WALHI Akan Ajukan Praperadilan SP3 Kasus Kebakaran Hutan Riau
Utama

WALHI Akan Ajukan Praperadilan SP3 Kasus Kebakaran Hutan Riau

Perusahaan yang telah melakukan kesalahan harus memberikan pertanggungjawabannya.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kebakaran hutan. Foto: RES
Ilustrasi kebakaran hutan. Foto: RES
Mendadak Polda Riau menjadi sorotan publik lantaran mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) perkara 15 perusahaan terduga pembakar lahan dan hutan di Riau. Pihak Polda Riau menjelaskan, SP3 itu dikarenakan mereka tidak punya bukti kuat. Kesimpulan itu didapatkan berdasarkan hasil penyelidikan bahwa memang banyak kekurangan.

Deputi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau, Even Sembiring, menuding bahwa Polda Riau telah melanggar Instruksi Presiden (Inpres) No.11 Tahun 2015 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. Pasalnya, salah satu upaya yang harus ditempuh dalam peningkatan pengendalian kebakaran itu adalah dengan melakukan penegakan hukum. Sementara itu, Polda Riau justru melakukan hal yang sebaliknya.

“Jelas SP3 ini melanggar Instruksi Presiden, sebab itu membuktikan bahwa kepolisian tidak menegakan hukum,” tandas Even kepada hukumonline, Senin (25/7).

Even mengingatkan bahwa kasus kebakaran hutan di Riau pada 2015 lalu tidak bisa dianggap remeh. Sebab, peristiwa itu telah menewaskan lima orang dan menyebabkan puluhan ribu warga di Riau menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Dia juga khawatir SP3 justru bisa membuat bencana kebakaran di waktu mendatang lebih memprihatinkan lagi.

Dia mengingatkan bahwa pada azasnya korporasi memiliki tanggung jawab di atas lahan yang menjadi konsesi mereka. Sehingga, tidak layak jika kepolisian memberikan alasan bahwa SP3 karena adanya sengketa dengan masyarakat di atas sebagian besar lahan bekas kebakaran.

Selain itu, Even menyayangkan kepolisian yang menyerah karena tidak memiliki alat bukti yang cukup. Ia mengaku, pihaknya telah melakukan investigasi terkait dengan kebakaran hutan dan lahan yang tejadi tahun lalu di Riau. Menurutnya, jika polisi berbesar hati untuk bekerja sama dengan masyarakat sipil seperti WALHI, Even yakin alat bukti yang kuat bisa didapatkan.

“Seharusnya sebelum memutuskan SP3 diumumkan saja peluang bekerja sama dengan masyarakat sipil. Kami siap membantu,” ujar Even.

Tak hanya itu, Even meragukan alasan yang disampaikan Polda Riau bahwa ketiadaan alat bukti lantaran pihak perusahaan sudah memiliki sarana dan prasarana lengkap terkait penanganan kebakaran.

Menurutnya, hal itu mustahil jika melihat besarnya luas lahan yang terbakar. Evan menegaskan, jika memang sarana dan prasarana sudah tersedia sejak sebelum adanya kasus kebakaran, maka lahan yang terbakar bisa diminimalisasi. Sebab, alat-alat yang memadai mampu memadamkan api hanya dalam kisaran 5-7 menit.

“Harus ditelaah lagi, apakah alat yang dimiliki perusahaan itu memang sudah lengkap sejak sebelum terjadinya kebakaran, atau mereka baru melengkapinya setelah ada kebakaran,” tambahnya.

Even menuturkan, pihaknya akan mengajukan praperadilan atas SP3 yang dikeluarkan. Ia mengaku sedang dalam tahap persiapan, terutama mendapatkan dokumen SP3 terlebih dahulu. Sebab menurutnya, surat itu dikeluarkan secara ‘diam-diam'. Terbukti, sudah sejak Januari 2016 surat ditandatangani, namun baru mereka ketahui pada Maret 2016.

“Dari semua perusahaan yang di-SP3 itu, kita sedang inventarisasi untuk diajukan praperadilan. Targetnya, awal Agustus permohonan pra-peradilan ini akan kami ajukan ke pengadilan,” katanya.

Selain menempuh upaya hukum, Even menambahkan bahwa pihaknya aktif menggalang dukungan publik. Ia berharap masyarakat dan para pemangku kepentingan tidak lupa atas peristiwa kebakaran hutan yang terjadi di tahun 2015. Tak hanya itu, bersama lembaga swadaya masyarakat lainnya, ia akan melakukan intervensi terhadap kebijakan pemerintah.

“Targetnya, perusahaan yang telah melakukan kesalahan harus memberikan pertanggungjawabannya,” ujar Even.

Seperti diketahui, Polda Riau pada 2015 lalu menangani 18 perusahaan yang diduga melakukan pembakaran lahan. Namun, hanya tiga kasus yang melibatkan PT Langgam Inti Hibrindo, PT Palm Lestari Makmur, PT Wahana Subur Sawit yang dinyatakan lengkap dan layak untuk dilanjutkan ke proses selanjutnya. Tiga perusahaan di atas telah sampai di pengadilan dan bahkan ada perusahaan yang dinyatakan inkrah meski diputus bebas, yakni PT Langgam Inti Hibrindo.

Sementara itu, 15 perusahaan lainnya yakni PT Bina Duta Laksana, PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia, PT Ruas Utama Jaya, PT Suntara Gajah Pati, PT Dexter Perkasa Industri, PT Siak Raya Timber, PT Sumatera Riang Lestari, PT Bukit Raya Pelalawan, PT Hutani Sola Lestari, KUD Bina Jaya Langgam dan PT Rimba Lazuardi. Semuanya adalah perusahaan yang bergerak di Hutan Tanaman Industri (HTI). Sedangkan tiga lainnya yakni PT Parawira, PT Alam Sari Lestari, PT PAN United dan PT Riau Jaya Utama bergerak pada bidang perkebunan kelapa sawit.

Direktur Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Pol Rivai Sinambela, mengatakan mayoritas perusahaan yang di SP3 tersebut bersengketa dengan lahan masyarakat sehingga mementahkan dua alat bukti yang sebelumnya dapat menjerat sebagai tersangka. Ia mengatakan, Polda Riau siap meladeni jika ada masyarakat atau lembaga yang berupaya melakukan praperadilan terkait SP3 kasus itu.

Tags:

Berita Terkait