Studi KPPU-AIPEG Khawatirkan Persaingan Industri Perbankan Indonesia
Berita

Studi KPPU-AIPEG Khawatirkan Persaingan Industri Perbankan Indonesia

Indikasinya suku bunga pinjaman sangat tinggi.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Otoritas Jasa Keuangan. Foto: RES
Otoritas Jasa Keuangan. Foto: RES
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bersama Australia Indonesia Partnership for Economic Governance (AIPEG) melakukan studi terhadap industri perbankan di Indonesia. Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengatakan studi ini dilakukan berangkat dari penilaian industri perbankan di Indonesia dianggap kurang sehat.

Berdasarkan hasil studi tersebut yang belum lama ini dirilis, Syarkawi mengatakan terdapat struktur pasar yang oligopoli dan mengakibatkan industri perbankan menjadi tidak efisien. Biaya operasional yang terlalu mahal karena kondisi geografis, dan penguasaan tabungan di pasar yang berputar di empat bank besar yakni BRI, BNI, Bank Mandiri, dan BCA.

“Jadi penabung-penabung besar hanya berfokus di empat bank tadi, kemudian penyaluran kredit juga seperti itu. Penyaluran kredit hanya kepada pelaku-pelaku besar saja, ini yang menyebabkan pricing dan penetapan harga menjadi mahal,” kata Syarkawi kepada hukumonline.

Struktur pasar yang oligopolis pula yang menyebabkan suku bunga di Indonesia menjadi tinggi ketimbang negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN). Diduga ada persaingan kurang sehat di industri perbankan Indonesia.

Atas temuan ini, KPPU akan melakukan studi lebih lanjut yang difokuskan kepada perilaku bank. “Karena secara terstruktur kita sudah tahu bahwa itu terkonsentrasi, ada oligopoli, tingal perilakunya yang kita dalami seperti apa. Nah, jangan-jangan ada perilaku anti persaingan dan macam-macam yang menyebabkan suku bunga menjadi sangat mahal,” tambahnya.

Berangkat dari temuan ini pula, lanjut Syarkawi, tak menutup kemungkinan KPPU akan melakukan investigasi terhadap industri perbankan di Indonesia. Hal serupa juga pernah di lakukan di Eropa karena terbukti adanya kartel antara enam bank besar.

Konsultan AIPEG, Kahlil Rowter menjelaskan sektor keuangan Indonesia dipantau memiliki ciri bunga pinjaman tinggi, marjin yang lebar, dan diperkirakan memiliki tingkat keuntungan yang tinggi. Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah rendahnya derajat persaingan. Disamping itu, juga disebabkan oleh kebijakan pemerintah, kondisi geograifs, dan rendahnya kepastian hukum.

Menurut Kahlil, meningkatnya kompetisi secara historis menurunkan marjin dan dan suku bunga pinjaman. Sebaliknya, rendahnya kompetisi diperkirakan menaikkan marjin dan suku bunga pinjaman.

“Subsektor perbankan Indonesia beroperasi dalam bentuk pasar monopolistic competition. Kemampuan masing-masing pelaku dalam menentukan harga lebih rendah disbanding bank lain di negara kawasan,” kata dosen FEUI ini.

Syarkawi menambahkan, melihat persaingan tidak sehat dalam industri perbankan Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku pihak otoritas sektor perbankan harus konsiten membuat arsitektur perbankan Indonesia lebih sehat melalui konsolidasi merger dan akuisisi. Sehingga dari 119 bank yang ada saat ini, jumlahnya dapat lebih disederhanakan menjadi hanya 60 bank.

Jumlah 60 bank itu diperkirakan membuat persaingan antarbank lebih bagus. “Makanya salah satu rekomendasi dari studi ini adalah kita akan melakukan kajian bersama dengan OJK, BI, terkait dengan roadmap perbankan kita ke depan, konsolidasinya seperti apa.,” imbuhnya.

OJK sendiri pun sebenarnya tak menutup pintu merger bank. Otoritas perbankan ini bahkan mendorong antara lain rencana merger bank syariah plat merah.
Tags:

Berita Terkait