Kejahatan Terhadap Ideologi Negara Masih Perlu Diperjelas
Berita

Kejahatan Terhadap Ideologi Negara Masih Perlu Diperjelas

Negara demokratis sekalipun punya aturan tentang kejahatan terhadap negara.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Supriyadi W. Eddyono (kiri) dan Ifdhal Kasim (tengah), dalam diskusi RUU KUHP di Jakarta, Senin (22/8). Foto: MYS
Supriyadi W. Eddyono (kiri) dan Ifdhal Kasim (tengah), dalam diskusi RUU KUHP di Jakarta, Senin (22/8). Foto: MYS
Pemerintah dan DPR mulai mempersiapkan pembahasan Buku II KUHP yang mengatur tentang kejahatan. Salah satunya tindak pidana terhadap ideologi negara. RUU KUHP mengaturnya dalam Pasal 219-221. Pasal-pasal kejahatan ini penting untuk diperhatikan karena sejumlah pertimbangan.

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono mengatakan ancaman pidana dalam RUU KUHP adalah kejahatan terhadap ideologi negara relatif tinggi. Selain itu, kejahatan terhadap ideologi negara yang diatur dalam RUU KUHP masih perlu diperjelas lebih jauh.

Pasal 219 RUU KUHP misalnya mengancam penjara maksimum 7 tahun bagi siapapun yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan atau tulisan –melalui media apapun—menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara. Pertanyaannya, bagian mana dari ajaran Marxisme-Leninisme yang tak boleh disebarkan? Apakah semuanya? Bagian Penjelasan Pasal ini menyebut ‘terkait dasar-dasar dan taktik perjuangan yang diajarkan oleh Lenin, Stalin, Mao Tse Tung dan lain-lain’.

Supriyadi menjelaskan pada dasarnya Pasal 219 RUU melarang menyebarkan ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme jika dilakukan ‘secara melawan hukum’, ‘di muka umum’, dan ‘dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara’. Apakah itu berarti boleh menyebarkan ajaran itu sepanjang tidak melawan hukum, tidak di muka umum, dan tidak berita mengganti Pancasila sebagai dasar negara?

Mantan Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim, berpendapat pengaturan tentang kejahatan terhadap negara adalah sesuatu yang lumrah, lazim dilakukan di negara demokratis sekalipun. Selalu ada tindak pidana terhadap kejahatan negara. Tujuannya untuk mempertahankan diri dari kemungkinan sponase atau pemberontakan. Termasuk pula mempertahankan institusi-institusi negara. “Itu sesuatu yang absah saja,” ujarnya dalam diskusi di Jakarta, Senin (22/8).

Meskipun demikian, Ifdhal mengakui ada beberapa hal yang masih harus diperjelas dalam rumusan pasa-pasal tindak pidana dalam Buku II RUU KUHP. Masuknya tindak pidana terhadap ideologi, misalnya. Menurut dia, ideologi ada di pikiran orang, sehingga hukum pidana tidak bisa masuk kea lam pikiran orang. “Rumusannya harus jelas,” pinta Ifdhal.

Dosen Universitas Bina Nusantara, Sidharta, juga punya catatan mengenai pasal-pasal tindak pidana ideology. Misalnya frasa ‘dan lain-lain’ dalam Pasal 219 RUU KUHP bisa ditafsirkan ajaran siapapun selain Marx, Lenin, dan Mao Tse Tung. “Kata ‘dan lain-lain’ pada penjelasan itu tentu sangat luas, bisa mencakup ajaran dari siapa saja,” papar Sidharta dalam papernya terkait penjelasan Pasal 219.

Masih ada kata atau frasa lain yang perlu diperjelas oleh Pemerintah dan DPR saat membahas RUU KUHP. Karena itu, Supriyadi meminta Pemerintah dan DPR berhati-hati dan tidak terburu-buru mengesahkan. “Kami minta DPR dan Pemerintah berhati-hati untuk membahasnya, kalau perlu mengundang para ahli,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait