Hindari Pemalsuan Kartu BPJS, Ini yang Harus Dilakukan Warga
Berita

Hindari Pemalsuan Kartu BPJS, Ini yang Harus Dilakukan Warga

Masyarakat antusias menjadi peserta. Tapi kurang pengetahuan tentang BPJS.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Layanan BPJS Kesehatan di salah satu rumah sakit di Jakarta Selatan. Foto: RES
Layanan BPJS Kesehatan di salah satu rumah sakit di Jakarta Selatan. Foto: RES
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengimbau masyarakat untuk datang dan mendaftar sendiri ke loket-loket resmi. Jangan mudah tergiur tawaran membuat kartu dari orang yang tidak jelas.

Agar terhindar dari pemalsuan, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris meminta masyarakat langsung datang ke loket resmi atau membuka langsung laman resmi BPJS Kesehatan, www.bpjs-kesehatan.go.id. “Untuk yang sudah pegang kartu dapat memeriksa keaslian kartunya melalui call center BPJS Kesehatan, 1500400,” Fachmi mengimbau.

Aparat penegak hukum menemukan dugaan pemalsuan kartu BPJS di Kabupaten Bandung. Polisi sudah melakukan penyelidikan atas pemalsuan ini, apalagi diduga ada motif uang di balik pembuatan kartu BPJS palsu tersebut. Pemalsuan ini bisa terjadi karena sejumlah hal. Koordinator advokasi BPJS Kesehatan, Timboel Siregar, melihat ada beberapa hal yang memicu munculnya kartu BPJS Kesehatan palsu.

Pertama, masyarakat sangat antusias dengan bergulirnya program JKN karena memberi akses yang mudah bagi masyarakat untuk mengakses pelayanan kesehatan. Namun, hal itu tidak diimbangi oleh pengetahuan masyarakat tentang JKN dan BPJS Kesehatan, termasuk tata cara mendaftar sebagai peserta. Sosialisasi dianggap masih kurang. “Idealnya proses sosialisasi terus dilakukan oleh Pemerintah dan BPJS Kesehatan,” katanya.

Kedua, pendaftaran peserta biasanya dilakukan di kantor BPJS Kesehatan yang umumnya berada di ibukota kabupaten/kota, sehingga menyulitkan masyarakat yang lokasinya jauh dari kota. Makin menyulitkan lagi karena sekarang pendaftaran tidak boleh dilakukan oleh orang yang tidak tercantum dalam kartu keluarga. Akibatnya, di kantor-kantor BPJS Kesehatan sering terlihat antrian panjang masyarakat yang mau mendaftar. “Tidak semua masyarakat melek teknologi. Masih ada yang tidak mampu mendaftar lewat website BPJS Kesehatan,” ujarnya.

Ketiga, diterbitkannya Peraturan Direksi BPJS Kesehatan No. 1 Tahun 2015 membuat peserta baru yang sudah mendaftar harus menunggu 14 hari untuk membayar iuran pertama. Cara itu dinilai menyulitkan karena peserta harus kembali ke kantor BPJS Kesehatan setelah 14 hari untuk membayar iuran dan menerima kartu peserta. Lagi-lagi Timboel menyebut belum semua masyarakat melek teknologi sehingga masih ada yang belum bisa membayar iuran itu lewat ATM dan mencetak kartu sendiri.

Bermacam persoalan itu yang membuka celah pihak tertentu untuk menawarkan jasa membuat kartu BPJS Kesehatan. Guna mengatasi hal tersebut Timboel mengusulkan kepada pemerintah dan BPJS Kesehatan, selain melakukan sosialisasi yang masif dan berkelanjutan juga perlu menciptakan terobosan dalam sistem pendaftaran peserta baru BPJS Kesehatan. Misalnya, masyarakat bisa mendaftar di kantor pos dan Puskesmas, mengingat kedua lokasi itu mudah dijangkau masyarakat.

“Selain itu saya mengusulkan ketentuan Peraturan Direksi BPJS Kesehatan No.1 Tahun 2015 yang menyaratkan masa aktivasi 14 hari untuk dicabut,” usul Timboel.

Kepala Humas BPJS Kesehatan, Irfan Humaidi, mengatakan sistem JKN bisa mengecek validitas kartu kepesertaan. Itu yang digunakan untuk mengawasi pelayanan, sehingga pelayanan hanya bisa digunakan untuk peserta yang berhak. Mengingat peserta JKN kategori mandiri bisa mencetak sendiri kartu kepesertaan, maka untuk membedakan mana kartu asli dan palsu tidak bisa dilihat secara fisik, tapi mengecek melalui sistem yang ada di fasilitas kesehatan (faskes) baik tingkat pertama atau lanjut. Jika kartu kepesertaan asli maka sistem bisa membaca dan memunculkan data peserta.

Irfan mengatakan BPJS Kesehatan belum menerima adanya peredaran kartu BPJS Kesehatan palsu selain di Kabupaten Bandung. Modus yang digunakan para pelaku yaitu menawarkan harga yang lebih murah kepada masyarakat yaitu Rp100 ribu untuk satu keluarga dan tidak perlu membayar iuran selamanya. Dari laporan yang diterima Irfan, para korban percaya karena kartu itu ditawarkan oleh perangkat desa. Bisa jadi perangkat desa itu juga tidak mengetahui kartu JKN yang ditawarkan yayasan tersebut palsu. “Kami mendapat informasi pihak yayasan yang membuat kartu palsu itu jadi tersangka,” ujarnya.

Sampai saat ini belum ada indikasi keterlibatan oknum BPJS Kesehatan dalam kasus kartu palsu tersebut. Menurut Irfan tindakan itu murni dilakukan oleh pihak yang melakukan kejahatan penipuan dengan cara mencetak kartu BPJS Kesehatan palsu. Soal pengawasan sistem di BPJS Kesehatan dinilai tidak ada masalah karena sistem yang ada mampu melakukan verifikasi peserta JKN.

Walau mengakui sosialisasi yang dilakukan perlu terus disempurnakan sehingga pengetahuan masyarakat terhadap program JKN bertambah, Irfan mengatakan secara umum publik mengerti program tersebut, terlihat dari jumlah peserta JKN yang mencapai 167 juta orang. Peserta juga sudah memanfaatkan program JKN, dapat dilihat dari kunjungan peserta ke faskes tingkat pertama mencapai 100 juta dan tingkat lanjut 16 juta serta rawat inap 6 juta.

Selain itu Irfan mengimbau kepada masyarakat untuk mendaftar jadi peserta JKN di lokasi resmi yang telah ditentukan seperti kantor BPJS Kesehatan dan website. Ke depan, BPJS Kesehatan akan membuka lebih banyak gerai pendaftaran sehingga bisa menjangkau masyarakat lebih luas. “Adanya kasus ini masyarakat akan berpikir ulang untuk menggunakan jasa calo atau pihak ketiga saat mendaftar jadi peserta JKN,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait