sasaran peredaran vaksin palsu seperti Banten, Kota Tangerang dan Bekasi,” ujar Adib di Jakarta, Senin (18/7).

Dipilih cabang, lanjut Adib, lantaran di sana telah ada masing-masing biro hukum yang bisa menjadi cara IDI untuk mencari anggota yang membutuhkan pertolongan. Dari catatan IDI, setidaknya terdapat tiga wilayah yang terdapat dokter mengalami tindak kekerasan. Ketiga wilayah itu adalah Tangerang, Bekasi dan Jakarta Timur.

Sedangkan bagi dokter yang telah ditetapkan menjadi tersangka, IDI akan berkoordinasi dengan rumah sakit (RS) dimana dokter tersebut berpraktik. “Kami koordinasikan dulu dengan RS yang bersangkutan dan dokternya juga. Misalnya, apakah konsultan hukumnya sudah disiapkan pihak RS atau dari IDI,” ujarnya.

Terpisah, salah satu dokter yang menjadi tersangka praktik peredaran vaksin palsu, Indra, melalui penasihat hukumnya mengajukan penangguhan penahanan ke Bareskrim Mabes Polri. “Saya tadi hanya memberikan surat permohonan penangguhan penahanan atas klien saya,” kata kuasa hukum Indra, Fahmi M Rajab usai menjenguk kliennya yang ditahan di Rutan Bareskrim Mabes Polri.

Fahmi mengatakan bahwa klienya dalam keadaan baik-baik saja. Ia menyebut bahwa dalam perkar aini kliennya tidak bersalah dan tak mengetahui vaksin yang digunakannya itu palsu. “Pak Indra ini adalah korban, karena dia enggak pernah tahu vaksin yang dia dapat itu vaksin palsu,” katanya.

Menurut Fahmi, kliennya ikut mencari vaksin karena terdesak pasien yang membutuhkan vaksin. "Ada beberapa pasien yang cari vaksin ke dokterIndra. Tapi pada Januari (2016), vaksin di rumah sakit lagi kosong. Akhirnya dokter Indra mencari sales dari perusahaan yang biasa menyuplai obat. Masalahnya, obat itu bukan dari perusahaan tersebut, tapi dari sales pribadi yang menawarkan," paparnya.

Dokter Indra, kata Fahmi, juga sempat mempertanyakan keaslian vaksin pada sales tersebut. Menurutnya, wajar bila dokter mencari vaksin untuk memenuhi kebutuhan medis pasiennya. "Pak Indra bilang, ada budaya di dokter, kalau ada kelangkaan, dokter turut mencari. Tujuannya kan untuk bantu pasien. Ini kan pelayanan, dokter melayani pasien. Masalahnya kan (vaksin) resminya kosong," katanya.

Indra merupakan salah satu dokter dari tiga dokter yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus vaksin palsu. Indra diketahui berprofesi sebagai dokter spesialis anak di Rumah Sakit Harapan Bunda, Kramat Jati, Jakarta Timur. Sejauh ini penyidik Bareskrim telah menetapkan 23 tersangka dalam kasus tersebut.

Kendati demikian hanya 20 orang yang ditahan di Rutan Bareskrim. Sementara tiga orang lainnya tidak ditahan karena masih berusia dibawah umur dan memiliki anak kecil yang perlu dirawat. "Tiga orang tidak ditahan karena alasan kemanusiaan. Dia bukan pemeran utama, punya anak kecil yang perlu dirawat," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya.

Meski ada yang tidak ditahan, namun proses penyidikan seluruh tersangka tetap berlanjut. Agung mengatakan pemberkasan kasus para tersangka dibuat empat berkas terpisah. "Ini untuk mempercepat pemberkasan dan memudahkan proses persidangan," katanya.

Agung merinci dari 23 orang tersangka kasus vaksin, memiliki peran masing-masing yakni produsen (enam tersangka), distributor (sembilan tersangka), pengumpul botol (dua tersangka), pencetak label (satu tersangka), bidan (dua tersangka) dan dokter (tiga tersangka).

Atas perbuatannya, seluruh tersangka dijerat dengan UU Kesehatan, UU Perlindungan Konsumen dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang ancaman hukuman di atas 10 tahun penjara.

Terkait permohonan penangguhan penahanan, Agung menyatakan bahwa Bareskrim akan mengkajinya. "Mengenai permohonan (penangguhan penahanan), nanti ada pengkajiannya. Belum kami putuskan," katanya. Saat ditanya apakah ada unsur kesengajaan dokter Indra dalam menggunakan vaksin palsu, Agung meminta publik untuk menunggu penyidikan selesai. "Itu materi penyidikan. Nanti kita buktikan satu per satu fakta yang kita temukan. Tunggu sampai penyidikan selesai," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait