Dengan Suara Bulat, MK Tolak Uji Pemilihan Pengurus Organisasi Advokat
Utama

Dengan Suara Bulat, MK Tolak Uji Pemilihan Pengurus Organisasi Advokat

Susunan organisasi advokat ditetapkan para advokat lewat AD/ART. Perpecahan adalah bagian dari dinamika organisasi.

Oleh:
AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Penyerahan putusan UU Advokat kepada pemohon. Foto: MK
Penyerahan putusan UU Advokat kepada pemohon. Foto: MK
Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) secara bulat menolak uji materi Pasal 28 ayat (1), dan ayat (2) UU No. 18 Tahun 2003  tentang Advokat terkait polemik mekanisme pemilihan pengurus PERADI, sistem perwakilan atauone man one vote. MK menganggap tafsir Pasal 28 ayat (2) UU Advokat sudah jelas, dimana susunan organisasi Advokat ditetapkan para advokat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).

“Bagi Mahkamah, kerugian yang dialami Para  Pemohon bukan disebabkan  inkonstitusionalitas Pasal 28 ayat (2) UU Advokat melainkan penerapan atau implementasi norma di dalam praktik,” tutur Hakim Konstitusi Suhartoyo saat membacakan pertimbangan putusan MK No. 32/PUU-XIII/2015 di ruang sidang MK, Kamis (28/7).

Ditegaskan Mahkamah, permohonan para Pemohon bukanlah konstitusionalitas norma tetapi merupakan persoalan implementasi norma akibat tidak dipatuhinya semangat yang terkandung dalam Pasal 28 ayat (2) UU Advokat terkait pelaksanaan pemilihan pimpinan organisasi Advokat.

Menurut Mahkamah, jika kerugian yang dialami Para Pemohon disebabkan inkonstitusionalnya norma yang dimohonkan pengujian, hal tersebut justru akan timbul ketidakpastian hukum apabila norma tersebut tidak ada atau ditafsirkan lain.

“Mekanisme pemilihan pengurus organisasi advokat yang diatur AD/ART Organisasi Advokat justru telah mencerminkan adanya sifat mandiri, bebas dan bertanggung jawab dalam pengaturan profesi Advokat seperti diamanatkan UU Advokat,” tuturnya.

Mekanisme pemilihan pengurus Advokat yang menurut para Pemohon selalu berujung konflik dan perpecahan organisasi Advokat, hal tersebut bagian dari dinamika organisasi yang pasti dialami semua organisasi dan harus diselesaikan sendiri secara institusional organisasi masing-masing. “Karena itu, permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” begitu dalil Mahkamah.

Salah satu Pemohon, Ikhwan Fahrojih berpendapat permohonan uji materi yang diajukan sebenarnya bukan persoalan implementasi norma, tetapi mengandung ketidakpastian dan ketidakjelasan norma yang menyebabkan multiinterpretasi dalam penerapannya. Akibatnya, persoalan ini menjadi sumber perpecahan organisasi advokat.

“MK seharusnya meluruskan dan menafsirkan norma tersebut secara jelas bahwa ‘setiap anggota profesi advokat berhak memilih ketua organisasi advokat Indonesia, dalam hal ini PERADI. Kalau nggak dipertegas akan terus jadi polemik dan menyulut perpecahan organisasi advokat. Namun, kita tetap menghormati putusan ini,” kata Ikhwan.

Sebelumnya, sejumlah advokat yakni Ikhwan Fahrojih, Aris Budi Cahyono, Muadzim Bisri, dan Idris Sopian Ahmad mempersoalkan Pasal 28 ayat (1), (2) UU Advokat terkaitpenentuan susunan kepengurusan organisasi advokat. Dalam hal ini, pemilihan ketua umum DPN PERADI yang pada Munas April 2010 di Pontianak disepakati menggunakan sistem one man one vote. Mereka menganggap Pasal 28 ayat (2) UU Advokat multitafsir karena dapat ditafsirkan sistem perwakilan atau one man one vote.

Para pemohon merasa ketentuan itu melanggar hak konstitusionalnya termasuk para advokat lain yakni melanggar hak mengeluarkan pendapat, kepastian hukum yang adil, dan hak untuk tidak didiskriminasi selaku profesi advokat. Sebab, hanya sebagian kecil advokat yang diberi hak memilih calon ketua umum PERADI, sebagian besarnya termasuk para pemohon tidak diberi hak memilih.

Menurutnya, Pasal 28 ayat (2) UU Advokat ini mengandung makna kedaulatan tertinggi ada di tangan para advokat sendiri terkait pemilihan kepengurusan organisasi advokat. Namun, hal ini dimaknai kurang tepat melalui Pasal 32 AD PERADI Desember 2004 dimana hak suara dalam Munas diwakili DPC dengan ketentuan setiap 30 anggota PERADI di suatu cabang memperoleh satu suara (perwakilan). Karenanya, mereka meminta MK menafsirkan Pasal 28 UU Advokat sepanjang dimaknai tata cara pemilihan pengurus pusat organisasi advokat dilakukan para advokat secara individual yang ditetapkan dalam AD/ART.
Tags:

Berita Terkait