Kapolri Didesak Buka Identitas Ahli yang Rekomendasikan SP3 Karhutla
Berita

Kapolri Didesak Buka Identitas Ahli yang Rekomendasikan SP3 Karhutla

Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3) terhadap 15 korporasi yang diduga membakar hutan dan lahan tahun 2015 di Riau, dinilai melanggar prinsip-prinsip transparansi.

Oleh:
ANT/Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kasus kebakaran lahan. Foto: RES
Ilustrasi kasus kebakaran lahan. Foto: RES
Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) meminta Kepolisian Indonesia membuka identitas ahli yang merekomendasikan terbitnya Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3) terhadap 15 korporasi yang diduga membakar hutan dan lahan tahun 2015.

"Jikalahari menuntut Kapolri membuka identitas ahli yang merekomendasikan SP3 15 korporasi diduga pembakar hutan dan lahan tahun 2015. Buka seluruh dokumen berita acara dan dokumen hasil gelar perkara," kata Koordinator Jikalahari, Woro Supartinah di Pekanbaru, Senin (8/8).

Jikalahari menilai SP3 melanggar prinsip-prinsip transparansi Peraturan Kapolri (Perkap) No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Transparansi bermakna proses penyelidikan dan penyidikan dilakukan secara terbuka yang dapat diketahui perkembangan penanganannya oleh masyarakat.

"Masyarakat sama sekali tidak tahu penghentian perkara ini, apalagi SP3 ini sudah dimulai sejak Januari 2016," sebut Woro. (Baca Juga: WALHI Akan Ajukan Praperadilan SP3 Kasus Kebakaran Hutan Riau)

Oleh karena itu, polisi diminta menggelar "Gelar Perkara Publik" dengan cara mengundang korban polusi asap karhutla: lima korban meninggal, korban ISPA, akademisi yang independen, Kantor Staf Presiden, KLHK, Tokoh dan alim ulama, Kapolri, Kejakaan Tinggi Riau dan pihak-pihak yang berkaitan dengan korban polusi asap.

Lebih lanjut, dia mengatakan SP3 juga melanggar instruksi Presiden (Inpres) No.7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015. Dalam Inpres itu disebutkan Polri salah satunya, meningkatkan keterbukaan proses penegakan hukum di Kepolisian Republik Indonesia kepada masyarakat.

"Polda Riau tidak melaksanakan aksi keterbukaan proses penegakan hukum kepada masyarakat Riau. Dokumentasi tahapan penanganan perkara kepada masyarakat luas tidak pernah disampaikan oleh Polda Riau termasuk perkembangan penanganan perkara 15 perusahaan terlibat karhutla," lanjut Woro Supartinah.

"Jokowi menginstruksikan lakukan langkah tegas pada pembakar hutan dan lahan, baik administrasi, pidana maupun perdata, bukan menghentikan 15 perkara perusahaan pembakar hutan dan lahan," tambahnya. (Baca Juga: 5 Putusan Pengadilan Terkait Kebakaran Lahan)

Atas dasar itu, dia meminta polisi mematuhi Instruksi Presiden, Instruksi Kapolri dan Perkap Manajemen Penyidikan Tindak Pidana Kapolri. Di samping itu, Kapolri diminta mereformasi menyeluruh di tubuh Polda Riau, reformasi dari hulu ke hilir sehingga membentuk karakter personil Polri yang berintegritas dan mampu melayani masyarakat dengan baik.

Seperti diketahui, Polda Riau pada 2015 lalu menangani 18 perusahaan yang diduga melakukan pembakaran lahan. Namun, hanya tiga kasus yang melibatkan PT Langgam Inti Hibrindo, PT Palm Lestari Makmur, PT Wahana Subur Sawit yang dinyatakan lengkap dan layak untuk dilanjutkan ke proses selanjutnya. Tiga perusahaan di atas telah sampai di pengadilan dan bahkan ada perusahaan yang dinyatakan inkrah meski diputus bebas, yakni PT Langgam Inti Hibrindo.

Sementara itu, 15 perusahaan lainnya yakni PT Bina Duta Laksana, PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia, PT Ruas Utama Jaya, PT Suntara Gajah Pati, PT Dexter Perkasa Industri, PT Siak Raya Timber, PT Sumatera Riang Lestari, PT Bukit Raya Pelalawan, PT Hutani Sola Lestari, KUD Bina Jaya Langgam dan PT Rimba Lazuardi. Semuanya adalah perusahaan yang bergerak di Hutan Tanaman Industri (HTI). Sedangkan tiga lainnya yakni PT Parawira, PT Alam Sari Lestari, PT PAN United dan PT Riau Jaya Utama bergerak pada bidang perkebunan kelapa sawit. (Baca Juga: 4 Masalah yang Dihadapi Penyidik Kasus Lingkungan Hidup)

Direktur Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Pol Rivai Sinambela, mengatakan mayoritas perusahaan yang di SP3 tersebut bersengketa dengan lahan masyarakat sehingga mementahkan dua alat bukti yang sebelumnya dapat menjerat sebagai tersangka. Ia mengatakan, Polda Riau siap meladeni jika ada masyarakat atau lembaga yang berupaya melakukan praperadilan terkait SP3 kasus itu.

Tags:

Berita Terkait