Pengaturan Hakim dan Istilah ‘Algojo’ untuk Pemberian Uang
Utama

Pengaturan Hakim dan Istilah ‘Algojo’ untuk Pemberian Uang

Terkait penanganan perkara tindak pidana korupsi di Pekanbaru.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
Andri Tristianto Sutrisna saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Andri Tristianto Sutrisna saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Dalam sidang dengan terdakwa mantan Kasubdit Kasasi Perdata Mahkamah Agung (MA) Andri Tristianto Sutrisna terungkap upaya pengaturan hakim dan istilah ‘algojo’ sebagai pemberian uang kepada hakim agung. Sidang kali ini menghadirkan seorang pengacara bernama Asep Ruhiat sebagai saksi.

Dalam kesaksiannya, Asep mengakui bahwa dirinya selaku penasihat hukumKetua DPRD Pelalawan, Zakri Abdullah dalam perkara korupsi pembangunan Islamic Center Pelalawan telah mempersiapkan Rp500 juta untuk hakim agung. Uang itu terkait perkara Peninjauan Kembali (PK) yang melilit klien Asep.

Persoalan ini pun menjadi pertanyaan bagi majelis hakim. "Ada istilah 'Alogjo 500 untuk kembali ke awal kita minta tambah 150 untuk yang 75 lain lagi dua pukulan' maksudnya bagaimana?" tanya anggota majelis hakim Sigit di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (21/7). Hal ini diketahui dari pembicaraan Blackberry Messenger (BBM) antara Asep dan Andri pada 2 Desember 2015.

Menurut Asep, istilah “algojo” merupakan kode pemberian uang untuk hakim yang menangani perkara PK kliennya. "Itu hanya bahasa-bahasa untuk yang memutus," katanya. Sedangkan kode ‘75 lain lagi dua pukulan’ adalah untuk uang operasional. "Ini yang pidsus (pidana khusus) korupsi, pidsus ini masih pembicaraan untuk perkara di Pekanbaru," tambahnya.

Dalam perkara kasus korupsi pembangunan Islamic Center Pelalawan, klien Asep, Zakri Abdullah, di tingkat pertama divonis tiga tahun penjara dan diperberat dengan putusan Mahkamah Agung (MA) menjadi delapan tahun penjara. Asep sebagai pengacara pun ingin mengajukan PK agar hakim yang menangani perkara Zakri kembali ke hakim tingkat awal.

Berikut kutipan percakapan keduanya melalui BBM:
Asep: 500 siap customernya
Andri: Iya nanti saya bicarakan untuk kitanya bagaimana bos? Jangan sampai kita kerja bakti bos?
Asep: Kira-kira minta berapa? Biar aman semua
Andri: Dari sana aja Pak
Asep: Yang pantasnya yang penting untuk kita aman Pak lebih berapa 150
Andri: Saya manut bos saja
Asep: Hehe sip
Andri: Tapi kita kerja dulu ya Pak. Semoga bisa dan berhasil
Asep: Amin yang 75 kapan kita jadikan 100 aja, hehe, gimana komandan? Karena itu belum pastikan?
Andri: Kalau itu kan di luar para algojo Pak itu sendiri, apa bos ada pendapat
Asep: Iya itu untuk kondisikan yang pegang saja di luar algojo, yang algojo 500 untuk kembali ke awal kita minta tambah 150 untuk yang 75 lain lagi 2 pukulan. Atau bagaimana baiknya aja komandan atur karena masih ngantri ada 9 lagi heheh
Andri: Intinya untuk dikondisikan seperti pendapat bos 100 untuk algojo 650 salah enggak penilaian saya, mohon koreksi untuk yang akan masuk 9 sisipkan untuk kita berdua Pak.

Dari upaya pengaturan hakim ini, ada imbalan bagi Andri sebesar Rp75 juta. Hal ini pula yang ditanyakan Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butarbutar. “Andri mengatakan biasanya pengondisian hakim agung itu mencapai Rp100 juta. Itu keterangan Anda?" tanyanyake Asep. "Betul yang mulia," jawab Asep.

Dalam kesempatan itu, Asep menerangkan mengenai uang yang telah diberikan ke Andri. Untuk penanganan perkara di TUN, lanjut Asep, dirinya memperoleh success fee sebesar Rp300 juta, dari total itu diberikan ke Andri Rp150 juta. Sedangkan perkara TUN lain yang ternyata kalah, Asep juga telah memberikan uang ke Andri mencapai Rp280 juta. Uang tersebut diserahkan di Sumarecon Mall Kelapa Gading. Pemberian uang lantaran Asep merasa telah dibantu oleh Andri dalam hal informasi.

Perkenalan Asep dan Andri bermula sekitar pertengahan tahun 2015. "Sekitar Juni atau Juli 2015 Andri telepon katanya ada perkara yang di atas (MA). Saya bilang ada, lalu saya bilang kalau bisa ketemu tapi 1-2 bulan kebetulan perkara saya di TUN pertama menang di tingkat kedua menang, di kasasi kalah," katanya. Atas pengalaman ini, keduanya kembali berhubungan untuk perkara PK di Pekanbaru.

Menurut Asep, jika ditotal terdapat sembilan perkara yang diurus oleh Andri. "Secara keseluruhan hanya 9 agar cepat dapat info hakimnya siapa dan posisi berkas dimana. Kalau, misalkan, tau siapa hakimnya, mudah-mudahan istilah ke klien dibukakan pintu hati hakim untuk dibukakan kebenaran," tambah Asep.

Staf Panitera Muda
Dalam persidangan yang sama, staf Panitera Muda Pidana kHusus MA, Kosidah, juga bersaksi untuk terdakwa Andri. Dari kesaksiannya, Kosidah mengaku dijanjikan uang Rp25 juta oleh Andri jika menahan pengiriman berkas putusan kasasi atas nama Ichsan Suadi.

"Pak Andri menjanjikan uang Rp25 juta diserahkan untuk jasa tidak mengirimkan berkas itu, untuk penahanan berkasnya," kata Kosidah.

Namun ia belum pernah menerima uang terkait hal ini. Menurut Kosidah, berkas putusan kasasi itu nanti akan diberikan ke rekannya yang bernama Dita Agi Sasmita. Tapi Andri tidak bisa langsung ke Dita karena tidak mengenalnya. Ia mengaku, selain perkara Ichsan, Andri juga pernah meminta Kosidah untuk mengecek perkara lain.

“Yaitu perkara di Bengkulu atas nama Andi Reman dan perkara di Tasikmalaya, tapi saya cuma bilang mudah-mudahan (perkaranya) tidak ke Artidjo," ungkap Kosidah.

Dalam perkara menahan pengiriman berkas kasasi atas nama Ichsan Suaidi, Andri didakwa telah menerima suap Rp400 juta. Selain itu, Andri juga didakwa menerima gratifikasi Rp500 juta terkait pengurusan sejumlah perkara di MA. Atas perbuatan ini, Andri dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Tipikor.
Tags:

Berita Terkait