Dinilai Zalim, Artidjo: Para Koruptor Tak Bisa Ditolerir !!
Berita

Dinilai Zalim, Artidjo: Para Koruptor Tak Bisa Ditolerir !!

Artidjo mengakui akibat ketegesannya dalam memberikan hukuman kepada pelaku korupsi maka banyak membatalkan melakukan kasasi terhadap kasus yang sudah menjadi extra ordinary crime.

Oleh:
ANT/Mohamad Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Hakim Agung Artidjo Alkostar. Foto: SGP
Hakim Agung Artidjo Alkostar. Foto: SGP
Hakim Agung Artidjo Alkostar tidak peduli dengan pandangan publik terkait putusannya yang sering membertkan vonis terhadap koruptor. Dia menegaskan para koruptor tidak bisa ditolerir karena perbuatannya tersebut telah menyengsarakan rakyat banyak.

"Zero toleran untuk korupsi," tegas Artidjo usai memjadi Pembaicara dalam acara Dialog Polri Bersama Nawacita dengan tajuk "Negara Hadir Dalam Penegakan Hukum" di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), di Depok, Senin (15/8).

Ia mengatakan penegakan hukum terhadap para koruptor harus tegas tentunya disertai dengan bukti-bukti keterlibannya. Untuk itu ia berharap masyarakat terus mendukung penegakan hukum secara tegas terhadap para pelaku korupsi ini. "Jangan sampai korupsi terus menggerogiti bangsa ini," katanya.

Ia mengakui akibat ketegesannya dalam memberikan hukuman kepada pelaku korupsi maka banyak membatalkan melakukan kasasi terhadap kasus yang sudah menjadi extra ordinary crime tersebut.

"Iya banyak mencabut kasus kasasinya," ungkap Artidjo tanpa mau menyebut jumlah perkara korupsi yang dicabut kasasinya.

Hakim Artidjo dikenal sebagai hakim yang memutus perkara korupsi dengan hukuman yang lebih berat dibandingkan putusan hukum yang lebih rendah sebelumnya. Tak ada keringanan hukuman bagi koruptor yang mengajukan perkaranya ke Mahakamah Agung, apalagi jika di dalamnya Artidjo Alkostar bertindak sebagai hakimnya.

Seperti pada kasus Anas Urbaningrum Mahkamah Agung melalui putusan kasasinya melipat gandakan hukuman dari 7 tahun menjadi 14 tahun penjara. Terdakwa Angelina Sondakh (mantan anggota DPR dari Partai Demokrat), terlibat dalam kasus Korupsi wisma Atlet Sea Games Palembang dan Kemendikbud. Dia divonis dari 4 tahun, 6 bulan menjadi 12 tahun penjara.

Terakhir, MA mengetok putusan yang memperberat hukuman OC Kaligis dari 7 tahun menjadi 10 tahun penjara. Hal ini mendapat reaksi dari pengacara OC Kaligis. Kuasa hukum OC Kaligis, Mety Rahmawati, bahkan menilai Artidjo adalah hakim agung yang ‘zalim’. (Baca Juga: Pengacara Kaligis Nilai Artidjo Hakim yang Zalim)

Tantangan Utama Nawacita
Sementara itu, hakim Agung Gayus Lumbuun menilai pemberantasan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme merupakan tantangan utama Nawacita Presiden Joko Widodo dalam bidang penegakan hukum.

"Pemberantasan korupsi merupakan prioritas jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, serta mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan," kata Gayus di acara yang sama.

Menurutnya, salah satu dari Nawacita adalah menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan tepercaya. "Penegakan hukum ditentukan oleh semua elemen hukum itu sendiri, di mana sistem hukum ini terdiri dari tiga elemen yaitu struktur, subtansi, dan budaya hukum," jelasnya. (Baca Juga: KPK Anggap Putusan Kasasi OCK ‘Peringatan’ Bagi Advokat)

Gayus menilai dari tiga aspek tersebut, aspek struktur masih lemah. Padahal aspek struktur merupakan elemen yang akan menerapkan dan menegakkan subtansi hukum. Oleh karena itu, kata dia, perlu dilakukan pembangunan pada aspek struktur hukum. Aspek subtansi sendiri sudah dilakukan dengan banyak membentuk norma mengenai perilaku masyarakat melalui peraturan perundang-undangan.

Ia mengatakan dalam sistem peradilan aspek hukum terdiri dari banyak institusi yang diakui dengan undang-undang, seperti Kepolisian untuk fungsi penyelidikan dan penyidikan, Kejaksaan untuk penuntutan, Advokat untuk pembelaan, dan hakim yang berwenang menerapkan keadilan.

"Jadi, hakim merupakan benteng terakhir keadilan. Ini yang mendorong saya menekankan pentingnya pembangunan aspek struktur hukum pada lembaga peradilan," ujarnya.

Dikatakannya, lembaga peradilan saat ini mendapat sorotan masyarakat dan mendapatkan citra yang buruk karena putusan yang bersifat kontroversial, serta diduga tercemar oleh praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Sementara itu, Mantan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki mengatakan dalam penyelamatan NKRI dari cengkeraman korupsi, saat ini peran Presiden dan Ketua Mahkamah Agung sangat penting. "Kalau saja keduanya punya strong and sustainable komitmen yang kuat cukup dengan satu periode kepemimpinan korupsi akan habis," ujarnya.

Ia mengatakan struktur organisasi yang dibangun masih mengikuti pola yang ketinggalan zaman dan menganggap 'membenarkan yang biasa itu lebih baik dari membiasakan yang benar'.

Tags:

Berita Terkait