Beri Kepastian Hukum, Kementerian Agraria Percepat Sertifikasi Tanah di Jakarta
Berita

Beri Kepastian Hukum, Kementerian Agraria Percepat Sertifikasi Tanah di Jakarta

Sehingga bisa mengurangi sengketa atau konflik dan memudahkan investasi.

Oleh:
ANT | Fathan Qorib
Bacaan 2 Menit
Foto ilustrasi: BAS
Foto ilustrasi: BAS
Sofyan Djalil resmi menjabat Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanah Nasional (ATR/BPN) sejak akhir Juli lalu. Salah satu tindakan awalnya sebagai menteri, Sofyan berencana untuk mendorong percepatan sertifikasi 292.655 bidang tanah atau sekitar 20,64 persen yang belum terdaftar secara resmi di wilayah DKI Jakarta.

"Pilot project percepatan sertifikasi dilakukan di Jakarta, Surabaya, dan Batam, nanti akan dilakukan di seluruh Indonesia," kata Sofyan dalam pernyataannya di Jakarta, Jumat (12/8).

Menurut Sofyan, proses sertifikasi ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum, mengurangi sengketa maupun konflik dan memudahkan investasi. Setiap bidang tanah akan diukur dengan detail dari luas dan batasnya, dan dipastikan pemiliknya hingga kesesuaian peruntukannya dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).(Baca Juga: Soal PP No. 24 Tahun 2016, Ini yang Dibahas Kementerian ATR dan IPPAT)

Untuk wilayah DKI Jakarta, dari 20,64 persen wilayah yang belum memiliki sertifikat, sebagian besar terdapat di Jakarta Timur yakni sekitar 119.527 bidang tanah. Wilayah Jakarta Selatan sekitar 50.207 bidang tanah, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu sekitar 49.326 bidang tanah. Serta, Jakarta Pusat sekitar 38.886 dan Jakarta Barat sekitar 34.709 bidang tanah.

Sofyan memastikan proses sertifikasi akan diprioritaskan bagi aset pemerintah DKI Jakarta, tanah milik Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan lokasi perniagaan, perdagangan atau pergudangan yang akan mendukung kemudahan dan percepatan investasi. Untuk mempercepat proses sertifikasi, akan dilibatkan tenaga ukur swasta yang telah memiliki sertifikasi dan tersumpah oleh Kementerian ATR/BPN.

"Selama ini pengukuran dilakukan oleh BPN, dengan tenaga swasta, keterbatasan juru ukur akan terselesaikan," kata Sofyan.

Sofyan menambahkan sumber pembiayaan sertifikasi dapat menggunakan anggaran dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), pihak swasta dengan pola tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) serta melibatkan partisipasi swadaya masyarakat melalui pola sertifikasi massal swadaya (SMS) ataupun bekerjasama dengan pihak perbankan.

"Diperlukan peran serta pemerintah daerah, swasta dan peran serta aktif masyarakat untuk menyelesaikan proses sertifikasi," kata mantan Kepala Bappenas ini. (Baca Juga: Kementerian ATR dan IPPAT Bahas Majelis Pengawas PPAT)

Khusus untuk tanah sengketa, Sofyan menegaskan, pihaknya akan memberikan perlakuan khusus apabila tanah tersebut dapat dipergunakan untuk kepentingan umum, sampai status putusan sengketanya memiliki kejelasan agar tidak ada tanah terlantar. Sedangkan, pengelolaan tanah sengketa itu akan diserahkan kepada pemerintah provinsi untuk digunakan sebagai taman, ruang hijau atau lokasi bagi pedagang kaki lima.

"Kalau statusnya sudah jelas, akan dikembalikan lagi seperti semula kepada pemiliknya. Ini untuk menjaga keindahan kota sesuai dengan fungsi sosial tanah," kata Sofyan.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mendukung penuh langkah percepatan sertifikasi ini dan berkomitmen untuk membebaskan Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) khusus untuk bidang tanah yang bernilai Rp2 miliar ke bawah.

"Ini asas keadilan, selama ini orang yang hidup di bawah garis UMP (Upah Minimum Provinsi) tidak mampu membuat sertifikat karena harus membayar lima persen dari nilai aset (tanah dan bangunan). Jadi untuk di bawah Rp2 miliar BPHTB kita nolkan sehingga hanya tinggal membayar sekitar Rp300 ribu untuk sertifikat," ujarnya.

Selain itu, Basuki menjelaskan sertifikasi ini nantinya bisa memetakan wilayah per kelurahan untuk menyelaraskan data yang selama ini digunakan di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dengan adanya intergrasi peta antara peta yang digunakan di kantor BPN dan pemerintah provinsi maka nantinya diharapkan tidak lagi kendala di lapangan.

"Jika tata ruang bisa sinkron, tidak terjadi lagi orang kaget ada wilayah komersial jadi jalur hijau," kata Basuki. (Baca Juga: Cerita Sertifikat Tanah Adat Terakhir untuk Papua dari Menteri Ferry)

Ia juga menyatakan apabila pemilik lahan bersedia untuk menjual tanah kepada pemerintah provinsi, lahan tersebut bisa saja dibeli agar tidak perlu lagi diubah fungsinya. "Pemanfaatan ini membuat Jakarta tidak lagi kumuh karena tanah telantar akibat sengketa tanah," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait