Ratusan Koruptor dapat Remisi, KPK Sesalkan Efek Jera Berkurang
Berita

Ratusan Koruptor dapat Remisi, KPK Sesalkan Efek Jera Berkurang

KPK telah kirimkan keberatan revisi PP No.99 Tahun 2012 kepada Menkumham.

Oleh:
Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
KPK menyesalkan begitu banyak narapidana kasus korupsi yang mendapatkan remisi dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Sebagaimana diketahui, jumlah narapidana korupsi yang mendapat remisi mencapai 428 orang. "Membuat efek jera berkurang," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati Iskak, Kamis (18/8).

Yuyuk mengatakan, sebagai penegak hukum yang menangani kasus korupsi, KPK telah berupaya membangun konstruksi perkara sedemikian rupa sampai membuat surat dakwaan dan tuntutan. Namun, setelah putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht), justru para terpidana kasus korupsi tersebut mendapat remisi.

Menurutnya, pemberian remisi tentu mengurangi masa hukuman yang dijalani oleh terpidana kasus korupsi. Terlebih lagi, jika remisi diberikan kepada narapidana yang tidak memenuhi syarat Pasal 34A PP No.99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas PP No.32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Oleh karena itu, KPK telah mengirimkan keberatannya terkait rencana pemerintah untuk menghapus syarat pemberian remisi bagi narapidana tindak pidana khusus dalam Pasal 34A PP No.99 Tahun 2012. Dua syarat yang diatur dalam Pasal 34A, yaitu menjadi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator), serta telah membayar lunas denda dan uang pengganti.

"Draft yang (dibuat pemerintah) tidak mencerminkan pemberantasan korupsi. Biro Hukum KPK ikut empat kali pembahasan dan bahkan kami sudah kiirim (keberatan) ke Menkumham dan ditembuskan ke Presiden. Kami ingin PP ini dibahas tidak tergesa-gesa dan agar banyak pihak yang dimintai pendapat," ujar Yuyuk.

Yuyuk menambahkan, jika pemerintah beralasan penghapusan syarat tersebut untuk mengatasi over capacity lembaga pemasyarakatan, maka layak dilihat apakah benar merevisi PP No.99 Tahun 2012 adalah solusi yang tepat. Ia meminta Kemenkumham kembali melakukan evaluasi terhadap rencana revisi PP No.99 Tahun 2012. (Baca Juga: KPK Tolak Syarat Justice Collaborator Dihilangkan dari PP 99/2012)

"Pendidikan moral, dalam hal ini KPK tidak henti-hentinya selalu menginginkan efek jera terhadap koruptor. Kerja pemberantasan korupsi tidak singkat dan perlu dukungan semua pihak, tidak hanya KPK. Maka, perlu dikoordinasikan kembali dengan Kemenkumham. Keadilan dan efek jera harus diperjuangkan," terangnya.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly telah memberikan remisi kepada 82.015 narapidana di seluruh Indonesia dalam rangka Hari Kemerdekaan Republik Indonesia Ke-71. Jumlah itu dibagi dalam dua remisi, yaitu remisi umum I sebanyak 78.487 narapidana dan remisi umum II (langsung bebas) sebanyak 3.528 narapidana.

Ia mengungkapkan, ada 131.954 narapidana yang menjalankan masa hukumannya di berbagai lembaga permasyarakatan dan ada 67.426 tahanan di berbagai rumah tahanan. Dari 82.015 narapidana yang mendapatkan remisi, 428 diantaranya adalah narapidana kasus korupsi, 12.761 narapidana narkotika, dan 27 narapidana terorisme.

Salah satu narapidana kasus korupsi yang mendapat remisi adalah mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. "Dia sudah memenuhi PP, namun memang masih ada proses hukum lainnya, dia pun menjadi justice collaborator KPK," tutur usai memimpin upacara di kantor Kemenkumham RI, Jakarta, Rabu (17/8). (Baca Juga: Menkumham ‘Berseteru’ dengan KPK Soal PP Remisi)

Yasonna menegaskan, remisi diberikan para narapidana tindak pidana khusus, seperti korupsi bagi mereka yang telah memenuhi syarat, seperti berkelakuan baik, mengikuti program pembinaan, dan perubahan perilaku yang lebih baik. Sementara itu, narapidana umum adalah yang paling banyak menerima remisi, yakni 68.633 narapidana.

Selain Nazaruddin yang mendapatkan remisi, ada pula beberapa narapidana korupsi KPK lainnya yang tidak mendapatkan remisi. Dua diantaranya adalah mantan anggota Komisi X DPR Angelina Sondakh dan mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Angelina tidak mendapatkan remisi karena tidak menjadi justice collaborator.
Tags:

Berita Terkait