Soal Uang di Mobil Rohadi, KPK Duga Mantan Hakim Tinggi Terlibat
Utama

Soal Uang di Mobil Rohadi, KPK Duga Mantan Hakim Tinggi Terlibat

Sareh membantah pernah berkomunikasi dengan Rohadi.

Oleh:
NOVRIEZA RAHMI
Bacaan 2 Menit
Sareh Wiyono usai diperiksa KPK. Foto: RES
Sareh Wiyono usai diperiksa KPK. Foto: RES
Mantan Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Barat Sareh Wiyono diperiksa sebagai saksi untuk panitera pengganti Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Rohadi. Sareh yang sekarang menjabat sebagai anggota Komisi II DPR ini dibutuhkan keterangannya untuk mengkonfirmasi soal penemuan uang Rp700 juta di mobil Rohadi.

"Sareh Wiyono, anggota Komisi II DPR (diperiksa sebagai saksi) untuk mendalami dugaan keterlibatan Sareh terkait uang Rp700 juta yang ditemukan penyidik di mobil Rohadi saat penangkapan," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yuyuk Andriati Iskak, Jumat (22/7).

Memang, saat Rohadi terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada 15 Juni 2016 lalu, KPK menemukan uang sejumlah Rp700 juta di dalam mobil Rohadi. Uang itu diduga tidak terkait dengan dugaan suap pengurusan perkara pedangdut Saipul Jamil di PN Jakarta Utara. Kala itu, KPK masih mendalami asal-usul uang.

Belakangan, diduga uang itu terkait dengan perkara lain di PN Jakarta Utara. Dimana, Rohadi menjadi panitera pengganti dalam sidang perkara tersebut. Namun, Yuyuk mengaku belum mendapatkan informasi mengenai perkara apa yang dimaksud. "(Yang pasti) Perkara dimana ada peran R (Rohadi)," ujarnya.

Pemeriksaan Sareh ini merupakan pengembangan untuk perkara dugaan suap yang melibatkan Rohadi. Jika dilihat dari latar belakang Sareh, politikus Partai Gerindra ini pernah menjadi Ketua PN Jakarta Utara pada 2003 hingga 2006. Sareh sendiri, usai menjalani pemeriksaan di KPK, mengaku mengenal Rohadi.

Sareh menyatakan, ia mengenal Rohadi saat menjadi Ketua PN Jakarta Utara. Akan tetapi, dia menampik pernah berkomunikasi dengan Rohadi terkait perkara di PN Jakarta Utara saat ia menjadi anggota dewan. "Nggak ada! Ngarang-ngarang saja kamu. Sadapan apa? Ngaco kamu nih," ucapnya dengan nada tinggi.

Terlebih lagi ketika ditanyakan soal sengketa perdata kepengurusan Golkar yang disidang dan diputus di PN Jakarta Utara beberapa bulan lalu. Sareh yang berjalan cepat mencari mobilnya, dengan tegas membantah. "Aduh kalian ini. Nggak ngeri dek urusannya. Saya cuma ditanya, kenal ga, (saya jawab) kenal," imbuhnya.

Tidak sampai di situ, wartawan pun sempat menanyakan, apakah Sareh mengenal suami dari Berthanatalia Kariman -salah seorang tersangka kasus suap pengurusan perkara Saipul- yang bernama Karel Tuppu. Sebab, Karel diketahui sama-sama pernah menjabat sebagai hakim di PN Jakarta Utara pada 2006.

Sareh yang awalnya sudah tidak mau meladeni pertanyaan wartawan, sedikit menoleh dan menjawab, "tanya sendiri sama dia. Kenal nggak dia sama saya". Pada 2006, Karel adalah hakim di PN Jakarta Utara. Pada 2006 pula, Sareh menjabat sebagai Ketua PN Jakarta Utara, hingga akhirnya dipromosi sebagai hakim tinggi di PT Denpasar.

Sementara, pengacara Rohadi, Tonin Tachta Singarimbun mengaku uang Rp700 juta yang ditemukan di mobil Rohadi adalah uang pinjaman. Namun, ia tidak mengetahui dari mana sumber uang tersebut. "Uang Pak Sareh apa bukan, tidak tahu saya. Tapi, uang Rp700 juta itu uang minjam, iya," terangnya.

Menurut Tonin, uang Rp700 juta dipinjam Rohadi untuk keperluan pembelian alat di rumah sakit yang akan dibangun di Indramayu. Pembangunan rumah sakit itu sudah berjalan sekitar enam bulan dan belum selesai. Rencananya, Rohadi akan membayar uang kepada beberapa orang. "Jadi, utang semua itu," tuturnya.

Melihat latar belakang Sareh, mantan hakim ini sudah cukup lama malang melintang di dunia peradilan. Sareh mengawali kariernya sebagai panitera pengganti di PN Palembang pada 1967. Kemudian, Sareh dipromosi sebagai panitera muda di PN Tangerang pada 1967-1979. Karier Sareh pun menanjak menjadi hakim pada 1980.

Sareh menjabat sebagai hakim di PN Nganjuk hingga 1987. Setelah itu, ia dipindah ke PN Kayu Agung pada 1988-1991. Pada 1991-1998, Sareh ditarik ke Mahkamah Agung (MA) sebagai hakim yustisial. Sareh kembali menapaki karirnya di pengadilan negeri, tetapi dengan jabatan Ketua PN Cibinong pada 1998-2003.

Baru, pada 2003-2006, Sareh ditugaskan sebagai Ketua PN Jakarta Utara. Dari sini, Sareh mendapat promosi sebagai hakim tinggi di PT Denpasar. Hanya setahun menjadi hakim tinggi di PT Denpasar, pada 2007, Sareh ditarik lagi ke MA. Sareh menjabat sebagai panitera MA selama tiga tahun, 2007-2010.

Selesai menjabat panitera MA, Sareh dipercaya untuk menduduki posisi ketua pada dua Pengadilan Tinggi di Pulau Jawa. Pertama, pada 2010-2011, Sareh menjabat Ketua PT Jawa Tengah pada 2010-2011. Lalu, pada 2012 Sareh menjabat sebagai Ketua PT Jawa Barat hingga akhirnya pensiun pada 2013.

Nama Sareh juga sempat disebut-sebut dalam kasus suap pengurusan perkara dana bantuan sosial (Bansos) Pemerintah Kota Bandung yang ditangani KPK, 2013 lalu. Bahkan, Sareh pernah diperiksa sebagai saksi. Kasus ini turut menyeret Wakil Ketua PN Bandung Setyabudi Tejocahyono dan Wali Kota Bandung Dada Rosada.

Dada yang diperiksa sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Bandung, menyebut Sareh pernah meminta uang sejumlah Rp2 miliar untuk membantu upaya banding tujuh orang terdakwa kasus dana Bansos Pemerintah Kota Bandung. Namun, Dada tidak memenuhi permintaan Sareh. Dan, Sareh pun telah membantah tudingan itu. 
Tags:

Berita Terkait