Penting! Pro Bono Advokat Bukan Sekadar Kerja Litigasi
Berita

Penting! Pro Bono Advokat Bukan Sekadar Kerja Litigasi

Beberapa law firm korporasi di Indonesia sudah memberikan pelayanan ini untuk berbagai macam isu hukum.

Oleh:
RIA
Bacaan 2 Menit
Suasana acara roundtable yang digelar oleh PILnet bekerja sama dengan BABSEACLE, TrustLaw, dan Hukumonline.com. Foto; Hukumonline
Suasana acara roundtable yang digelar oleh PILnet bekerja sama dengan BABSEACLE, TrustLaw, dan Hukumonline.com. Foto; Hukumonline
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, orang-orang yang menjalankan profesi hukum satu ini memiliki kewajiban untuk memberikan jasa atau bantuan hukum secara cuma-cuma. Pekerjaan ini juga dikenal umum dengan istilah pro bono.

Hingga saat ini, pekerjaan pro bono di kalangan advokat kerap kali diidentikkan dengan kerja-kerja litigasi. Seperti halnya mendampingi individu atau badan hukum yang bermasalah di pengadilan, termasuk juga menyiapkan berkas-berkas yang mereka butuhkan.

Namun ternyata kerja pro bono bukan sekadar itu saja. Sebuah jaringan internasional bernama The Global Network for Public Interest Law (PILnet) menyebutkan bahwa ada berbagai macam kerja pro bono non litigasi yang juga bisa dilakukan oleh lawyer.

Deputi Direktur PILnet untuk wilayah Asia, Tze-Wei Ng, menyebutkan di antaranya ada penelitian hukum,  pemberian nasihat hukum, membantu penyusunan berkas hukum, dan memberikan pengajaran dan pelatihan hukum.

“Bila anda menyebutkan bahwa lawyer-lawyer di law firm anda mengajar di perguruan tinggi yang masih dirasa kurang, maka benar bahwa law firm anda telah melakukan sebagian dari kewajiban seorang advokat memberikan pelayanan pro bono. Membagikan ilmu kepada mereka yang tidak memiliki cukup akses bisa dibilang kerja pro bono,” sebut Tze-Wei, Rabu (27/7).

Apa yang disampaikan oleh Tze-Wei tersebut dikutip dari tanggapan yang diberikannya kepada Inka Karina, lawyer pada Arfidea Kadri Sahetapy-Engel Tisnadisastra (AKSET), salah satu law firm korporasi di Jakarta. Sebelumnya, Inka menyebutkan bahwa selama enam tahun AKSET berdiri, law firm yang salah satu founder-nya Mohammad Kadri itu belum berfokus melakukan kerja pro bono.

Dalam acara roundtable yang digelar oleh PILnet bekerja sama dengan BABSEACLE, TrustLaw, dan Hukumonline.com, Inka menggambarkan pelayanan kepada publik yang diberikan oleh lawyer di AKSET selama ini biasanya adalah menjadi dosen tamu di perguruan tinggi-perguruan tinggi, termasuk yang belum mendapatkan akreditasi.

Tak hanya AKSET, beberapa law firm korporasi lainnya di Jakarta ternyata juga sudah banyak yang menjalankan kerja pro bono berbentuk non litigasi ini. Salah satunya adalah Linda Widyati & Partners (LWP), law firm Indonesia yang berafiliasi dengan law firm asing, Clifford Chance.

Di LWP, sebut Linda, lawyer-lawyer yang bekerja di kantornya banyak terlibat dalam membantu memberikan nasihat hukum untuk kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) bagi perusahaan kliennya, dan juga untuk beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Asistensi bagi LSM ini juga dilakukan di law firm Oentoeng Suria & Partners.

Kesadaran beberapa lawyer korporasi di Indonesia untuk dapat memberikan bantuan dengan kemampuannya di bidang hukum secara cuma-cuma ini juga bisa dilihat dari terbentuknya sebuah komunitas bernama Socolas, Social Corporate Lawyers Society. Gita Syahrani, salah seorang pendiri Socolas, mengibaratkan Socolas ini seperti lembaga bantuan hukum (LBH) namun khusus di bidang korporasi.

Bantuan hukum apa saja yang diberikan oleh Socolas? Ditemui dalam kesempatan berbeda sebelumnya, Gita menyebutkan pelayanan yang ditawarkan oleh Socolas berkisar pada review perjanjian, membantu mendirikan badan hukum, memberi opini hukum sekaligus saran-saran terkait aspek hukum, dan edukasi kepada pelaku gerakan sosial seputar bagaimana caranya melakukan negosiasi dengan investor atau pihak lainnya.
Tags:

Berita Terkait